16.48

Ketika Cinta Itu Suatu Pengorbanan

Sebut saja namaku Nares. Aku masih suka menilai pria dari segi fisik. Mulai dari wajah, body lalu penampilannya. Itulah kriteria pertama sebelum mereka menjadi pacarku. Sebut saja Satar, pria gendut dikantorku. Yup..aku suka memang suka melihat pria yang chuby. Bagiku pria chubby terlihat sangat sexy. Ya..Satar bukan hanya gendut tapi juga ganteng dengan kulit putih bersih dan penampilan yang terkesan santai tapi tetep saja keren. Dimataku dia sangat mempesona. Dan aku lebih memilih Satar daripada ody, pria yang sama-sama menyukaiku. Ody lebih kurus ketimbang Satar dengan rambutnya yang gondrong, kulitnya sama putihnya. Penampilannya terkesan sangat cuek begitu juga sikapnya, ody sangat dingin sekali, sangat-sangat misterius bagiku, beda dengan Satar yang sangat ramah. Itulah alasan mengapa pilihanku jatuh kepada Satar. Aku sering memperlihatkan kemesraanku dengan Satar dihadapan Ody. Tetapi Ody tampak tak pernah sakit hati. “Bagiku bisa memandanginya setiap hari itu sudah cukup memenuhi seluruh perasaanku” katanya suatu hari kepada Pami sobatku saat sobatku yang centil itu memergokinya sedang memandangku dengan pandangan yang sangat mendalam. Aku juga sering memergoki Ody memandangiku, kadang kita saling beradu pandang. Memang aku rasakan tatapannya sangat mendalam, tetapi aku tak pernah peduli, bagiku aku sudah memilih dan ody bukan pilihanku. Paling bila kami sedang beradu pandang aku selalu bilang “Please deh dy” dan Ody akan mengalihkan pandangannya dengan ekspresi yang tidak berubah. Aku memang tak pernah peduli dengan perasaan Ody karena egoku untuk mencintai satar tanpa mempedulikan perasaan orang lain. Sebenarnya hubunganku dengan Satar juga tidak berlangsung dengan baik. Ya..setiap kami bertemu pasti ada saja yang Satar tidak suka mulai dari penampilanku sampai dengan siapa aku berteman. Dan semua itu akan membuat kami bertengkar. Tapi semua itu tak pernah ku perlihatkan pada Ody. Sampai akhirnya pada puncak kejenuhanku, aku dan Satar bertengkar hebat karena suatu hari aku mempertahankan suatu egoku dan keras kepalaku. Akhirnya kami putus. Aku lebih suka melarikan diri dari suasana ini. Aku pindah kerja di luar kota untuk melupakan semua ini. Dan ternyata disuatu kota itu aku baru menyadari, bahwa ketulusan seseorang itu lebih penting daripada hanya penampilan fisik. Dan itu yang selalu mengingatkanku kepada seorang Ody yang juga menghilang seiring kepindahanku ke Bandung.

Di bandung, di tempat kerjaku yang baru, yang notabene merupakan perusahaan bonafid yang aku impikan, aku mulai membuka hatiku pada seseorang. Sebut saja Andika, Pria ini juga gendut. Ah..kenapa pria gendut tak bisa hilang dari pikiranku ya. Kisah kita awalnya sungguh indah. Aku mulai melupakan Satar dan Ody. Andika bisa menenangkan keegoisanku, mengajarkanku mengenai kehidupan yang sesungguhnya sekaligus mewujudkan beberapa mimpi kecilku. Andika adalah teman dari Sari sahabatku yang baru saja dikenalkan padaku. Walaupun kami baru kenal tetapi kami merasa sudah sangat akrab. “Mungkin kita pernah bertemu di kehidupan sebelumnya kali” canda kami bila menghitung berapa lama kami mulai mengenal. “Hahaha..apa jangan-jangan kita itu soulmate”. Begitulah perjalananku awal-awal kehidupanku di Bandung sangat indah. “Res, bagaimana kalo kamu aku kenalkan ke orang tuaku?” Kata Andika suatu hari. “Hmm..aku belum siap, lagian aku lagi konsen ke presentasiku sebulan lagi” jawabku. Ya..aku memang sedang mempersiapkan untuk naik jabatan ke posisi yang telah aku idamkan dan aku tidak mau diganggu untuk yang satu itu. Suatu hari, aku mendapat telpon dari teman kos Andika, Bina, dihari yang masih tergolong pagi, subuhpun baru saja dikumandangkan “Res, barusan Andika pingsan, sekarang ada di UGD RS Hasan Sadikin, kamu cepat kesini ya”. Belum sempat aku tanya apa yang terjadi, Bina sudah menutup telponnya. Langsung saja seluruh tubuhku bergetar, tanpa babibu lagi aku segera meluncur ke rumah sakit, malah aku masih belum mandi karena masih terlalu pagi itu saat HPku berbunyi. Aku membangunkan Sari untuk mengantarkanku ke rumah sakit karena aku yakin angkot pasti masih sepi pada jam segini. “Andika kenapa Res?” kata Sari. “Aku nggak tau Ri, tadi Bina telpon cuma ngasih tau kalo Andika ada di UGD” jawabku panik. Secepat kilat Sari memacu motornya menuju ke UGD RS Hasan Sadikin. Disepanjang jalan aku hanya bisa berdoa semoga Andika baik-baik saja, tak henti-hentinya airmataku meleleh. Jalanan masih sangat sepi pagi itu. Sampai di rumah sakit kupandangi sekeliling untuk mencari dimana letak UGD, rumah sakitpun masih sangat sepi. Tak tampak satupun orang disana. Secepat kilat aku dan sari memasuki rumah sakit. “Itu dia UGDnya” teriak Sari. Langsung saja aku berlari menuju UGD. Bina ada disana bersama Rofi dan Dony, disamping mereka ada seorang wanita yang menangis sesenggukan yang sedang ditenangkan seorang pria. “Bina, Andika dimana?” kataku panic. “Tenang res, Andika sedang ditangani dokter” kata Bina. “Aku takut Bin” kataku. “Res, ini orang tua Andika” Kata Bina. Wanita itupun menoleh, mengamatiku kemudian memelukku. Tangis wanita itu semakin meledak, aku juga ikut terhanyut dalam tangisan. Suasana haru menyelimuti UGD. “Kamu Nares ya, Andika sering bercerita tentangmu Nak, sayangnya dia belum sempat memperkenalkanmu pada kami” Kata ibu itu. Aku hanya mengangguk sambil mengusap air mata dan menghela napas untuk menenangkan diri. Aku kemudian berjalan kearah ayah Andika yang terlihat begitu tabah. “Pak, sebenarnya Andika itu kenapa?” Kataku. Sambil menghela napas sang bapak bercerita “Sebenarnya Andika punya penyakit nak. Dia punya penyakit jantung bawaan, sejak kecil dia sering masuk rumah sakit. Tapi semangat hidupnya luar biasa apalagi setelah bertemu denganmu. Bapak sangat senang ketika dia banyak bercerita tentangmu. Sepertinya dia lupa mempunyai kelemahan dijantungnya. Tetapi entahlah…tadi pagi dia mengalami serangan jantung” kata ayah Andika. “Kenapa Andika tidak pernah menceritakannya pada saya pak?” kataku memprotes. “Mungkin dia tidak mau membuatmu bersedih, karena baginya kamu sangat berarti dalam hidupnya nak” Jawab sang bapak. Dokter tiba-tiba membuka pintu UGD, dan meminta berbicara dengan orang tua Andika. Tiba-tiba terdengar pekikan tangis dari ibu Andika seketika juga ibu Andika pingsan. Hatiku sangat tidak tenang, apa yang telah terjadi. Seketika aku, Sari, Bina, Rofi dan Dony menghampiri beliau. Dan setelah beliau mengatakan sesuatu, tubuhku menjadi sangat ringan dan semuanya menjadi gelap.

Aku mendengar sayup-sayup suara tangis. Ketika kubuka mataku, tak juga ku tau dimana aku. Sari terduduk disampingku dengan mata sembab. “Dimana aku?” kataku pada Sari. “Kamu di rumah Andika” Jawab Sari. Ya..aku teringat saat itu ayah Andika berkata “Andika telah tiada, maafkan segala kesalahan Andika”. Aku kembali berteriak histeris memanggil nama Andika “Andika, kamu nggak boleh pergi, kamu nggak boleh ninggalin aku”. Sari terus menenangkanku sambil memelukku. Aku ingin sekali memeluk Andika. Aku jadi merasa tak punya siapapun lagi. Aku merasa ikut mati bersama jasadnya. “Sudah Res, ikhlaskan Andika, kasihan kalo nanti disana dia nggak diberi jalan oleh yang kuasa, lagian nggak boleh menangisi orang yang telah meninggal” Hibur Sari. “Tapi dia ninggalin aku ri, aku nanti sama siapa?” kataku. “Sudahlah, ikhlaskan saja” Lanjut Sari. “Mbak, pengen keluar liat jenazah mas Andika nggak?” tiba-tiba sebuah suara mengagetkanku, Linggar, adik Andika telah berdiri dibelakangku. “Iya, aku pengen liat Andika” Seruku. “Tapi kamu kuat nggak Res?kalo nggak jangan dipaksain” kata Sari. “Insyaallah, aku kuat” Jawabku. Aku dibawa keruang tamu. Tampaknya banyak tamu yang tengah bertakziah dirumah ini. Kudekati jasad Andika, aku tidak mau menangisi kepergiannya. Benar kata Sari, aku harus ikhlas. Kupandangi lekat wajah Andika untuk yang terakhir kali. Sangat indah..senyumnya terhias dibibirnya..Sangat damai. “Selamat jalan Sayang. Damailah disisi-Nya. Aku mengikhlaskan kepergianmu. I Love U” Bisikku. Kembali tubuhku terasa ringan dan semuanya gelap.

Sudah hamper 1 tahun semenjak kepergian Andika. Masih belum ada yang bisa menggantikan sosoknya. “Kamu harus nyari cowok lagi dong Res. Kamu nggak bisa seperti ini terus” Kata Sari suatu hari. “Iya, aku tau, ini juga lagi nyari. Lagian tidak ada yang bisa seperti Andika dan tidak ada yang pernah bisa menggantikannya” jawabku sekenanya. Suatu hari dikantor ada perubahan struktur organisasi yang membuat kami para karyawan harus siap ditempatkan dimana saja. “Wah teman kita pada berpencar semua ya” kata Ugi temen sekantorku. “Iya nih temen aku juga udah ilang semua” jawabku. Hmmm..banyak diantara temanku saat ini ditempatkan diseluruh daerah di Indonesia. Sedangkan aku masih tinggal dikantor pusatnya di Bandung. Di kantor pusat ini aku berhasil menduduki posisi yang sangat diperebutkan oleh teman-temanku dan posisi ini sudah aku perjuangkan dengan usaha dan doa. Posisi yang aku incar ternyata telah aku dapatkan. Suatu hari tiba-tiba aku dapet permintaan add di YM komputerku “the_abc”. Iseng aku approve aja. “Hai, lagi ngerjain apa? Lagi sibuk ya?” katanya. “Nggak sibuk. Ini siapa?” kataku. “Ini Ugi” jawabnya. Ya..mulai hari itu kami kadang ngobrol didunia maya. Tidak banyak yang kami obrolin, hanya menyapa saja. Kadang Ugi hanya bilang “Pa kabar?” “Sudah makan siang?” “Lagi ngerjain apa?” “Aku lagi diluar kantor nih, kamu lagi apa?” “Belum pulang?” “Masih online aja?” tapi hmmm…ternyata agak mengobati kesunyian ini. Aku tidak pernah memperhatikan Ugi sedang online apa tidak, bahkan sampai saat ini, aku tetap saja tidak mempedulikan. Tapi sapaan-sapaan kecilnya itu membuat semua sangat berarti. Sosok Ugi…aku tidak terlalu mengenalnya, bahkan sekian lama kita bekerja dalam satu kantor dan satu lantai kami jarang sekali mengobrol. Aku bahkan tidak pernah memperhatikannya sama sekali. Baru aku sadari keberadaannya saat teman sekantor kami sudah berpencar entah kemana dan aku tidak punya teman sharing lagi. Ugi..pria gendut yang sangat dingin..pria gendut yang sangat misterius..”Ah..ada apa denganku” pikirku. “Uhh..kenapa sekarang kamu berputar-putar dikepalaku” desahku. Semakin hari baru kusadari ternyata hal-hal kecil yang dilakukannya sangat berarti. “Res, aku mau dipindah ke Sumatra, ke Lampung” katanya suatu hari di YM. Deg..”Lampung, jauh sekali” pikirku. “Kapan?” Kataku. “Sebulan lagi” Jawabnya. “Sebulan lagi? secepat itukah?” Pikirku. Segala pikiran berkecamuk diotakku. “Kenapa aku selalu dipisahkan ya” Pikirku lagi. Kumerenung dan merenung..Kemudian kutemukan jawabnya. “Aku akan mengikutimu ke Lampung, Gi. Tunggu saja. Sampai waktunya tiba. Mungkin sebulan lagi walaupun aku harus kehilangan posisi yang sangat menjanjikan itu” Kataku dalam hati, aku tidak mau terlambat lagi. Sebelum itu Ugi berkata padaku “Sebenarnya aku masih ingin disini, melihatmu tersenyum setiap hari, seperti sebuah embun yang membasuh keheningan jiwaku saat ini”.

“Ketika hidup itu suatu ego, dia tidak bisa dihapus oleh apapun kecuali oleh CINTA”

Hanya sekedar imajinasi penulis

16.53

Ingatan Yang Terkubur Oleh Waktu

Lentik awan menarikan semburat kelabu

Melagukan sepoi angin yang mengarak hujan

Membawa sebuah nama ke semesta raya

Ingatan yang terkubur oleh waktu



Lama tak kudengar kisah sendumu

Saat ku berlari menepi ke seberang hati

Menitah segenap rasa untuk melangkah pergi

Secepat sayap yang menerbangkanku tinggi



Saat ku sadari semua tlah mati

Percikan amarah selalu menghakimi

Tak kunjung mengusir gundah

Dalam rasa yang tertutup waktu

16.52

Sejenak Mengaburkan Pesona Jiwa

Sang pelangi kembali menukik turun

Menggundahkan semua spectrum warna

Menawan terkesan bak permata

Yang mengiringi senyuman sang surya



Saat rindu tak lagi menggeledah

Setetes dahaga kembali membasah

Tak kunjung tersemikan oleh waktu

Membawa sejumput asa yang tertunggu



Bintangpun tak juga berkelip

Memberi pertanda tlah tersirat

Sebuah lembayung senja tercipta

Sejenak mengaburkan pesona jiwa

Ketika Cinta Itu Suatu Pengorbanan

Sebut saja namaku Nares. Aku masih suka menilai pria dari segi fisik. Mulai dari wajah, body lalu penampilannya. Itulah kriteria pertama sebelum mereka menjadi pacarku. Sebut saja Satar, pria gendut dikantorku. Yup..aku suka memang suka melihat pria yang chuby. Bagiku pria chubby terlihat sangat sexy. Ya..Satar bukan hanya gendut tapi juga ganteng dengan kulit putih bersih dan penampilan yang terkesan santai tapi tetep saja keren. Dimataku dia sangat mempesona. Dan aku lebih memilih Satar daripada ody, pria yang sama-sama menyukaiku. Ody lebih kurus ketimbang Satar dengan rambutnya yang gondrong, kulitnya sama putihnya. Penampilannya terkesan sangat cuek begitu juga sikapnya, ody sangat dingin sekali, sangat-sangat misterius bagiku, beda dengan Satar yang sangat ramah. Itulah alasan mengapa pilihanku jatuh kepada Satar. Aku sering memperlihatkan kemesraanku dengan Satar dihadapan Ody. Tetapi Ody tampak tak pernah sakit hati. “Bagiku bisa memandanginya setiap hari itu sudah cukup memenuhi seluruh perasaanku” katanya suatu hari kepada Pami sobatku saat sobatku yang centil itu memergokinya sedang memandangku dengan pandangan yang sangat mendalam. Aku juga sering memergoki Ody memandangiku, kadang kita saling beradu pandang. Memang aku rasakan tatapannya sangat mendalam, tetapi aku tak pernah peduli, bagiku aku sudah memilih dan ody bukan pilihanku. Paling bila kami sedang beradu pandang aku selalu bilang “Please deh dy” dan Ody akan mengalihkan pandangannya dengan ekspresi yang tidak berubah. Aku memang tak pernah peduli dengan perasaan Ody karena egoku untuk mencintai satar tanpa mempedulikan perasaan orang lain. Sebenarnya hubunganku dengan Satar juga tidak berlangsung dengan baik. Ya..setiap kami bertemu pasti ada saja yang Satar tidak suka mulai dari penampilanku sampai dengan siapa aku berteman. Dan semua itu akan membuat kami bertengkar. Tapi semua itu tak pernah ku perlihatkan pada Ody. Sampai akhirnya pada puncak kejenuhanku, aku dan Satar bertengkar hebat karena suatu hari aku mempertahankan suatu egoku dan keras kepalaku. Akhirnya kami putus. Aku lebih suka melarikan diri dari suasana ini. Aku pindah kerja di luar kota untuk melupakan semua ini. Dan ternyata disuatu kota itu aku baru menyadari, bahwa ketulusan seseorang itu lebih penting daripada hanya penampilan fisik. Dan itu yang selalu mengingatkanku kepada seorang Ody yang juga menghilang seiring kepindahanku ke Bandung.

Di bandung, di tempat kerjaku yang baru, yang notabene merupakan perusahaan bonafid yang aku impikan, aku mulai membuka hatiku pada seseorang. Sebut saja Andika, Pria ini juga gendut. Ah..kenapa pria gendut tak bisa hilang dari pikiranku ya. Kisah kita awalnya sungguh indah. Aku mulai melupakan Satar dan Ody. Andika bisa menenangkan keegoisanku, mengajarkanku mengenai kehidupan yang sesungguhnya sekaligus mewujudkan beberapa mimpi kecilku. Andika adalah teman dari Sari sahabatku yang baru saja dikenalkan padaku. Walaupun kami baru kenal tetapi kami merasa sudah sangat akrab. “Mungkin kita pernah bertemu di kehidupan sebelumnya kali” canda kami bila menghitung berapa lama kami mulai mengenal. “Hahaha..apa jangan-jangan kita itu soulmate”. Begitulah perjalananku awal-awal kehidupanku di Bandung sangat indah. “Res, bagaimana kalo kamu aku kenalkan ke orang tuaku?” Kata Andika suatu hari. “Hmm..aku belum siap, lagian aku lagi konsen ke presentasiku sebulan lagi” jawabku. Ya..aku memang sedang mempersiapkan untuk naik jabatan ke posisi yang telah aku idamkan dan aku tidak mau diganggu untuk yang satu itu. Suatu hari, aku mendapat telpon dari teman kos Andika, Bina, dihari yang masih tergolong pagi, subuhpun baru saja dikumandangkan “Res, barusan Andika pingsan, sekarang ada di UGD RS Hasan Sadikin, kamu cepat kesini ya”. Belum sempat aku tanya apa yang terjadi, Bina sudah menutup telponnya. Langsung saja seluruh tubuhku bergetar, tanpa babibu lagi aku segera meluncur ke rumah sakit, malah aku masih belum mandi karena masih terlalu pagi itu saat HPku berbunyi. Aku membangunkan Sari untuk mengantarkanku ke rumah sakit karena aku yakin angkot pasti masih sepi pada jam segini. “Andika kenapa Res?” kata Sari. “Aku nggak tau Ri, tadi Bina telpon cuma ngasih tau kalo Andika ada di UGD” jawabku panik. Secepat kilat Sari memacu motornya menuju ke UGD RS Hasan Sadikin. Disepanjang jalan aku hanya bisa berdoa semoga Andika baik-baik saja, tak henti-hentinya airmataku meleleh. Jalanan masih sangat sepi pagi itu. Sampai di rumah sakit kupandangi sekeliling untuk mencari dimana letak UGD, rumah sakitpun masih sangat sepi. Tak tampak satupun orang disana. Secepat kilat aku dan sari memasuki rumah sakit. “Itu dia UGDnya” teriak Sari. Langsung saja aku berlari menuju UGD. Bina ada disana bersama Rofi dan Dony, disamping mereka ada seorang wanita yang menangis sesenggukan yang sedang ditenangkan seorang pria. “Bina, Andika dimana?” kataku panic. “Tenang res, Andika sedang ditangani dokter” kata Bina. “Aku takut Bin” kataku. “Res, ini orang tua Andika” Kata Bina. Wanita itupun menoleh, mengamatiku kemudian memelukku. Tangis wanita itu semakin meledak, aku juga ikut terhanyut dalam tangisan. Suasana haru menyelimuti UGD. “Kamu Nares ya, Andika sering bercerita tentangmu Nak, sayangnya dia belum sempat memperkenalkanmu pada kami” Kata ibu itu. Aku hanya mengangguk sambil mengusap air mata dan menghela napas untuk menenangkan diri. Aku kemudian berjalan kearah ayah Andika yang terlihat begitu tabah. “Pak, sebenarnya Andika itu kenapa?” Kataku. Sambil menghela napas sang bapak bercerita “Sebenarnya Andika punya penyakit nak. Dia punya penyakit jantung bawaan, sejak kecil dia sering masuk rumah sakit. Tapi semangat hidupnya luar biasa apalagi setelah bertemu denganmu. Bapak sangat senang ketika dia banyak bercerita tentangmu. Sepertinya dia lupa mempunyai kelemahan dijantungnya. Tetapi entahlah…tadi pagi dia mengalami serangan jantung” kata ayah Andika. “Kenapa Andika tidak pernah menceritakannya pada saya pak?” kataku memprotes. “Mungkin dia tidak mau membuatmu bersedih, karena baginya kamu sangat berarti dalam hidupnya nak” Jawab sang bapak. Dokter tiba-tiba membuka pintu UGD, dan meminta berbicara dengan orang tua Andika. Tiba-tiba terdengar pekikan tangis dari ibu Andika seketika juga ibu Andika pingsan. Hatiku sangat tidak tenang, apa yang telah terjadi. Seketika aku, Sari, Bina, Rofi dan Dony menghampiri beliau. Dan setelah beliau mengatakan sesuatu, tubuhku menjadi sangat ringan dan semuanya menjadi gelap.

Aku mendengar sayup-sayup suara tangis. Ketika kubuka mataku, tak juga ku tau dimana aku. Sari terduduk disampingku dengan mata sembab. “Dimana aku?” kataku pada Sari. “Kamu di rumah Andika” Jawab Sari. Ya..aku teringat saat itu ayah Andika berkata “Andika telah tiada, maafkan segala kesalahan Andika”. Aku kembali berteriak histeris memanggil nama Andika “Andika, kamu nggak boleh pergi, kamu nggak boleh ninggalin aku”. Sari terus menenangkanku sambil memelukku. Aku ingin sekali memeluk Andika. Aku jadi merasa tak punya siapapun lagi. Aku merasa ikut mati bersama jasadnya. “Sudah Res, ikhlaskan Andika, kasihan kalo nanti disana dia nggak diberi jalan oleh yang kuasa, lagian nggak boleh menangisi orang yang telah meninggal” Hibur Sari. “Tapi dia ninggalin aku ri, aku nanti sama siapa?” kataku. “Sudahlah, ikhlaskan saja” Lanjut Sari. “Mbak, pengen keluar liat jenazah mas Andika nggak?” tiba-tiba sebuah suara mengagetkanku, Linggar, adik Andika telah berdiri dibelakangku. “Iya, aku pengen liat Andika” Seruku. “Tapi kamu kuat nggak Res?kalo nggak jangan dipaksain” kata Sari. “Insyaallah, aku kuat” Jawabku. Aku dibawa keruang tamu. Tampaknya banyak tamu yang tengah bertakziah dirumah ini. Kudekati jasad Andika, aku tidak mau menangisi kepergiannya. Benar kata Sari, aku harus ikhlas. Kupandangi lekat wajah Andika untuk yang terakhir kali. Sangat indah..senyumnya terhias dibibirnya..Sangat damai. “Selamat jalan Sayang. Damailah disisi-Nya. Aku mengikhlaskan kepergianmu. I Love U” Bisikku. Kembali tubuhku terasa ringan dan semuanya gelap.

Sudah hamper 1 tahun semenjak kepergian Andika. Masih belum ada yang bisa menggantikan sosoknya. “Kamu harus nyari cowok lagi dong Res. Kamu nggak bisa seperti ini terus” Kata Sari suatu hari. “Iya, aku tau, ini juga lagi nyari. Lagian tidak ada yang bisa seperti Andika dan tidak ada yang pernah bisa menggantikannya” jawabku sekenanya. Suatu hari dikantor ada perubahan struktur organisasi yang membuat kami para karyawan harus siap ditempatkan dimana saja. “Wah teman kita pada berpencar semua ya” kata Ugi temen sekantorku. “Iya nih temen aku juga udah ilang semua” jawabku. Hmmm..banyak diantara temanku saat ini ditempatkan diseluruh daerah di Indonesia. Sedangkan aku masih tinggal dikantor pusatnya di Bandung. Di kantor pusat ini aku berhasil menduduki posisi yang sangat diperebutkan oleh teman-temanku dan posisi ini sudah aku perjuangkan dengan usaha dan doa. Posisi yang aku incar ternyata telah aku dapatkan. Suatu hari tiba-tiba aku dapet permintaan add di YM komputerku “the_abc”. Iseng aku approve aja. “Hai, lagi ngerjain apa? Lagi sibuk ya?” katanya. “Nggak sibuk. Ini siapa?” kataku. “Ini Ugi” jawabnya. Ya..mulai hari itu kami kadang ngobrol didunia maya. Tidak banyak yang kami obrolin, hanya menyapa saja. Kadang Ugi hanya bilang “Pa kabar?” “Sudah makan siang?” “Lagi ngerjain apa?” “Aku lagi diluar kantor nih, kamu lagi apa?” “Belum pulang?” “Masih online aja?” tapi hmmm…ternyata agak mengobati kesunyian ini. Aku tidak pernah memperhatikan Ugi sedang online apa tidak, bahkan sampai saat ini, aku tetap saja tidak mempedulikan. Tapi sapaan-sapaan kecilnya itu membuat semua sangat berarti. Sosok Ugi…aku tidak terlalu mengenalnya, bahkan sekian lama kita bekerja dalam satu kantor dan satu lantai kami jarang sekali mengobrol. Aku bahkan tidak pernah memperhatikannya sama sekali. Baru aku sadari keberadaannya saat teman sekantor kami sudah berpencar entah kemana dan aku tidak punya teman sharing lagi. Ugi..pria gendut yang sangat dingin..pria gendut yang sangat misterius..”Ah..ada apa denganku” pikirku. “Uhh..kenapa sekarang kamu berputar-putar dikepalaku” desahku. Semakin hari baru kusadari ternyata hal-hal kecil yang dilakukannya sangat berarti. “Res, aku mau dipindah ke Sumatra, ke Lampung” katanya suatu hari di YM. Deg..”Lampung, jauh sekali” pikirku. “Kapan?” Kataku. “Sebulan lagi” Jawabnya. “Sebulan lagi? secepat itukah?” Pikirku. Segala pikiran berkecamuk diotakku. “Kenapa aku selalu dipisahkan ya” Pikirku lagi. Kumerenung dan merenung..Kemudian kutemukan jawabnya. “Aku akan mengikutimu ke Lampung, Gi. Tunggu saja. Sampai waktunya tiba. Mungkin sebulan lagi walaupun aku harus kehilangan posisi yang sangat menjanjikan itu” Kataku dalam hati, aku tidak mau terlambat lagi. Sebelum itu Ugi berkata padaku “Sebenarnya aku masih ingin disini, melihatmu tersenyum setiap hari, seperti sebuah embun yang membasuh keheningan jiwaku saat ini”.

“Ketika hidup itu suatu ego, dia tidak bisa dihapus oleh apapun kecuali oleh CINTA”

Hanya sekedar imajinasi penulis

Ingatan Yang Terkubur Oleh Waktu

Lentik awan menarikan semburat kelabu

Melagukan sepoi angin yang mengarak hujan

Membawa sebuah nama ke semesta raya

Ingatan yang terkubur oleh waktu



Lama tak kudengar kisah sendumu

Saat ku berlari menepi ke seberang hati

Menitah segenap rasa untuk melangkah pergi

Secepat sayap yang menerbangkanku tinggi



Saat ku sadari semua tlah mati

Percikan amarah selalu menghakimi

Tak kunjung mengusir gundah

Dalam rasa yang tertutup waktu

Sejenak Mengaburkan Pesona Jiwa

Sang pelangi kembali menukik turun

Menggundahkan semua spectrum warna

Menawan terkesan bak permata

Yang mengiringi senyuman sang surya



Saat rindu tak lagi menggeledah

Setetes dahaga kembali membasah

Tak kunjung tersemikan oleh waktu

Membawa sejumput asa yang tertunggu



Bintangpun tak juga berkelip

Memberi pertanda tlah tersirat

Sebuah lembayung senja tercipta

Sejenak mengaburkan pesona jiwa