17.14

Kisah Cinta Seekor Kupu-Kupu

Cerita Pembangkit Inspirasi -- Unknow Writer

Di sebuah kota kecil yang tenang dan indah, ada sepasang pria dan wanita yang saling mencintai. Mereka selalu bersama memandang matahari terbit di puncak gunung, bersama di pesisir pantai menghantar matahari senja. Setiap orang yang bertemu dengan mereka akan menghantar dengan pandangan kagum dan doa bahagia.

Namun pada suatu hari, sang pria mengalami luka parah akibat sebuah kecelakaan tragis. Ia terbaring di atas ranjang rumah sakit beberapa malam tidak sadarkan diri. Siang hari sang wanita menangis tersedu, terduduk di depan ranjang kekasihnya dan dengan tiada henti memanggil-manggil kekasihnya yang tak kunjung sadar.

Malamnya ia ke gereja kecil di kota tersebut dan berdoa kepada Tuhan agar kekasihnya bisa sembuh dan selamat seperti sedia kala. Air matanya sendiri hampir kering karena menangis sepanjang waktu. Waktu demi waktu berlalu, sang pria masih tetap tak sadarkan diri, sedangkan si wanita tetap dalam kesedihannya yang luar biasa, namun ia tetap dengan susah payah bertahan. Hingga pada akhirnya di suatu hari, Tuhan terharu oleh keadaan wanita yg setia dan teguh itu.
Tuhan memutuskan memberikan wanita itu sebuah pengecualian, malam hari pada sebuah percakapan di dalam doa Tuhan bertanya kepadanya “Apakah kamu benar-benar bersedia menggunakan nyawamu untuk menukar dengan kesembuhan kekasihmu?” Si wanita tanpa ragu sedikitpun menjawab “Ya”. Tuhan berkata “Baiklah, Aku bisa segera membuat kekasihmu sembuh kembali, namun kamu harus menjelma menjadi kupu-kupu selama 3 tahun. Pertukaran seperti ini apakah kamu juga bersedia?”. Si wanita terharu setelah mendengarnya dan dengan jawaban yang pasti ia menjawab “saya bersedia!”.

Hari telah terang. Si wanita telah menjadi seekor kupu-kupu yang sangat indah. Ia mohon diri pada Tuhan lalu segera kembali ke rumah sakit. Ia sangat berbahagia karena melihat kekasihnya benar-benar telah siuman bahkan ia sedang berbicara dengan seorang dokter. Namun sayang, ia tidak dapat mendengarnya sebab ia tak bisa masuk ke kamar sang kekasih karena ruang itu di sekati oleh kaca, ia hanya bisa memandang dari jauh kekasihnya yang sangat ia cintai, dan berharap ia menoleh untuk melihat seekor kupu-kupu yang sedang menatapnya, berbahagia dengan keadaannya. Beberapa hari kemudian, sang pria telah sembuh total. Namun ia sama sekali tidak berbahagia. Ia mencari-cari keberadaan sang wanita pada setiap orang yang lewat, namun tidak ada yang tahu keberadaan sang wanita. Wajahnya terlihat murung, dan ia menitikkan air mata, sang pria menganggap kekasihnya sudah meninggalkannya dan melupakannya. Namun, ia masih belum menyerah, sepanjang hari ia tidak makan dan tidak beristirahat, ia terus mencari kekasihnya yang sangat ia cintai.. Ia begitu rindu kepadanya, ia bertanya pada setiap orang yang lewat, ia memegang foto kekasihnya dan terus bertanya sepanjang hari, waktu demi waktu berlalu hingga ia merasa sudah waktunya ia menghentikan semuanya.

Sang kupu-kupu masih disana melihatnya setiap hari menghabiskan waktu mencari dirinya yang kini berwujud kupu-kupu. Ingin sekali rasanya ia berteriak, berlari dan memeluknya dan mengatakan betapa ia mencintainya…betapa ia merindukannya…sang kupu-kupu rasakan hatinya pedih…perih..menangis sejadinya dan nyatanya ia merasakan keadaan ini lebih menyakitkan. Musim panas telah berakhir, angin musim gugur yang sejuk meniup jatuh daun pepohonan. Sang kupu-kupu masih terus menemui kekasihnya, dan selama itu pula ia merasa tersiksa. Terkadang ia merintih di ujung taman kota, dan ingin sekali agar Tuhan kembali mengubahnya menjadi manusia.

Musim kembali berganti, sang kupu-kupu tetap dalam kesendiriannya, Ia pergi ketempat kekasihnya tinggal dan hinggap di atas bahunya. Ia bermaksud menggunakan sayapnya yang kecil membelai halus wajahn kekasihnya, menggunakan mulutnya yang mungil mencium lembut keningnya. Terselinap dalam hati sang kupu-kupu bahwa ia bersyukur menjadi seekor kupu-kupu yang selalu dapat terbang dan melihat kekasihnya kapanpun ia mau, menemani kesendiriannya, dan menghias lebut pemandangan kekasihnya dengan sayapnya yang indah. Musim kembali berganti, pada suatu hari ia terbang dengan riang berharap dapat kembali menemani kekasihnya, namun seketika ia tersentak kaget ketika melihat kekasihnya sedang duduk di taman kota bersama seorang gadis yang cantik. Hatinya merasa gusar dan gelisah ketika kecurigaannya benar, bahwa gadis itu adalah kekasih kekasihnya.Hatinya kembali sakit, ia menangis tersedu, hatinya terasa hancur dan impiannya pun terkoyak…

Sang kupu-kupu sangat sedih tak terperi ketika beberapa hari berikutnya ia seringkali melihat kekasihnya sendiri membawa wanita itu ke gunung memandang matahari terbit, dan menghantar matahari senja di pesisir pantai. Segala yg pernah di milikinya dahulu dilakukan tanpa dirinya, dan dilakukan kekasihnya oleh wanita lain… Musim panas tahun ini terasa sangat panjang, sang kupu-kupu setiap hari terbang rendah dengan tersiksa dan ia sudah tidak memiliki keberanian lagi untuk mendekati kekasihnya. Bisikan suara antara kekasihnya dengan wanita itu, suara gelak tawanya, untaian senyum yang terukir diwajah mereka, sudah cukup membuat hembusan napas dirinya kian berat,
oleh karenanya sebelum musim panas berakhir, sang kupu-kupu telah terbang berlalu. Bunga bersemi dan layu. Bunga layu dan bersemi lagi. Bagi seekor kupu-kupu waktu seolah-olah hanya menandakan semua ini adalah kehampaan dalam dirinya.

Musim panas pada tahun ketiga, sang kupu sudah tidak sering lagi pergi
mengunjungi kekasihnya. Tiga tahun perjanjian Tuhan dengan sang kupu akan segera berakhir dan pada saat hari yg terakhir perjanjiannya, sang pria kekasihnya sedang melangsungkan pernikahan dengan wanitanya di sebuah kapel di kota. Di dalam kapel kecil telah dipenuhi orang-orang, sanak saudara, dan kerabat. Sang kupu-kupu terbang masuk kedalam kapel dan hinggap perlahan di atas pundak Tuhan. Ia mendengarkan sang kekasih yang berada dibawah berikrar di hadapan Tuhan dengan mengatakan “saya bersedia menikah dengannya!”. Ia memandangi sang kekasih memakaikan cincin ke tangan wanita itu, kemudian memandangi mereka berciuman dengan mesranya lalu mengalirlah air mata sang kupu-kupu mengalir membasahi pelipis patung Tuhan. Dengan pedih hati Tuhan menarik napas “Apakah kamu menyesal?”. Sang kupu-kupu mengeringkan air matanya terdiam. Tuhan lalu berkata di sertai seberkas kegembiraan “Besok kamu sudah kembali menjadi manusia”. Sang kupu2 menggeleng-gelengkan kepalanya seraya berkata “Tuhan, biarkanlah aku menjadi kupu-kupu seumur hidupku”. Mungkin pada saat itu Tuhan tersenyum damai dengan jawaban sang kupu-kupu yang ingin menjadi kupu-kupu selamanya. Ia akan dengan bebas menghibur dirinya terbang mengunjungi dan melihat kekasihnya meskipun kekasihnya kini sudah bukan miliknya. Ia berdamai dengan keadaannya yang diputuskan Tuhan untuknya. Seandainya pun ia tetap menjadi manusia, ia mendapatkan begitu banyak pelajaran baru yang berharga dalam hidupya.

Bahwa ada beberapa kehilangan merupakan takdir yang telah ditetapkan Tuhan, mencintai seseorang memang tidak selamanya harus memiliki, tapi pengorbanan yang dilakukan dalam cinta adalah bentuk kesempurnaan cinta itu sendiri. Bagi mereka yang kini sudah terlengkapi hatinya, bersyukurlah atas cinta yang kalian miliki dengan saling menjaga keindahan itu hingga kalian wafat, jagalah keindahan dan kedamaian itu hingga kalian merasa bahwa Tuhan yang maha baik akan terus berikan kalian yang terbaik di dalam hidup kalian yang baik.

11.03

Cinta Dan Pernikahan

Kisah Plato dan Sepotong Gandum -- Unknow Writer

Suatu hari, Plato bertanya pada gurunya, "Apa itu cinta? Bagaimana saya menemukannya?

Gurunya menjawab, "Ada ladang gandum yang luas didepan sana. Berjalanlah kamu dan tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambillah satu saja ranting. Jika kamu menemukan rantingyang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta".

Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun.

Gurunya bertanya, "Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?"

Plato menjawab, "Aku hanya boleh membawa satu saja, dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali (berbalik)". Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan, tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut. Saat kumelanjutkan berjalan lebih jauh lagi, baru kusadari bahwasanya ranting-ranting yang kutemukan kemudian tak sebagus ranting yang tadi, jadi tak kuambil sebatangpun pada akhirnya"

Gurunya kemudian menjawab "Jadi ya itulah cinta"

Di hari yang lain, Plato bertanya lagi pada gurunya, "Apa itu perkawinan? Bagaimana saya bisa menemukannya?"

Gurunya pun menjawab "Ada hutan yang subur didepan saja. Berjalanlah tanpa boleh mundur kembali (menoleh) dan kamu hanya boleh menebang satu pohon saja. Dan tebanglah jika kamu menemukan pohon yang paling tinggi, karena artinya kamu telah menemukan apa itu perkawinan"

Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan membawa pohon. Pohon tersebut bukanlah pohon yang segar subur, dan tidak juga terlalu tinggi. Pohon itu biasa-biasa saja.

Gurunya bertanya, "Mengapa kamu memotong pohon yang seperti itu?"

Plato pun menjawab, "sebab berdasarkan pengalamanku sebelumnya, setelah menjelajah hampir setengah hutan, ternyata aku kembali dengan tangan kosong. Jadi dikesempatan ini, aku lihat pohon ini, dan kurasa tidaklah buruk-buruk amat, jadi kuputuskan untuk menebangnya dan membawanya kesini. Aku tidak mau menghilangkan kesempatan untuk mendapatkannya"

Gurunya pun kemudian menjawab, "Dan ya itulah perkawinan"

17.11

Jangan Menyalahkan Cinta

jika ada sebua bangku sekolah
yang mengajarkan tentang hakikat cinta
maka aku mohon daftarkan aku segera
agar aku bisa mencintai dengan sempurna
tanpa ada irisan-irisan nafsu sela hati

jika cinta diajarkan dengan sebuah mistik
maka aku harus berapa hari untuk melakukan tapa
atau berapa abad bagiku menjalani semedi
agar aku bisa mengupas sebuah cinta
dan menyajikan hidangan cinta bagi yang aku sayangi

jika cinta adalah sesuatu yang suci
ajarkan diriku untuk mengambil kemurniannya
lalu aku balurkan pada tubuhku yang hina
agar nafsu liarku segera sirna tanpa sisa

-----rr_kabalmay wrote :-------------

Kepada Siapa Cinta Bicara

Kepada kau yang pernah mencinta

Kepada kau yang pernah dicinta

Kepada siapa saja yang pernah membawa, menikmati, hanyut, terombang-ambing, terhempas, terdampar dan bahkan larut tak bersisa menyatu dalam Cinta

Kepada bidadari, kepada angin, kepadabulan, kepada matahari, kepada gemintang, kepada awan, kepada hujan, kepadalaut, kepada batu karang, kepada pantai, kepada nyiur, kepada semesta dan alam raya

Kepada peristiwa yang pernah hadir dalam hidupku yang belum sempat kunamai

Kepada yang kucintai, kepada yang mencintaiku, kepada yang mengajariku dan aku belajar makna Cinta darinya

Kepada kalian kutuliskan kata sakti ini

Cinta, Cinta, Cinta dan Cinta….

Datangnya bisa tiba-tiba

Pun dapat tumbuh perlahan

Karena benihnya bersemayam di hatimu

Cinta…

Rumit bila kau memaksa mencintai dengan sedehana

Sederhana bila kau merasa sudah cukup dengannya

Bahagia jika sesuai kehendakmu

Sakit jika tak sejalan dengan yang kau mau

Cinta…

Rasa yang teramat sulit diartikan

Bahagia, ngeri dan nyeri yang tak terperi menyatu membungkusmu

Maka tak perlu bertanya, resapi saja…

Tuturkan, jangan kau umbar

Berikan, jangan mengharap kembali

Cinta…

Sungguh arasnya tak terjangkau

Percintaan dan pernikahan sejatinya hanya upaya untuk menafsirkan

Luas, sempit, dalam, dangkal adalah pemaknaan semu tentangnya

Karena Cinta sudah cukup untuk Cinta

Bila cinta menjelma bahagia, berbalut derita, berbunga kasmaran, membuatmu gila, mencengkerammu, mencekikmu, membekapmu, membelaimu, menggantangmu, mengurapimu bahkan membunuhmu sekalipun…

Maka jangan pernah bertanya, kenapa?

Yogyakarta, 5 Januari 2008

Rofiko Rahayu Kabalmay

Terinspirasi dari kata-kata bijak Imam Ali bin Abi Thalib (semoga Allah memuliakan wajahmu ya Amirul Mukminin).
"Jika kau mencintai sesuatu, cintailah sewajarnya saja karena kau tidak akan pernah tahu kapan kau membencinya, dan jika kau membenci sesuatu, bencilah sewajarnya saja karena kau pun tidak akan pernah tahu kapan cinta itu kembali."


----- Original Message ----
From: Hapsari Wirastuti Susetianingtyas <hapsari.ws@gmail.com>
Sent: Friday, January 4, 2008 11:22:16 AM
Subject: Jangan Menyalahkan Cinta

Cinta adalah suatu perasaan yang indah bagi yang mengalaminya. Cinta bukan sesuatu yang menyakitkan. Tapi cinta itu mengobati jiwa. Bagi sebagian orang cinta hanya dianggap suatu fase kehidupan yang semua orang akan mengalaminya tanpa berfikir mengenai maknanya. Sehingga dalam perjalanannya cinta hanyalah cerita. Bagi sebagian lainnya cinta itu pengorbanan untuk mendapatkannya. Berkorban waktu, berkorban uang bahkan berkorban kebebasan. Hanya berkorban tanpa menentang. Sebagian lainnya menganggap cinta itu adalah perjuangan. Perjuangan untuk mendapatkan hatinya, perjuangan untuk meyakinkan bahwa kitalah yang pantas mendampinginya, bahkan perjuangan untuk menjadikannya pasangan seumur hidup kita.

Cinta seperti apa yang kamu punya?

Cinta itu tidak untuk dinodai, tidak untuk diduakan walau hanya dalam hati semata dan tidak untuk menyakiti diri sendiri. Cinta bukan untuk ditangisi, bukan untuk bersedih dan bukan untuk disesali. Cinta itu bukan kebohongan dan bukan untuk didustai. Cinta itu bukan keterpaksaan. Cinta itu bukan sesuatu yang harus disesali karena cinta itu memilih dan dipilih. Cinta adalah perjuangan untuk menunjukkan kesungguhan dan keikhlasan bukan hanya sekedar menunggu dan menyakiti diri sendiri.

Hmm...Semua yang menjadi pilihan cinta kita, seperti apakah cinta yang kita punyai sekarang, JANGAN pernah MENYALAHKAN mengapa cinta itu terpilih. Cinta terpilih bukan karena SIAPAPUN dan APAPUN. Cinta itu TIDAK untuk MENYAKITI maupun MENDZOLIMI tetapi untuk mendapatkan ridho Allah.

Terinspirasi dari makna kisah plato dan sepotong gandum : Pilihlah cinta dan jangan menengok ke belakang lagi walaupun cinta yang dipilih bukan yang terbaik

--
Regards,
Hapsari Wirastuti Susetianingtyas

10.23

Walau Habis Terang

Lirik Lagu Walau Habis Terang - Peterpan

Ku terbiasa tersenyum tenang
walau aargh…
hatiku menangis

Kaulah cerita
tertulis dengan pasti
selamanya dalam pikiranku

Lupakan semua
tinggalkan ini
Ku kan tenang
dan kau kan pergi

Berjalanlah walau habis terang
Ambil cahaya cinta kuterangi jalanmu

Di antara beribu lainnya
kau tetap..
kau tetap..
kau tetap..
benderang
O.. oo

MuSiKNYa eNaK BuaT DiDeNGeRiN KaLo LaGI BT

09.58

Hello

Lirik Hello-Lionel Richie

Ive been alone with you
Inside my mind
And in my dreams Ive kissed your lips
A thousand times
I sometimes see you
Pass outside my door

Hello!
Is it me youre looking for?
I can see it in your eyes
I can see it in your smile
Youre all Ive ever wanted
And my arms are open wide
Because you know just what to say
And you know just what to do
And I want to tell you so much
I love you

I long to see the sunlight in your hair
And tell you time and time again
How much I care
Sometimes I feel my heart will overflow
Hello!
Ive just got to let you know
Because I wonder where you are
And I wonder what you do
Are you somewhere feeling lonely?
Or is someone loving you?
Tell me how to win your heart
For I havent got a clue
But let me start by saying I love you

Hello!
Is it me youre looking for?
Becuase I wonder where you are
And I wonder what you do
Are you somewhere feeling lonely?
Or is someone loving you?
Tell me how to win your heart
For I havent got a clue
But let me start by saying I love you

"ouR MeMoRieS SoNG"

15.11

Malaikat Juga Tahu

Lirik Lagu Dewi Lestari - Malaikat Juga Tahu

Lelahmu jadi lelahku juga
Bahagiamu bahagiaku juga
Berbagi takdir kita selalu
Kecuali tiap kau jatuh hati

Kali ini hampir habis dayaku
Membuktikan padamu ada cinta yang nyata
Setia hadir setiap hari
Tak tega biarkan kau sendiri

Meski seringkali kau malah asyik sendiri
Karena kau tak lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya

Hampamu tak kan hilang semalam
Oleh pacar impian
Tetapi kesempatan untukku yang mungkin tak sempurna
Tapi siap untuk diuji
Kupercaya diri
Cintaku yang sejati

Namun tak kau lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya

Kau selalu meminta terus kutemani
Engkau selalu bercanda andai wajahku diganti
Relakan ku pergi
Karna tak sanggup sendiri

Namun tak kau lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu Aku kan jadi juaranya

Lirik Lagu Dewi Lestari - Malaikat Juga Tahu

15.06

Kau Sahabatku Terbaik di Dunia

“Halo, selamat pagi,Veni ya?”sapa seseorang diseberang sana. “Dari mana ini?” kataku. “Ini Veni ya, apa kabar sayang” katanyanya lagi. “Maaf, sepertinya salah sambung” jawabku. Langsung saja aku matikan telponku, aku benar-benar sibuk saat ini, tidak ada waktu untuk melayani orang iseng macam itu. Sekali lagi telponku berdering. Aku biarkan telpon itu terus menyanyikan lagu thank you-nya Dido. Sejurus kemudian nada SMS masuk berdering. Nomor telpon itu lagi. “Ven, kok dimatiin si telpna kan belum selesai ngobrol, jgn takut aku temen lamamu” begitu bunyi SMS itu. “Teman lama, sapa lagi ya” pikirku. Lagu Dido berbunyi lagi. “Yah,..ini orang niat banget sih” gerutuku lagi. Terpaksa aku mengangkat telpon itu demi untuk menghilangkan rasa penasaranku akan “temen lama” itu. “Ya” kataku. “Gitu dong telponnya diangkat” suara dari seberang. “Anda siapa ya? Temenku apa?” tanyaku. “Wah,..kamu bener-bener nggak ingat siapa aku ya” katanya. “Bukan begitu, tapi suara anda benar-benar asing bagi saya” kataku. “Bener nih nggak ingat?” katanya. “Maaf saya sedang sibuk, nanti aja telponnya” jawabku. “Bentar dong, jangan ngambek, aku bantu kamu mengingat deh” katanya. “Terserah” kataku ketus. “Inget nggak kita pernah kehujanan dari bekasi ke pasar minggu?” tanyanya. “Nggak” jawabku. “Inget lagu ini nggak ‘i want to thank you for giving me the best day in my life’” katanya. Aku terperanjat. “Cepiiiiiiiii” kataku. “Hehehe, waduh kamu parah banget, sampai nggak ingat aku” katanya. “kamu kemana aja, dasar orang aneh, nggak ngasih kabar tiba-tiba main ngilang aja” kataku. “Aku masih disini kok dibalik bayangmu” katanya. “Bodoh” kataku. ”Udah berapa lama sih kita nggak ketemu?” tanyaku. ”Wah udah lama Vin, sory ya aku ngilang begitu aja” katanya. ”Ah...kamu memang nggak asik” kataku. ”Kadang aku memang nggak asik tapi yang penting aku bisa menghargai persahabatan kita” katanya. ”Maksudmu?” kataku. ”Eh...Nggak-nggak, nggak apa-apa kok” katanya. ”Kamu kok jadi nggak bisa jujur lagi sih sama aku, aku marah lho” candaku. ”Yee,..masak digituin sih” balasnya. ”Kamu memang nggak bisa ilang jeleknya” Kataku. ”BTW, kenapa dulu kamu tiba-tiba ilang?”tanyaku penasaran. ”Nggak ah” katanya. ”Nggak apa maksudmu?” tanyaku. ”Aku nggak mau jawab” katanya. ”Napa?” tanyaku. ”Gak papa”jawabnya. ”Pasti ada alasan untuk melakukan suatu tindakan kan, Cep?” kataku. ”Lagian kita kemana-mana bareng, eh tiba-tiba aku ke kosmu kamu dah pindah, HP udah ganti nomer, kayak orang stres aja kamu” kataku. ”Hehehe” jawabnya. ”Kok cuma ketawa sih” kataku. ”Beri aku alasan dong, kalo nggak aku nggak mau angkat telpon kamu lagi” kataku lagi. ”Janji jangan marah ya” katanya. ”Ok, sebodoh apapun alasan kamu aku nggak akan marah deh” kataku. ”Serius lho, janji lho” katanya. ”Iya, janji deh, ada apa sih?” tanyaku. ”Sebenarnya Vin kenapa aku pergi, itu karena aku menghindarimu, karena aku sadari sebenarnya sayangku padamu sudah melenceng dari tujuan persahabatan kita, dan kamu pernah bilang ’jangan pernah berbicara hati, karena itulah tujuan kita ada disini’, aku takut bila kamu membenciku karena kamupun telah berkata ’jangan pernah menodai persahabat kita dengan hal-hal yang konyol’. Aku memilih untuk tetap menjaga persahabatan kita, walaupun dengan cara seperti ini. Dan kenapa aku ada disini sekarang, itu karena aku ingin mendampingi kamu pas acara pernikahanmu nanti” Katanya. ”Aku tau kamu akan menikah dan aku ingin ada untukmu sebagai sahabatmu, kamu nggak perlu taukan, Vin, dari mana aku tau kamu akan menikah?” sambungnya. ”Dasar Cepi stupid” sahutku panjang. Sudah cukup aku tau alasannya kenapa aku tetap memilihnya sebagai seorang sahabat sampai saat ini.

’Malaikatpun tau kamu sahabat terbaik di dunia’

15.05

Aku Tau Kau Hanya Cemburu

Aku sadar
Saat Amarahmu terbakar kala ku sulut
Dengan lantunkan indah kisah lalu
Ku berkeras untuk menuturkannya
Dan menyingkirkan perasaanmu


Aku sadar

Saat kau salahkan diriku
Atas perihmu dengan segala keegoisanku
Yang tak pernah peduli

Hanya ada satu namaku dihatimu


Aku sadar
Saat kau sangkakan aku dengan tebakanmu
Ku tau kau tak benar-benar menduga
Karena kau tau kaulah labuhan hatiku

Dan kaulah tempatku kembali


Aku sadar
Kau hanya cemburu,..Ku coba mengerti,..

You just want to tell me how much You Love Me…

15.04

Semoga Engkau Ridhoi

Ya Allah,..
Sujudku memohon jalan-Mu menuju persinggahan
Engkau tandakan dalam lantunan ayat-Mu
Ku sandarkan sejumput harapan pada angan
Ku lukiskan rasa dalam hatiku satu

Ya Allah,..
Kumintakan ampunan-Mu atas amarahku
Yang selalu menyalahkan pertanda-Mu
Kali ini ku merasakan getarmu direlung hatiku
Kau tlah bukakan kabut hitam dihatiku

Ya Allah,..
Sujudku telah aku serahkan
Dan bila tanda-Mu bukan kehendakku
Ku tlah yakinkan ini garisan
Untuk menuntunku agar lebih dekat dengan-Mu
Serta ikhlaskan dan tuluskan niatku
Semoga Engkau ridhoi,..Amien,..

15.04

Ilusi Waktu

Saat rembulan tersenyum di ujung langit
Kurasakan malam mulai menarikan puisi

Dalam gemerlap indahnya bintang

Seakan menambah kesunyian alunan pena

Kusangkakan pada malam yang terkelip
Yang membawaku ke alam mimpi
Ilusi waktu yang tergambar dalam siluet
Tiba-tiba menyadarkanku kepada
Jiwa yang melayang dan beranjak mati

15.03

Dan Lagu itu Bercerita Tentang Kita

Saat ketukan not telah dimainkan
Ku tergugah melirihkan syairnya
Dengan dengungan pelan dibibirku
Juga lantunan halus dalam hatiku

Kau bisikkan lagu itu padaku

Saat malam mulai bercerita tentang cinta
Dan langit mulai memanjakan kerlipnya
Lalu kita ceritakan lagu itu
Pada malam dan langitnya
Dan lagu itu bercerita tentang kita

15.02

Siluet Kilauan Orange di Senja Ini

Kutenggok sepanjang senja ini dengan binar
Cerah menampakkan bulatan terang dihadapanku

Indah menerawangkan anggan dan mengelitik hati

Melamunkan pesona nurani yang tersirat


Matahariku,..hadir dihadapanku

Dengan sosoknya yang sederhana

Sesederhana pancaran cahaya didepanku

Hanya siluet kilauan orange disenja ini

15.00

Takdir Cinta

Malam ini semilir sepoi-sepoi angin menerpa wajahku. Aku berdiri di sebuah halte bis, memandangi setiap orang yang hilir mudik dihadapanku. Dingin memang angin malam ini, tetapi aku tidak peduli karena aku akan bertemu dengan seseorang yang selama ini memang ingin aku temui. Aku melihatnya disebuah surat kabar. Dia seorang penulis namanya Nania Yustisiana. Fotonya terpampang disebuah majalah ibu kota yang iseng aku beli ketika aku sedang makan siang di sebuah fast food. Saat itu aku langsung terpana dengan sebuah foto, diatasnya adalah sebuah hasil karyanya sebuah cerpen yang menceritakan tentang sebuah kisah percintaan lewat dunia maya. Aku tertarik untuk membaca ceritanya, karena foto itu. Entahlah,..ada apa dengan aku ini, belum pernah kurasakan sebelumnya, yang pasti foto itu terlihat sangat menarik bagiku. Dibagian akhir tulisannya ada alamat emailnya. Iseng saja pikiranku saat itu, aku ingin mengenalnya dan hal pertama yang aku lakukan setelah kembali ke kantor adalah mengirimkan email sederhana kepadanya

Selamat siang mbak,..

Saya baru saja membaca tulisan anda di majalah friend,..
Tulisan mbak bagus,..
Terus berkarya mbak,..
Salam kenal

Aku tidak berharap dia membalas emailku, tetapi ternyata di luar dugaanku, 5 menit kemudian sebuah email masuk

Terima kasih telah membaca tulisan saya,..

Salam kenal kembali

Itulah awal mula aku mengenalnya. Kami mulai berbalas email, chating bahkan aku mulai berani menelponnya. Dia wanita yang sangat mandiri, tegas, smart, lucu dan enak diajak ngobrol, sangat sempurna bagiku sehingga ketika dia berkata dia akan pergi ke kotaku aku berniat untuk menemuinya. Dia akan berada di kotaku selama 3 hari, dia akan menghadiri suatu pertemuan penulis di sebuah mall terkenal di kotaku. Dan inilah hari itu..

Aku masih saja berdiri disini. Aku melongok ke atas sambil mencari sesuatu yang aku juga tidak tahu, indah sekali malam ini, bulan bersinar dengan sempurna. Sesempurna pertemuanku dengannya nanti. Aku mendesah panjang, kutenangkan hatiku yang resah, kupejamkan mataku sebentar. Detak jantung ini mulai tak beraturan, sungguh benar-benar meresahkan. Segala pikiran berkecamuk diotakku hilir mudik tidak teratur yang membuat perasaanku menjadi tak tenang. Aku bahkan tidak berani membayangkan seperti apa pertemuan kami nanti. Ku longok jam ditanganku, ¾ jam lagi waktu pertemuan itu tiba. Fuh,.. Ya Allah tenangkanlah hatiku. Kuayuhkan tanganku untuk mencegat taksi yang melintas dihadapanku. “Plaza Semanggi, Pak” kataku kepada sopir itu. Diapun mengangguk, mulai menjalankan argo taksinya dan melaju sedang. Ku lihat dari balik jendela taksi kulihat gedung-gedung diluar bertaburan lampu. “Masih ada juga yang bekerja” pikirku. Taksi perlahan-lahan berhenti, macet, yah..begitulah kira-kira. Detak jantungku semakin tak beraturan bukan karena kemacetan itu tetapi karena 10 menit lagi aku akan sampai ditempat itu. Aku mulai resah, tanganku dingin sekali, perutku jadi terasa sakit. Benar-benar menyiksaku sekali. Kulihat gedung plaza itu mulai tampak didepan mataku. Aku tidak bisa berpikir jernih. “Ya Allah, tenangkanlah hatiku” doaku. Semakin mendekat dan mendekat. Akhirnya sopir taksi itu menghentikan laju mobilnya. “Sudah sampai, Pak” katanya. Aku kaget, aku sedang sibuk menenangkan diri sehingga tanpa kusadari taksi sudah berhenti. Aku berikan selembar uang 50 ribuan kepada pengemudi taksi itu. Aku langsung keluar dari taksi itu. “Pak, kembaliannya” kata sopir taksi itu. “Udah ambil saja, Pak” kataku. Aku memasuki plaza itu, kuraih Hp-ku dan mulai menghubunginya. “Halo” sapa dari seberang. “Halo, aku dah nyampe, kamu dimana?” kataku. “Sebentar lagi aku nyampe, tunggu sebentar” katanya. “Ok, aku tunggu didepan Bank Swastika ya” kataku. “Ok” jawabnya. Aku memutuskan untuk jalan-jalan dulu sambil menenangkan hatiku.

Kulihat sekali lagi jam ditanganku, sudah 10 menit aku menunggunya. Pasti dia sudah datang, aku harus ke tempat kita janjian, didepan Bank Swastika. Saat aku sedang berjalan menuju kesana, aku melihatnya sedang menuju kearahku. “Nani” aku memanggilnya. Diapun menoleh kearahku. Tampak padaku senyumnya, kuulurkan tanganku. “Sani” ucapku. “Oh,..ini ya mas Sani” katanya. Aku tersenyum. “Ayo kita cari tempat buat ngobrol” ucapku. Aku berusaha setenang mungkin. Kamipun menemukan tempat yang cocok untuk berbicara. Ditempat paling tinggi gedung itu, di tempat yang paling romantis disini. Ada alunan musik yang mengiringi percakapan kami. Ada lilin yang menerangi meja kami. Ada angin berhembus semilir. Ada bulan yang memancarkan pesonanya. Hatiku bergetar hebat, tak pernah berani kupandang wajahnya. Bukan tak ingin, sungguh aku ingin sekali memandangnya, tapi aku yakin bila itu ku lakukan, aku akan terlihat seperti orang bodoh yang kehilangan kendali. Dan aku tak ingin bertingkah seperti itu dihadapannya. Aku tau yang aku lakukan akan membuatnya merasa tidak diperhatikan. Tetapi itulah yang bisa aku lakukan.

Jam semakin larut, sudah pukul 10 malam. “Ayo kita pulang, Mas, sudah malam” katanya. “Aku masih ingin disini” kataku. “Kapan-kapan kita bertemu lagi saja” katanya. Akupun menurutinya. Kami menuruni gedung itu. “Kayaknya besuk kamu ulang tahun ya Mas” katanya. “Iya” jawabku. Dia diam dan kamipun menaiki lift tanpa berbicara. “Aku antar kamu pulang” kataku. “Iya, Mas” jawabnya. Aku melambaikan tanganku pada taksi yang melintas didepanku. “Monas, Pak” kataku. Dia terkejut dan memandangiku. “Kenapa kita ke monas, Mas?” katanya. “Aku masih pengen ngobrol sama kamu, lagian besok kan libur” katanya. “Nggak ah, pulang aja” katanya. “Kenapa sih? Besuk aku ultah lho” kataku. “Emangnya kenapa? Aku kamu suruh jadi seseorang yang mengucapkan pertama kali selamat gitu” candanya. “Hehehe,..iya” kataku sekenanya. Aku terdiam sambil memandang keluar jendela. “Hmm” aku menghela napas yang ternyata tertangkap olehnya. “Napa, Mas?” katanya. “Eh,..ga papa” kataku. Pikiranku masih sama, masih kacau balau tak beraturan. “Tuh monasnya dah keliatan” katanya. Aku menoleh kearahnya. Lalu mataku tertuju pada wajahnya. Cantik sekali diterangi lampu jalanan yang sedang kami lewati, diantara remang-remang cahaya, dia terlihat sama mempesonanya. Dia menoleh kearahku. Aku pura-pura melihat luar jendela. Kamipun telah memasuki areal monas. Memang disini selalu ramai disaat weekend seperti ini, ada yang main futsal, ada hanya jalan-jalan, ada yang sedang duduk-duduk, ada yang sedang lari-lari. Kamipun memilih untuk duduk disebuah bangku yang kosong. Kami mulai bercerita tentang diri kami, apa yang kami lakukan, serta beberapa kesukaan kami. Sambil sesekali kumeliriknya karena sampai saat inipun aku belum berani memandangi wajahnya. Aneh,..aku memang aneh, untuk memandanginya saja aku tidak mampu.

Jam menunjukkan pukul 23.55, saat kulihat dia menarik tangannya untuk melihat jam. “Kurang 5 menit lagi, Mas” katanya. “He em” sahutku. Udara malam ini mulai dingin sekali, menusuk-nusuk tulang. Kulihat dia agak kedinginan. Dia tutup resleting jaketnya. “Dingin ya” kataku. “Iya” jawabnya. “Sayangnya hari ini aku tidak membawa jaket, kalo bawa pasti kamu nggak sedingin ini” kataku. “Ah,..nggak papa, jaketku juga sudah hangat kok” katanya. “Selamat ulang tahun, Mas” katanya. Aku tersentak kaget. “Eh udah jam 12 ya, makasih ya, Nan” kataku. “Asyik,..Aku jadi orang yang pertama” katanya girang. Aku mengangguk. “Udah pulang yuk, Mas” katanya. “Aku ngantuk banget” lanjutnya. Aku menoleh kearahnya. Wajahnya sudah kepayahan menahan kantuk. Aku sebenarnya nggak tega melihat wajahnya, tetapi aku benar-benar ingin mengatakan sesuatu padanya malam ini. Sesuatu yang mungkin tidak pernah terpikirkan olehnya sebelumnya. “Nan, aku mau ngomong sesuatu” kataku. “Emangnya dari tadi kita nggak ngomong ya” candanya. “Ini serius, Nan” kataku. “Iya deh,..ngomong aja” katanya. Aku bingung harus mulai dari mana untuk mengawali pembicaraan penting ini. Sebenarnya akupun juga tidak berani mengatakannya. Tapi ini harus aku lakukan karena aku tidak ingin selalu tersiksa seperti ini. Inilah kesempatanku, kalau tidak sekarang kapan lagi. “Nan, jawab yang jujur ya” kataku membuka pembicaraan. “Iya” katanya. “Nan, mau nggak kamu jadi kado terindahku hari ini? Mau nggak kamu jadi istriku?” kataku. Entahlah tiba-tiba saja aku mengucapkan kata itu dan mempunyai keberanian untuk mengucapkannya. Seperti dugaanku Nani sangat terkejut, wajahnya terlihat memandangiku dengan aneh. Dia terdiam, lama sekali dia terdiam. “Nan, kamu marah ya?” kataku. Dia masih terdiam. “Nan, ngomong dong” kataku. Dia menoleh kearahku. “Mas, aku kira selama ini kamu menganggap aku sebagai adik, aku benar-benar terkejut kamu berkata seperti itu” katanya. Tubuhku lemas seketika mendengar apa yang dia katakan. Aku tau dia akan mengatakan seperti itu, karena selama ini aku memang tidak pernah menunjukkan padanya mengenai rasaku ini. Aku tertunduk dan berpikir. Tiba-tiba ada keberanian dalam diriku untuk mencoba meyakinkannya tentang rasaku ini. Ya,..Aku harus menyakinkannya. “Nan, kamu percaya takdir nggak?” kataku. “Percaya” katanya. “Maukah kamu menjalani dulu takdir kita ini” kataku. “Kita coba jalani dulu, Nan” kataku. “Aku tau, Nan, Kamu juga sayang sama aku” kataku. Terbesit keraguan di wajah Nani. Aku menatapnya, kulihat matanya, sembari mengatakan “Nan, jika takdir sudah dilukiskan maka kita tidak bisa menolak, apakah takdir itu kita berjodoh atau kita tidak berjodoh, tetapi takdir kita hari ini adalah kita dipertemukan dan aku diberi kesempatan untuk meminta hatimu. Apakah nanti kamu menerimaku atau tidak itupun takdir untukku. Nan, hidup ini sudah ada yang mengatur. Kita telah terpilih secara acak untuk berkenalan, bertemu dan mungkin berjodoh, Nan. Jalanilah semua ini dulu, Nan. Karena aku percaya pasti ada alasan kenapa kita sampai dipertemukan dan kenapa hari ini harus terjadi. Aku tau, Nan, kamu, aku dan kita punya rasa sayang yang sama. Sekali lagi Nan, maukah kau menjalani takdir ini bersamaku?” kataku. Dia memandangiku, tersenyum dan mengangguk walaupun aku tau ada galau dihatinya yang meragukan pernyataan dan perkataanku. Hari ini memang indah bukan karena hari ini ulang tahunku tetapi aku mendapat kado terindah yaitu Nania Yustisiana. Terima kasih Ya Allah,..

Hello, is it me you looking for?
I can see it in your eyes, I can see it in your smile
You’re all I’ve ever wanted and my arms are open wide
Cause you know just what to say and you know just what to do
And I want to tell you so much, I LOVE U,..
(Hello, Lionel Richie)

“Sekedar imajinasi penulis”

11.51

Bintang itu Matahariku

Bintang tak seharusnya berkilauan sendiri dilangit
Harus ada gugusan yang menyertainya
Tapi harus tetap kau tunjuk satu diantaranya
Dialah yang paling berkilau untuk hatimu


Dan bagiku bintang itu adalah MATAHARIKU
Kilaunya membuatku tak bisa berhenti berangan
Bahwa setiap hari aku akan selalu memandanginya
Sembari memberikan senyum terindahku
Agar hangatnya bisa kurasakan merasuki jiwaku

11.50

Lagu Cinta Untukmu

Aku mendengar detaknya
Shiphony yang mengalunkan lagu
Jauh dalam lubuk hatiku
Mengalun pelan dengan nada

Lagu ini benar sempurna
Mensyairkan sejuta pesona jiwa
Merdu memenuhi desiran kalbu
Mendendangkan seruni merah jambu

Inilah lagu cinta itu
Melagu saat ku memandangmu
Seiring detak jantungku
Yang terpana melihatmu

11.50

Sebuah Ruang Rindu

Aku mencari,..

Didalam ingatanku
Dilubuk hatiku
Dijejak langkahku
Didetak nadiku
Dihembusan napasku
Dialiran darahku
Disepanjang waktu


Dan kutemukan,..
Jiwa yang menyapa
Dalam sebuah ruang rindu
Lalu,..kuserukan gaungnya


Dilengkungan pelangi
Dikerlipan bintang
Dipijaran surya
Digemerlap bulan
Digugusan mega
Dipenghujung lautan
Diluasnya angkasa
Diseluruh penjuru semesta


Hingga detaknya
Mendekap keajaibanmu


“MiSS u MuCH”

11.49

Ku Tau Pertandamu Cinta

Semesta berbisik padaku suatu hari

Saat ku pasung hati disudut mega

Mereka menerbangkanku ke angkasa

Dan menunjukkan jarinya ke arahmu


Bintang itu sangat gemerlap

Menerangi dengan kilauan nyata

Mereka tlah membawaku memandangimu

Sembari mengatupkan hatiku


Aku pun terpana,..

Tanpa mampu mensyairkan kata

Tapi ku tau pertandamu cinta

Kilaumu itu,..

Hanya untuk membuatku

Jatuh cinta padamu,..

11.49

Aku dan Kau yang Sempurna

Aku adalah mentari yang menyapa hari
Kau adalah tetesan embun yang menyejukkan pagi
Aku adalah matahari yang menghiasi cakrawala
Kau adalah warna keemasan yang menyelimutinya
Aku adalah bulan yang menemani malam
Kau adalah bulatan yang membuatnya purnama
Aku adalah hujan yang menyirami bumi
Kau adalah gemercik air yang mengalunkan lagu
Aku adalah pelangi yang mewarnai angkasa
Kau adalah lengkungan warna sprektum cahaya
Aku adalah senja yang mengarak sang surya turun
Kau adalah lembayung yang membatasi cakrawala di ujung laut
Aku adalah bintang kejora yang terkelip diangkasa
Kau adalah sinar yang menyorotkan bias nur
Aku adalah kelopak yang membentuk indahnya bunga
Kau adalah harum yang memekarkan kuntum
Aku adalah peri yang ingin mengapai angkasa
Kau adalah sayap yang menerbangkanku lebih tinggi
Aku adalah jasad yang membentuk tubuh
Kau adalah ruh yang menggerakkan raga

Dalam sejuta makna aku dan kau
Aku adalah manusia yang sangat biasa
Dan kau adalah sosok yang selalu terpikir
Bahwa aku adalah kau yang sempurna,..

11.48

Kabar untukmu Cinta

Hari yang hadir adalah pagi yang elok

Saat suara merdumu menyapa batinku

Ku terpaku dalam angan yang menyeru

Untukku pagi ini hangati jiwamu

Cintamu yang sesempurna kilauan embun

Menyergap sekujur hatiku disini

Untuk selalu mengganggu harimu

Menemani langkah kecilmu sepanjang waktu


Ku kabarkan padamu cinta,..

Dalam pesona sejuta lengkungan pelangi

Yang mewarnai hari selepas hujan menguyur

Hanya engkaulah yang paling berwarna

Dan paling mempesona,..

11.47

Ukiran Sajak dalam Sebuah Nama

Sepenggal matahari siratkan jiwa raga kepada bumi

Ketika bidadari rangkaikan sajak setia dihati

Lautan cinta yang menggulung takdir

Sematkan makna dalam sebuah nama


Diukirnya sajak dalam satu nafas

Semaikan warna romansa jiwa

Nyata dalam goresan pena

Terbangkan sukma dalam syurga cinta


“TeRiMaKaSiH CiNTa,..”

11.47

Setiap Awal Huruf yang Terpikir

Aku sadari bila malam semakin melejit

Nampak padaku setiap lelehan wajahmu

Indahnya setiap desiran yang tersirat

Tertumpah pada setiap detakan relungku

Yang menginginkanmu satu dalam jiwaku

Oleh tepukan cinta yang memanggil hatiku

Pada sebuah pertemuan yang tertakdir

Entahlah sangat menggetarkan kehidupan

Rangkaian siluet yang merajukkan asa

Tanpa keraguan yang memenuhi kalbu

Ingin yang bukan sekedar ilusi

Walaupun tampak sebagai suatu yang sederhana

Antara sepasang jiwa yang mencari hati

Nikmatkan bingkai rasa dalam setiap sudut sukma

Goreskan takdir yang terpilih dengan acak

Gusti,..beri kami ridho dan barokah

Oleh sebuah pilihan yang teryakini

Napas kehidupan yang akan kami susun

Oleh setiap awal huruf yang terpikir”

11.46

Cinta Dunia Maya

Hari ini masih sama seperti hari sebelumnya. Jam 8 komputerku menyala, aku sign in kedua IM-ku yang selama ini aku gunakan untuk chat dengan temanku. Kulihat beberapa orang temanku sudah ada yang online. “Pagi” layar monitorku berkelip. “Pagi juga” kataku. Sudah beberapa bulan ini aku bercakap-cakap dengannya. Namanya Dhanis “Dhanis_manis” begitu nama IM-nya. “Narsis banget” itulah pikirku pertama kali saat mulai meng-add dia. Dia mengenalku dari beberapa email yang aku kirimkan ke dunia maya. Tertarik dengan namaku “Dyah Anggun Aulia Prasasti” yang kata orang tuaku berarti “Keanggunan wanita yang ditulis ulama diprasastinya”. “Dalem banget artinya” begitu ucapnya saat aku tanya kenapa tertarik dengan namaku. Dhanis adalah lulusan universitas negeri di Jakarta, dia bekerja sebagai internal auditor di perusahaan swasta di Jakarta. Saat awal kita ngobrol, dia suka sekali menebak mengenai aku. “Sok tau banget nih orang” pikirku saat itu. “Kamu orangnya teratur ya, teliti dan selalu melakukan hal yang sama setiap harinya” begitu katanya. Itulah Dhanis yang selalu memposisikan sesuatu dari segi psikologi, karena mungkin aku adalah seorang psikolog yang bekerja sebagai SDM di perusahaan swasta di Jakarta. “Kamu emangnya sapa sih?” kataku. “Aku suka membaca karakter orang” begitu katanya. “Ah kamu salah mendeskripsikan aku” kataku sekenanya. Walau aku akui semua yang dikatakannya itu benar. “Kamu itu jaim banget sih” katanya. “Nggak juga, kamu sukanya nebak gitu, takut ketahuan semuanya” kataku sekenanya. Itulah beberapa percakapanku diawal perkenalan kami. Dan beberapa bulan kemudian masih sama, kami masih suka menyapa dengan frekuensi yang tidak teratur. Kami hanya bercerita mengenai hal-hal umum saja, bahkan bukan sesuatu yang bersifat pribadi. Setauku dia berumur sama denganku, bekerja dan tinggal satu kota denganku. Benar-benar sangat umum. Mulai dari pekerjaan, kegiatan yang sering dilakukan dan segala sesuatu yang aku yakin orang lain juga tahu. IM-ku yang satu ini seperti jadi media private chatku dengannya, karena hanya dia yang chat denganku menggunakan salah satu IM-ku ini.

“Dy, no HP kamu berapa?” tanyanya suatu hari. “Napa emangnya?” tanyaku. “Aku pengen dengar suaramu” jawabnya. “Halah,..kok pake pengen dengar suaraku segala” candaku. “Ya,..iyalah kita kan udah lama chat buat memastikan saja kalo aku bener-bener chat dengan wanita” katanya. “Dan untuk memastikan padamu juga kalo aku bener-bener pria” sambungnya. “Kamu itu bisa aja” kataku. “Kasih dong, nanti aku telpon deh” katanya. “Beri aku no HP kamu dulu” kataku. “081223456789, telpon aja kalo nggak percaya” katanya. “Iya, nanti aku telpon kamu ya” kataku. “Lha terus no HP kamu?” tanyanya. “Tunggu aku telpon kamu aja ya” jawabku sekenanya. “Bener lho Dy” katanya. ”Iya” kataku enteng. Aku dan Dhanis mempunyai banyak perbedaan, sepertinya dalam percakapan kami tidak satupun ada yang sama. Tapi entah kenapa aku lebih nyambung ngobrol dengannya daripada dengan temanku yang lainnya. Suatu hari aku menepati janjiku. Aku meng-SMS Dhanis saat ulang tahunnya. Itu sudah 2 bulan setelah mendapatkan no HP nya. Dhanis langsung menelponku. “Makasih ya Dy” katanya. Suaranya berat, tegas dan sepertinya dewasa sekali. Bener-bener seperti dugaanku sebelumnya.

“Dy, kita copy darat yuk” katanya. “Halah, kamu itu aneh-aneh aja sih” kataku. “Aku ingin memastikan bahwa PIC yang aku kirim padamu benar dan PIC yang aku kirim padaku benar” katanya. “Kayaknya pernah denger deh” kataku. “Emang” katanya. “Ketemuan dimana?” kataku. “Terserah kamu” jawabnya. “Dimana ya, oiya, di café temanku aja, aku sering kesana, tempatnya enak banget” kataku. “Selain itu lebih aman bagiku untuk copy darat dengan orang yang tak pernah aku temui sebelumnya” pikirku. “Boleh, didaerah mana?” tanyanya. “Daerah Blok M” kataku. “Ok deh, besuk sabtu gimana? Sekitar jam 11” katanya. “Bagaimana cara tau itu kamu dan itu aku?” kataku. “Kan kita sudah tau PIC masing-masing” jawabnya. “Bisa saja PIC menipu kan” kataku. “Liat aja deh” jawabnya. “Ok deh, aku tunggu ya” kataku.

Sabtu ditempat yang ditentukan. Aku memang berniat datang lebih awal, untuk sekedar berbincang sebentar dengan temanku Surya pemilik café ini, aku tahu sabtu adalah waktu tersibuknya karena inilah waktu terbaik untuk ber-weekend ria. Aku memesan Capucino panas kesukaanku, Surya sampai hafal dengan menu favoriteku itu. Aku bawa buku kesukaanku pula untuk aku baca sampai tuntas sambil menunggu Dhanis. Jam sudah menunjukkan pukul 11.30, Dhanis belum juga tampak batang hidungnya. “Mungkin dia kena macet” pikirku, di Jakarta tidak ada jam tidak macet walau hari sabtu sekalipun. Aku mencoba menghubunginya. Tidak diangkat, sekali lagi, tetap tidak diangkat. Aku mencoba SMS Dhanis. “Dhanis ada dimana?” ketikku di HP. Tidak ada jawaban. “Mungkin Dhanis masih dijalan” pikirku. Aku mencoba bersabar untuk menunggunya. Jam telah menunjukkan pukul 13.00, aku masih di café itu, menunggu Dhanis. Aku coba telpon lagi, tidak diangkat, sekali lagi, tidak diangkat juga. “Sudah habis kesabaranku” gumamku. Aku merasa dipermainkan Dhanis. Kali ini aku benar-benar marah. Aku mengirimkan sebuah SMS padanya “Maaf Dhanis, Kalo anda sedang sibuk jangan pernah sekali lagi membuat janji dengan orang lain dan jangan pernah menemui saya lagi” ketikku dalam SMS itu. Aku meninggalkan café itu dengan perasaan kecewa. Orang yang aku percaya selama ini mempunyai kualitas kepribadian seperti ini. Disepanjang jalan aku mengerutu tidak ada habisnya. Saat malam tibapun, Dhanis juga tidak memberikan kabar. Entah dimana anak itu ternyata aku salah menilai orang. Dimana nyalinya, seharusnya itu bukan sikap pria. Sesibuk apapun seharusnya dia mempunyai waktu untuk hanya sekedar memberi aku kabar dimana dia sekarang. Apakah terlalu sulit hanya untuk menelepon atau menuliskan SMS. Akupun sudah menyiapkan kata-kata untuk menumpahkan amarahku besok pagi padanya.

Keesokan harinya, dia masih saja offline, sampai akhir haripun tetap offline. Begitupula hari selanjutnya dan selanjutnya, sampai seminggu kemudian, tetap saja dia tidak tampak. Aku malas bila harus meng-SMS atau menelponnya lagi. “Nggak penting deh” pikirku. Ini sudah hari ketujuh dia menghilang. Dan aku sudah sedikit melupakan kejadian itu. Suatu sore tiba-tiba telponku berdering dari nomer yang tidak aku kenal. “Halo” kataku. “Dy” jawaban dari seberang. Aku merasa mengenal suaranya. Ya,..itu suara Dhanis. Belum sempat aku bicara, dia sudah melanjutkan kata-katanya. “Aku berada di depan kantormu, aku ingin menemuimu, please temui aku” katanya. Belum sempat aku berbicara, telponnya sudah ditutup. Aku coba telpon kembali untuk mengatakan “Aku takkan pernah mau menemuimu lagi” tetapi telpon diseberang mengatakan “nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif atau diluar jangkauan, silahkan meninggalkan pesan”, pertanda HP-nya dimatikan. “Maunya apa sih tuh orang” pikirku. Aku segera beranjak keluar kantor. Aku mencari sosok Dhanis, aku masih punya sisa ingatan mengenai sosoknya dari PIC yang dikirimkannya padaku. Aku coba mencari sosok yang belum aku kenal sebelumnya itu diantara sosok-sosok temanku yang sedang menyiapkan diri pulang ke rumah. “Kamu Dyah ya” suara itu mengagetkanku. Aku menoleh ke arah suara tepat dibelakangku. “Dhanis” kataku. Persis seperti sosok yang digambarkannya selama ini. Dia memandangiku, begitupula aku. “Dy, ijinkan aku berbicara sebentar padamu” katanya. “Apa yang ingin kamu bicarakan lagi Dhan” kataku. “Aku tau kamu marah besar padaku Dy, tapi dengarlah penjelasanku dulu” katanya. “Sudahlah aku tidak ingin mendengar segala alasanmu lagi” kataku. Aku beranjak dari tempatku berdiri, tetapi tangannya meraih lenganku. “Please Dy, dengerin aku dulu” katanya. “Lepaskan tanganmu” kataku. “Aku akan melepaskan tanganku setelah kamu mau aku ajak bicara. Aku tak peduli walaupun kamu berteriak sekalipun” katanya. “Apa sih maumu” kataku. “Kamu akan tau Dy” jawabnya. “Ayo kita ke café temanmu itu seperti janji kita bertemu seminggu yang lalu” katanya. “Kita bicara disini saja” kataku. “Dy, please, jika kamu berikan waktu walaupun untuk yang terakhir sekalipun, aku terima Dy, tapi tolong dengerin penjelasan aku dulu” katanya. “Ok, aku beri kamu waktu untuk yang terakhir kali” kataku.

Dia memacu motornya ke café Surya. Diperjalanan dia tidak mengatakan sepatah katapun begitu pula aku. Tiba-tiba aku merasakan amarah kembali yang sangat dari diriku kepadanya. “Aku harus mengendalikan ini” pikirku. Kami tiba di café Surya, 45 menit kemudian, suasananya agak lengang kali ini. Aku memesan Capucino kesukaanku sedangkan dia memesan soft drink. “Apa yang ingin kamu jelaskan” kataku mengawali pembicaraan. “Dy, aku ingin bercerita padamu, tetapi jangan pernah memotong perkataanku dulu, kamu punya waktu berbicara setelah aku selesai menjelaskan kepadamu” katanya. “Kenapa orang ini selalu berbicara sistematis” pikirku. Dhanis selalu berbicara dengan alur, dari semenjak saat kita pertama kali bertemu di dunia maya sampai saat kami bertemu nyata. Mungkin karena pekerjaannya sebagai auditor yang selalu menggunakan alur untuk menarik kesimpulan. “Terserah rule-mu lah Dhan” kataku sekenanya. “Dy, aku tau kamu marah, tapi please dengarkan aku dengan seksama, setelah itu kamu bebas melakukan apapun terhadap diriku” katanya. “ya,..ya,..terserah maumu lah” kataku.

Dhanis mulai bercerita. “Dy, sebenarnya seminggu yang lalu saat kita buat janji disini, aku sudah berada disini ½ jam sebelum kamu datang” katanya memulai. “Aku melihatmu masuk ke café dan berbincang sebentar dengan temanmu itu” sambungnya. “Kamu memesan Capucino panas saat itu, sambil menungguku, kamu membaca buku”. “Buku berwarna merah tapi tidak jelas buku apa yang kamu baca”. “Kamu duduk di meja no. 5, memakai baju biru dengan celana jeans biru” katanya. “Jam 11.30 kamu mulai menelpon dan meng-SMS-ku tapi aku tidak berani mengangkat” “Kamu memesan kembali capucino dingin setelah itu, kamu selesai membaca bukumu jam 12.15” katanya. “Jam 12.30 kamu pergi ke toilet, sambil berbincang sebentar kearah pelayan yang menjaga pintu itu. Kamu memperlihatkan sesuatu padanya. Aku rasa kamu berbicara padanya untuk menyuruhku menunggu bila aku datang, aku tau kamu menunjukkan PIC-ku padanya” katanya. “Kamu kembali lagi kemejamu jam 12.45, kamu menelponku lagi dan meng-SMS aku lagi sebelum meninggalkan café ini” jelasnya. “Jam 13.00 kamu meninggalkan café ini” katanya. Penjelasannya sangat lugas sekali, benar itulah yang aku lakukan saat itu, sampai sedetail itu dia memperhatikan aku. “Terus kena..” kataku tetapi terlanjur dipotong olehnya. “Dy, please kamu jangan bicara dulu” katanya. “Aku tau kamu ingin menanyakan kenapa aku tidak menemuimu kan?” katanya. “Dy, sewaktu melihatmu datang dan duduk dimeja itu, aku berharap segera menemuimu. Aku duduk di meja no. 10, ditempat kita saat ini Dy, tampak jelas dari sini meja no.5 itu” terangnya. Memang tampak jelas sekali, tetapi dari meja no. 5 tidak begitu jelas untuk melihat kearah meja no. 10 karena harus menengok. “Aku memandangimu, kamu cantik Dy, sempurna” katanya. “Lebih dari yang aku duga sebelumnya, benar-benar lebih dari dugaanku sebelumnya” katanya. “Aku terlalu pengecut Dy, hanya untuk menemuimu saja aku tidak berani. Aku takut kamu kecewa melihatku. Kamu liat sekarang kan, aku hanya orang biasa-biasa saja” sambungnya. “Aku takut untuk menemuimu dan kuputuskan saat itu untuk tidak bertemu denganmu dulu. Ternyata setelah melihatmu aku tidak siap bertemu denganmu” katanya. “Aku berencana akan memberi kabar padamu sore harinya” jelasnya. “Tapi saat aku melihatmu pulang dan membaca SMS-mu, aku jadi mengurungkan niatku itu dan aku benar-benar menyesal, kenapa aku tidak menemuimu saja dengan segala konsekuensinya. Aku melihat kamu benar-benar marah sekali Dy” sambungnya. “Aku pulang dengan keadaan sangat menyesal. Aku sangat ingin meminta maaf padamu tapi aku tau kamu masih sangat marah” sambungnya.”Maafkan aku ya Dy’ katanya. “Aku pikir harus menunggu waktu dulu sampai kamu agak melupakannya, bahkan aku berpikir untuk tidak menghubungimu lagi bila memang harus seperti itu” sambungnya. “Tapi 3 hari setelah itu, aku search namamu di google, aku menemukan namamu lolos seleksi penerimaan karyawan di Yogyakarta. Dan aku tau kamu akan menerimanya kesempatan itu kan” katanya. “Aku berpikir dan terus berpikir Dy, aku tidak bisa berhenti memikirkanmu. Akhirnya aku putuskan untuk menemuimu lagi” sambungnya. “Dy, taukah kamu kalo sebenarnya menyukaimu” katanya. “Tinggallah disini saja Dy” katanya. “Aku meminta padamu” katanya sambil menundukkan muka. “Dy, aku benar-benar meminta maaf padamu, maafkan semua kesalahanku ya” katanya. Wajahnya tampak menyesal sekali. “Aku sudah selesai bicara, Dy” katanya.

Aku pandangi matanya, amarahku berangsur-angsur menghilang. Aku dengarkan setiap kata demi kata yang diucapkannya tadi. “Dy, bicaralah” katanya. “Dhan, kamu itu seperti Dhanis yang aku dugakan selama ini. Inilah Dhanis yang selama ini hanya aku ajak berbicara di chat. Sosok kamu inilah yang selama ini aku pikirkaan mengenai Dhanis didunia nyata. Tidak ada yang salah dengan yang aku pikirkan” kataku. “Kamu orang yang sederhana, sistematis, teratur, suka bicara apa yang kamu pikirkan dan secara fisikpun tidak melenceng dari dugaanku selama ini” kataku. “Aku tidak pernah berpikir mengenai seperti apa fisikmu, Dhan, hanya saja aku kecewa dengan sikapmu” sambungku. “Seharusnya walau bagaimanapun kamu harus menemui aku dulu waktu itu, karena kamu telah berjanji menemuiku, ingat Dhan menunggu itu menjenuhkan” kataku. “Saat itu sebenarnya aku ingin mengatakan padamu aku telah lolos seleksi yang pernah aku ceritakan padamu sebelumnya, aku ingin bilang padamu bagaimana sebaiknya, apakah aku harus pergi atau tetap tinggal” kataku. “Dan setelah kejadian itu, aku putuskan untuk pergi saja, aku tidak mau bila aku saja yang menyukaimu Dhan” kataku. Ada sinar kekagetan sekaligus kebahagiaan dari wajah Dhanis setelah mendengar ucapanku barusan. “Tapi setelah aku mendengar penjelasanmu tadi , aku akan mengubah tujuanku. Aku akan tetap disini Dhan” kataku. “Aku sudah selesai bicara, Dhan” kataku. “Dy, kamu juga suka aku?” tanyanya. Wajahnya sangat sumringah sekali. Aku mengangguk. “Kenapa aku tidak menemuimu saja minggu lalu?” katanya. Aku tersenyum. “Dhan, aku pikir kamu tidak akan pernah tau perasaanku bahwa sesungguhnya aku menyukaimu” begitu ucapku dalam hati.

“Kala bunga mengembangkan sekali lagi mekarnya

Tampak padanya sebuah aroma mewangi yang terbias

Tatkala hujan berhenti menjadi lengkungan pelangi

Sewarna hati yang sedang mengembangkan sayap cinta”

“Sekedar imajinasi penulis”

11.44

Sajak Surau Hati (Sekali Lagi)

Mekar lagi sebuah siluet lengkungan pelangi

Menapaki sejumlah huruf yang tersirat dari hati

Dalam bukit kembang yang merangkaikan wangi

Tersemaikan dalam serutan imajinasi yang berhenti

Sosoknya serahkan kisah yang nyata

Tergambar dari seraut pancaran cahaya

Sederhana dengan semua karunia ilahi

Begitu sempurna untuk tak terindikasi

Kali ini hati terketuk dalam surau-Nya

Sapaan yang mewakili bukan duniawi

Seputih nurani yang berjalan karena-Nya

Bukan lagi hanya karena raga yang terisi

Kali ini terakhir hati menggetarkan kasih

Untuk menyandarkan kisah bersama kepada-Nya

Semoga Sang Ilahi ridhokan besitan terakhir yang singgah

Sehingga surau dari hati kami tidak terbuka lagi

and even if I'm there, all I see is you because you're near me”

11.44

Syurga untuk Cinta

“De,..”. Aku terkejut mendengar sapaan itu. Aku menoleh ke asal suara. Hanya satu orang yang memanggilku dengan nama itu. Dia adalah seorang sahabatku, namanya Geza Farizi Setyawan, aku memanggilnya dengan nama ”Gie”. Aku sendiri bernama Dinasty Pravita. Teman-temanku memanggilku dengan nama asty. Dan hanya Gie yang memanggilku dengan nama ”De”. Begitu juga dengan Gie, teman-teman memanggilnya Fari tetapi aku memanggilnya dengan ”Gie”. Nama panggilan kami tersebut adalah inisial dari nama kami, lebih singkat dan sederhana, itulah alasan kami memakai panggilan itu.

Sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Sudah 6 tahun kami tidak bersua. Dia melanjutkan kuliahnya di Malaysia. Itulah impiannya. Sebelumnya dia memang ingin melanjutkan sekolah ke luar negeri. Suatu kali dia pernah berkata kepadaku ”Ayo kita lanjutkan sekolah bareng di Malaysia, biar aku nggak usah capek-capek belajar, kan ada kamu” katanya. ”Berarti dibayarin kamu dong Gie” candaku. ”Ye, emangnya murah kuliah di luar negri” jawabnya. ”Kalo mo dibantu ya modal dong, Gie” kataku. Dan kitapun tertawa bersama. Itu percakapanku 7 tahun lalu, saat kami kelas 3 SMU. Dia memilih sekolah di Malaysia dengan alasan lebih dekat dengan Indonesia, dan agak murah dibanding di negara lain. ”De,..aku diterima kuliah di Malaysia” begitu SMS-nya suatu hari. ”Makasih ya De, sudah di kursusin privat setiap hari” Sambungnya. ”Wah, selamat Gie, impianmu terkabul” balasku. Aku memilih untuk bersekolah di Indonesia saja, aku diterima di universitas negeri di suatu kota di tengah jawa, lebih murah sehingga tidak memberatkan orang tuaku. Kasihan mereka, orang tuaku hanya PNS biasa yang tidak mungkin membiayaiku sekolah di luar negeri walaupun sebenarnya aku mampu. Beda dengan Gie, dia anak pasangan dosen, sehingga orang tuanya sadar ilmu dan ingin menyekolahkan anaknya di sekolah yang lebih baik. Dan semenjak keberangkatannya ke Malaysia, kami hanya berinteraksi melalui email dan SMS saja. Aku jarang membuka email, kadang ada beberapa message-nya di inbox aku. Dan aku baru buka beberapa minggu kemudian. Sudah beberapa bulan ini tidak ada message dalam inbox-ku maupun SMS darinya. Aku hanya berpikir mungkin dia sedang sibuk kuliah. Di beberapa emailnya dia bercerita mengenai kuliahnya yang semakin berat. Dan entahlah waktu itupun aku juga merasakan kuliahku pun semakin butuh konsentrasi.

Dan setelah empat tahun, aku lulus dengan nilai yang lumayan. Dan aku sudah bekerja sebagai project marketing officer di sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Aku kembali lagi ke kotaku setelah lulus kuliah. Itu memang keinginanku. Dan alhamdulillah terkabul. Sebagai marketing officer, aku harus berkunjung dibeberapa daerah untuk melihat perkembangan daerah tersebut, sebagai bagian dari pangsa pasarku. Aku bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan marketing, sebenarnya aku punya manajer tetapi akulah pelaksana sesungguhnya. Hampir seluruh kota telah aku kunjungi. Seneng juga bisa selalu jalan-jalan. Dan itulah impianku ”keliling Indonesia gratis”.

Gie dan aku sama-sama suka menulis. Dulu lama suka bertukar ide bahkan kami telah membuat satu cerpen bersama. Ide kami datang setelah kita sama-sama nonton film ”Ada Apa Dengan Cinta”. Aku masih menyimpan filenya, dan sekarang sudah menghiasi tulisanku di blog. Baru satu tahun ini aku membuka blog karena keinginanku menerbitkan tulisanku. Aku suka sekali menulis, aku gunakan waktuku menulis untuk mengurangi kejenuhanku bekerja. Lumayan bisa menambah temen dari banyaknya frekuensi aku menulis. Andai saja Gie tau kalo aku suka menulis, pasti dia akan memberiku semangat lebih. Sudah beberapa tulisanku aku kirim ke-inbox-nya, tetapi setiap kali mengirim email dia tidak pernah memberi komentar tentang tulisanku. Dia memang pernah berkata padaku kalau dia hanya membuka email yang dikirimkan khusus padanya, bukan pada banyak orang. Memang email yang aku kirimkan padanya itu aku tujukan pula untuk beberapa orang. Baru ku sadari sekarang itulah alasan dia tidak pernah memberikan komentar mengenai tulisanku.

Suatu kali aku menerima email darinya. Dia menceritakan bahwa dia sedang jatuh cinta kepada wanita malaysia bernama Fatima. Teman satu kampusnya tetapi beda angkatan, Fatima satu tingkat dibawahnya sekaligus anak pemilik flat tempat dia tinggal. Dan kemungkinan dia akan menikah dengannya tahun ini. Dalam tulisannya dia sangat mencintai wanita itu. Aku sangat bahagia ketika mendengar ceritanya itu. Akhirnya Gie menemukan tambatan hatinya. Selama 9 tahun kami bersahabat jarang aku mendengar dia sedang jatuh cinta. Setahuku wanita dalam kehidupannya hanyalah ibunya, adiknya, aku dan seorang wanita cinta pertamanya bernama ”Fitri Dewandari”. Itulah wanita yang ada di kehidupannya. Dulu teman-temanku sering mengira kami adalah sepasang kekasih. Kami hanya tertawa bila ada teman yang bertanya. Aku dan Gie pacaran?? Nggak banget deh. Memang aneh bila seorang pria dan seorang wanita bersahabat sedekat itu, tapi bagi kami semua itu tidak ada yang aneh. Karena kami bisa menjaga persahabatan ini selama 9 tahun, dan hanya bersahabat saja tidak lebih. Di email itu pula pula Gie bercerita dia sedang melanjutkan S2-nya disana. Dia juga telah menjadi assisten dosen disana sambil meneruskan kuliahnya.

Aku sedang berada di sebuah tempat yang jadi tempat favoritku sekarang. Inilah tempat tujuanku bila aku sedang tidak ada pekerjaan. Ada sebuah tempat bersantai didaerah selatan jakarta, disitu ada sebuah tempat makan dengan pemandangan yang indah. Dulu aku dan Gie sering ke sini bila kami ada waktu, sekedar makan sambil bercerita tentang semuanya. Dan saat ini tiba-tiba Gie ada disini. Tiba-tiba dia menyapaku. Aku masih kaget. ”Aku tau kamu disini De, kamu memang tidak pernah berubah selalu melakukan hal yang sama setiap waktu, kamu masih semelankolis dulu” Lanjutnya. Aku tersenyum. ”Gie, kamu ada di Indonesia? kapan datang. Kok nggak kasih kabar sih?” tanyaku. ”Baru kemarin aku dateng De, aku memutuskan untuk pindah ke Indonesia” Katanya. Aku tambah kaget dengan kata-katanya itu. ”Apa kamu nggak salah Gie?” kataku. ”Bukannya disana kamu sudah jadi assisten dosen, tunggulah sampai S2mu selesai. Pasti kamu akan jadi dosen disana” kataku. ”Aku sudah mengajukan tesisku De, tinggal beberapa bulan lagi aku selesai” katanya. ”Aku akan banyak tinggal di Indonesia, aku ditawari jadi assisten dosen di UI dan aku memilih untuk bekerja disitu” jelasnya. ”Lho, kenapa Gie? Kenapa memilih kembali? Bukannya kamu akan menikah tahun ini dengan Fatima?, bukannya lebih enak bila kalian tinggal di Malaysia kalo kalian menikah nantinya?” tanyaku lagi. ”Aku sudah selesai dengan Fatima, De” jawabnya. ”Hah,..”. Aku melongo mendengar penuturannya. ”Selesai” batinku. ”Bukannya email itu dikirim 8 bulan yang lalu” pikirku lagi. ”Kenapa Gie?” tanyaku. ”Aku memilih untuk membuat komitmen, De, bukan hanya cinta tapi sebuah komitmen juga” katanya. ”Komitmen apa?” kataku. ”Komitmen untuk hidup bersama denganmu De” katanya. ”Hah,..” aku melonggo lagi. Aku belum mengerti tentang apa yang dikatakannya. ”Maksudmu?” tanyaku. ”Ya, De, aku ingin membuat komitmen hidup bersama denganmu, menikah denganmu De” katanya. Aku masih bingung mencerna kata-katanya. Lebih membingungkan daripada teori auditing yang pernah aku terima dikampus. ”Sebentar Gie, aku kok agak kaget denger ceritamu ya. Coba kamu ceritakan dari awal” Kataku. ”De, waktu di Malaysia aku memang jatuh cinta pada Fatima, tetapi aku sangat tidak nyaman dengan perasaanku ini. Aku tidak nyaman jalan berdua dengan wanita yang aku cintai, De” ”Aku tidak bisa menghindarkan diriku dari pikiran-pikiran kotor yang merusak diriku, De” Katanya. ”Aku belum bisa menikahinya, De. Dia masih adik kelasku, orang tuanya juga menginginkan dia lulus dulu. Berarti itu setahun lagi. Aku tidak bisa hidup begitu terus. Aku takut dosa. Akhirnya aku putuskan untuk selesai dan pindah ke Indonesia” Katanya. ”Aku selalu berdoa tiap malam, De, agar Allah jadikan aku ridho terhadap apa-apa yang Allah tetapkan padaku dan jadikan barokah apa-apa yang telah Allah takdirkan padaku, sehingga aku tidak ingin menyegerakan apa-apa yang Allah tunda dan menunda apa-apa yang Allah segerakan”. “De, aku sangat ingin mendapat keridhoan Allah, aku berusaha mencari seseorang yang sama denganku, karena secara psikologis, seseorang akan merasa tenang dan nyaman jika berdampingan dengan orang yang sama dengannya, baik dalam perasaan, pandangan hidup dan sebagainya sehingga Allah akan bisa hadir secara penuh dalam hatinya. Mereka saling mencintai bukan atas nama diri mereka, melainkan atas nama Allah dan hanya untuk Allah”. “Kamu yang selalu terpikir dalam benakku, De”. “De, semua yang ada dalam diri kita itu hampir sama” Jelasnya. “Tapi Gie” kataku. “De, cinta bukan atas nama Allah itu hanya nafsu tetapi komitmen itu adalah harga diri” Potongnya. “Biarkan cinta kita tumbuh seiring dengan keinginan kita untuk mencari keridhoan Allah, bukan hanya cinta karena nafsu saja tetapi cinta karena Allah” Katanya. Air mataku menetes, hatiku luluh dengan ucapannya. Gie telah berubah. Bukan Gie sahabatku yang dulu, tetapi sekarang Gie datang tepat didepanku sebagai seorang manusia yang sedang meniti hidup di jalan Allah. “Ya Allah terima kasih Engkau telah berikan jodoh padaku seperti doaku selama ini. Dan inilah suami yang aku inginkan, suami yang mencintai dan merindukan hidup dijalan-Mu dan menginginkan seluruh hidupnya dipenuhi oleh ridho-Mu” Ucapku dalam hati.

“Bila cahaya pencipta telah menuruni hati

Sinarnya akan mencairkan kerumitan jiwa

Bukan sekedar cinta yang memenuhi sukma

Tetapi keinginan penuh untuk mencapai syurga”

‘Sekedar imajinasi penulis’

11.39

Ketika Cinta Itu

Ketika cinta itu indah

Mereka mencoba merasakannya

Ketika cinta itu semangat

Mereka mencoba mengobarkannya

Ketika cinta itu pengorbanan

Mereka mencoba memperjuangkannya

Ketika cinta itu penantian

Mereka mencoba menunggunya

Ketika cinta itu isyarat

Mereka mencoba mengartikannya

Ketika cinta itu pintu

Mereka mencoba mengetuknya

Ketika cinta itu menyapa

Mereka mencoba membalasnya

Ketika cinta itu perjalanan

Mereka mencoba menjajakinya

Ketika cinta itu kehidupan

Mereka mencoba menempuhinya

Ketika cinta itu kisah

Mereka mencoba bercerita

Ketika cinta itu nyanyian

Mereka mencoba menyenandungkannya

Ketika cinta itu puisi

Mereka mencoba menyairkannya

Ketika cinta itu sandiwara

Mereka mencoba memainkannya

Ketika cinta itu ungkapan

Mereka coba menyatakannya

Ketika cinta itu semu

Mereka mencoba membuat menjadi nyata

Ketika cinta itu khayalan

Mereka mencoba memimpikannya

Ketika cinta itu impian

Mereka mencoba meraihnya

Ketika cinta itu harapan

Mereka mencoba mewujudkannya

Ketika cinta itu cahaya

Mereka mencoba menyinarkannya

Ketika cinta itu benih

Mereka mencoba memekarkannya

Ketika cinta itu awan

Mereka mencoba menaunginya

Ketika cinta itu angin

Mereka mencoba menghembuskannya

Ketika cinta itu embun

Mereka mencoba menyegarkannya

Ketika cinta itu hujan

Mereka mencoba mengguyurkannya

Ketika cinta itu mentari

Mereka coba menghangatinya

Ketika cinta itu bintang

Mereka mencoba menyinarinya

Ketika cinta itu patung

Mereka mencoba memahatnya

Ketika cinta itu jasad

Mereka mencoba menjadi ruhnya

Ketika cinta itu sayap

Mereka mencoba menerbangkannya

Ketika cinta itu samudra

Mereka mencoba mengarunginya

Ketika cinta itu ruang

Mereka mencoba mengisinya

Ketika cinta itu komitmen

Mereka mencoba menjaganya

Ketika cinta itu batasan

Mereka mencoba melewatinya

Ketika cinta itu hampa

Mereka mencoba memenuhinya

Ketika cinta itu mengekang

Mereka mencoba mempertahankan

Ketika cinta itu jarak

Mereka mencoba mendekatkannya

Ketika cinta itu waktu

Mereka mencoba memanfaatkannya

Ketika cinta itu beku

Mereka mencoba mencairkannya

Ketika cinta itu layu

Mereka mencoba menyiraminya

Ketika cinta itu kegelapan

Mereka mencoba meneranginya

Ketika cinta itu misteri

Mereka mencoba menyelidikinya

Ketika cinta itu patah

Mereka mencoba menyambungkannya

Ketika cinta itu luka

Mereka mencoba menyembuhkannya

Ketika cinta itu airmata

Mereka mencoba mengusapnya

Ketika cinta itu masa lalu

Mereka mencoba mengenangnya

Ketika cinta itu hilang

Mereka mencoba mengikhlaskannya

Ketika cinta itu pilihan

Mereka mencoba memilihnya

Ketika cinta itu C I N T A

Mereka mencoba menerjemahkan serta melalui tanpa dapat menghindarinya

Kisah Cinta Seekor Kupu-Kupu

Cerita Pembangkit Inspirasi -- Unknow Writer

Di sebuah kota kecil yang tenang dan indah, ada sepasang pria dan wanita yang saling mencintai. Mereka selalu bersama memandang matahari terbit di puncak gunung, bersama di pesisir pantai menghantar matahari senja. Setiap orang yang bertemu dengan mereka akan menghantar dengan pandangan kagum dan doa bahagia.

Namun pada suatu hari, sang pria mengalami luka parah akibat sebuah kecelakaan tragis. Ia terbaring di atas ranjang rumah sakit beberapa malam tidak sadarkan diri. Siang hari sang wanita menangis tersedu, terduduk di depan ranjang kekasihnya dan dengan tiada henti memanggil-manggil kekasihnya yang tak kunjung sadar.

Malamnya ia ke gereja kecil di kota tersebut dan berdoa kepada Tuhan agar kekasihnya bisa sembuh dan selamat seperti sedia kala. Air matanya sendiri hampir kering karena menangis sepanjang waktu. Waktu demi waktu berlalu, sang pria masih tetap tak sadarkan diri, sedangkan si wanita tetap dalam kesedihannya yang luar biasa, namun ia tetap dengan susah payah bertahan. Hingga pada akhirnya di suatu hari, Tuhan terharu oleh keadaan wanita yg setia dan teguh itu.
Tuhan memutuskan memberikan wanita itu sebuah pengecualian, malam hari pada sebuah percakapan di dalam doa Tuhan bertanya kepadanya “Apakah kamu benar-benar bersedia menggunakan nyawamu untuk menukar dengan kesembuhan kekasihmu?” Si wanita tanpa ragu sedikitpun menjawab “Ya”. Tuhan berkata “Baiklah, Aku bisa segera membuat kekasihmu sembuh kembali, namun kamu harus menjelma menjadi kupu-kupu selama 3 tahun. Pertukaran seperti ini apakah kamu juga bersedia?”. Si wanita terharu setelah mendengarnya dan dengan jawaban yang pasti ia menjawab “saya bersedia!”.

Hari telah terang. Si wanita telah menjadi seekor kupu-kupu yang sangat indah. Ia mohon diri pada Tuhan lalu segera kembali ke rumah sakit. Ia sangat berbahagia karena melihat kekasihnya benar-benar telah siuman bahkan ia sedang berbicara dengan seorang dokter. Namun sayang, ia tidak dapat mendengarnya sebab ia tak bisa masuk ke kamar sang kekasih karena ruang itu di sekati oleh kaca, ia hanya bisa memandang dari jauh kekasihnya yang sangat ia cintai, dan berharap ia menoleh untuk melihat seekor kupu-kupu yang sedang menatapnya, berbahagia dengan keadaannya. Beberapa hari kemudian, sang pria telah sembuh total. Namun ia sama sekali tidak berbahagia. Ia mencari-cari keberadaan sang wanita pada setiap orang yang lewat, namun tidak ada yang tahu keberadaan sang wanita. Wajahnya terlihat murung, dan ia menitikkan air mata, sang pria menganggap kekasihnya sudah meninggalkannya dan melupakannya. Namun, ia masih belum menyerah, sepanjang hari ia tidak makan dan tidak beristirahat, ia terus mencari kekasihnya yang sangat ia cintai.. Ia begitu rindu kepadanya, ia bertanya pada setiap orang yang lewat, ia memegang foto kekasihnya dan terus bertanya sepanjang hari, waktu demi waktu berlalu hingga ia merasa sudah waktunya ia menghentikan semuanya.

Sang kupu-kupu masih disana melihatnya setiap hari menghabiskan waktu mencari dirinya yang kini berwujud kupu-kupu. Ingin sekali rasanya ia berteriak, berlari dan memeluknya dan mengatakan betapa ia mencintainya…betapa ia merindukannya…sang kupu-kupu rasakan hatinya pedih…perih..menangis sejadinya dan nyatanya ia merasakan keadaan ini lebih menyakitkan. Musim panas telah berakhir, angin musim gugur yang sejuk meniup jatuh daun pepohonan. Sang kupu-kupu masih terus menemui kekasihnya, dan selama itu pula ia merasa tersiksa. Terkadang ia merintih di ujung taman kota, dan ingin sekali agar Tuhan kembali mengubahnya menjadi manusia.

Musim kembali berganti, sang kupu-kupu tetap dalam kesendiriannya, Ia pergi ketempat kekasihnya tinggal dan hinggap di atas bahunya. Ia bermaksud menggunakan sayapnya yang kecil membelai halus wajahn kekasihnya, menggunakan mulutnya yang mungil mencium lembut keningnya. Terselinap dalam hati sang kupu-kupu bahwa ia bersyukur menjadi seekor kupu-kupu yang selalu dapat terbang dan melihat kekasihnya kapanpun ia mau, menemani kesendiriannya, dan menghias lebut pemandangan kekasihnya dengan sayapnya yang indah. Musim kembali berganti, pada suatu hari ia terbang dengan riang berharap dapat kembali menemani kekasihnya, namun seketika ia tersentak kaget ketika melihat kekasihnya sedang duduk di taman kota bersama seorang gadis yang cantik. Hatinya merasa gusar dan gelisah ketika kecurigaannya benar, bahwa gadis itu adalah kekasih kekasihnya.Hatinya kembali sakit, ia menangis tersedu, hatinya terasa hancur dan impiannya pun terkoyak…

Sang kupu-kupu sangat sedih tak terperi ketika beberapa hari berikutnya ia seringkali melihat kekasihnya sendiri membawa wanita itu ke gunung memandang matahari terbit, dan menghantar matahari senja di pesisir pantai. Segala yg pernah di milikinya dahulu dilakukan tanpa dirinya, dan dilakukan kekasihnya oleh wanita lain… Musim panas tahun ini terasa sangat panjang, sang kupu-kupu setiap hari terbang rendah dengan tersiksa dan ia sudah tidak memiliki keberanian lagi untuk mendekati kekasihnya. Bisikan suara antara kekasihnya dengan wanita itu, suara gelak tawanya, untaian senyum yang terukir diwajah mereka, sudah cukup membuat hembusan napas dirinya kian berat,
oleh karenanya sebelum musim panas berakhir, sang kupu-kupu telah terbang berlalu. Bunga bersemi dan layu. Bunga layu dan bersemi lagi. Bagi seekor kupu-kupu waktu seolah-olah hanya menandakan semua ini adalah kehampaan dalam dirinya.

Musim panas pada tahun ketiga, sang kupu sudah tidak sering lagi pergi
mengunjungi kekasihnya. Tiga tahun perjanjian Tuhan dengan sang kupu akan segera berakhir dan pada saat hari yg terakhir perjanjiannya, sang pria kekasihnya sedang melangsungkan pernikahan dengan wanitanya di sebuah kapel di kota. Di dalam kapel kecil telah dipenuhi orang-orang, sanak saudara, dan kerabat. Sang kupu-kupu terbang masuk kedalam kapel dan hinggap perlahan di atas pundak Tuhan. Ia mendengarkan sang kekasih yang berada dibawah berikrar di hadapan Tuhan dengan mengatakan “saya bersedia menikah dengannya!”. Ia memandangi sang kekasih memakaikan cincin ke tangan wanita itu, kemudian memandangi mereka berciuman dengan mesranya lalu mengalirlah air mata sang kupu-kupu mengalir membasahi pelipis patung Tuhan. Dengan pedih hati Tuhan menarik napas “Apakah kamu menyesal?”. Sang kupu-kupu mengeringkan air matanya terdiam. Tuhan lalu berkata di sertai seberkas kegembiraan “Besok kamu sudah kembali menjadi manusia”. Sang kupu2 menggeleng-gelengkan kepalanya seraya berkata “Tuhan, biarkanlah aku menjadi kupu-kupu seumur hidupku”. Mungkin pada saat itu Tuhan tersenyum damai dengan jawaban sang kupu-kupu yang ingin menjadi kupu-kupu selamanya. Ia akan dengan bebas menghibur dirinya terbang mengunjungi dan melihat kekasihnya meskipun kekasihnya kini sudah bukan miliknya. Ia berdamai dengan keadaannya yang diputuskan Tuhan untuknya. Seandainya pun ia tetap menjadi manusia, ia mendapatkan begitu banyak pelajaran baru yang berharga dalam hidupya.

Bahwa ada beberapa kehilangan merupakan takdir yang telah ditetapkan Tuhan, mencintai seseorang memang tidak selamanya harus memiliki, tapi pengorbanan yang dilakukan dalam cinta adalah bentuk kesempurnaan cinta itu sendiri. Bagi mereka yang kini sudah terlengkapi hatinya, bersyukurlah atas cinta yang kalian miliki dengan saling menjaga keindahan itu hingga kalian wafat, jagalah keindahan dan kedamaian itu hingga kalian merasa bahwa Tuhan yang maha baik akan terus berikan kalian yang terbaik di dalam hidup kalian yang baik.

Cinta Dan Pernikahan

Kisah Plato dan Sepotong Gandum -- Unknow Writer

Suatu hari, Plato bertanya pada gurunya, "Apa itu cinta? Bagaimana saya menemukannya?

Gurunya menjawab, "Ada ladang gandum yang luas didepan sana. Berjalanlah kamu dan tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambillah satu saja ranting. Jika kamu menemukan rantingyang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta".

Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun.

Gurunya bertanya, "Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?"

Plato menjawab, "Aku hanya boleh membawa satu saja, dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali (berbalik)". Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan, tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut. Saat kumelanjutkan berjalan lebih jauh lagi, baru kusadari bahwasanya ranting-ranting yang kutemukan kemudian tak sebagus ranting yang tadi, jadi tak kuambil sebatangpun pada akhirnya"

Gurunya kemudian menjawab "Jadi ya itulah cinta"

Di hari yang lain, Plato bertanya lagi pada gurunya, "Apa itu perkawinan? Bagaimana saya bisa menemukannya?"

Gurunya pun menjawab "Ada hutan yang subur didepan saja. Berjalanlah tanpa boleh mundur kembali (menoleh) dan kamu hanya boleh menebang satu pohon saja. Dan tebanglah jika kamu menemukan pohon yang paling tinggi, karena artinya kamu telah menemukan apa itu perkawinan"

Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan membawa pohon. Pohon tersebut bukanlah pohon yang segar subur, dan tidak juga terlalu tinggi. Pohon itu biasa-biasa saja.

Gurunya bertanya, "Mengapa kamu memotong pohon yang seperti itu?"

Plato pun menjawab, "sebab berdasarkan pengalamanku sebelumnya, setelah menjelajah hampir setengah hutan, ternyata aku kembali dengan tangan kosong. Jadi dikesempatan ini, aku lihat pohon ini, dan kurasa tidaklah buruk-buruk amat, jadi kuputuskan untuk menebangnya dan membawanya kesini. Aku tidak mau menghilangkan kesempatan untuk mendapatkannya"

Gurunya pun kemudian menjawab, "Dan ya itulah perkawinan"

Jangan Menyalahkan Cinta

jika ada sebua bangku sekolah
yang mengajarkan tentang hakikat cinta
maka aku mohon daftarkan aku segera
agar aku bisa mencintai dengan sempurna
tanpa ada irisan-irisan nafsu sela hati

jika cinta diajarkan dengan sebuah mistik
maka aku harus berapa hari untuk melakukan tapa
atau berapa abad bagiku menjalani semedi
agar aku bisa mengupas sebuah cinta
dan menyajikan hidangan cinta bagi yang aku sayangi

jika cinta adalah sesuatu yang suci
ajarkan diriku untuk mengambil kemurniannya
lalu aku balurkan pada tubuhku yang hina
agar nafsu liarku segera sirna tanpa sisa

-----rr_kabalmay wrote :-------------

Kepada Siapa Cinta Bicara

Kepada kau yang pernah mencinta

Kepada kau yang pernah dicinta

Kepada siapa saja yang pernah membawa, menikmati, hanyut, terombang-ambing, terhempas, terdampar dan bahkan larut tak bersisa menyatu dalam Cinta

Kepada bidadari, kepada angin, kepadabulan, kepada matahari, kepada gemintang, kepada awan, kepada hujan, kepadalaut, kepada batu karang, kepada pantai, kepada nyiur, kepada semesta dan alam raya

Kepada peristiwa yang pernah hadir dalam hidupku yang belum sempat kunamai

Kepada yang kucintai, kepada yang mencintaiku, kepada yang mengajariku dan aku belajar makna Cinta darinya

Kepada kalian kutuliskan kata sakti ini

Cinta, Cinta, Cinta dan Cinta….

Datangnya bisa tiba-tiba

Pun dapat tumbuh perlahan

Karena benihnya bersemayam di hatimu

Cinta…

Rumit bila kau memaksa mencintai dengan sedehana

Sederhana bila kau merasa sudah cukup dengannya

Bahagia jika sesuai kehendakmu

Sakit jika tak sejalan dengan yang kau mau

Cinta…

Rasa yang teramat sulit diartikan

Bahagia, ngeri dan nyeri yang tak terperi menyatu membungkusmu

Maka tak perlu bertanya, resapi saja…

Tuturkan, jangan kau umbar

Berikan, jangan mengharap kembali

Cinta…

Sungguh arasnya tak terjangkau

Percintaan dan pernikahan sejatinya hanya upaya untuk menafsirkan

Luas, sempit, dalam, dangkal adalah pemaknaan semu tentangnya

Karena Cinta sudah cukup untuk Cinta

Bila cinta menjelma bahagia, berbalut derita, berbunga kasmaran, membuatmu gila, mencengkerammu, mencekikmu, membekapmu, membelaimu, menggantangmu, mengurapimu bahkan membunuhmu sekalipun…

Maka jangan pernah bertanya, kenapa?

Yogyakarta, 5 Januari 2008

Rofiko Rahayu Kabalmay

Terinspirasi dari kata-kata bijak Imam Ali bin Abi Thalib (semoga Allah memuliakan wajahmu ya Amirul Mukminin).
"Jika kau mencintai sesuatu, cintailah sewajarnya saja karena kau tidak akan pernah tahu kapan kau membencinya, dan jika kau membenci sesuatu, bencilah sewajarnya saja karena kau pun tidak akan pernah tahu kapan cinta itu kembali."


----- Original Message ----
From: Hapsari Wirastuti Susetianingtyas <hapsari.ws@gmail.com>
Sent: Friday, January 4, 2008 11:22:16 AM
Subject: Jangan Menyalahkan Cinta

Cinta adalah suatu perasaan yang indah bagi yang mengalaminya. Cinta bukan sesuatu yang menyakitkan. Tapi cinta itu mengobati jiwa. Bagi sebagian orang cinta hanya dianggap suatu fase kehidupan yang semua orang akan mengalaminya tanpa berfikir mengenai maknanya. Sehingga dalam perjalanannya cinta hanyalah cerita. Bagi sebagian lainnya cinta itu pengorbanan untuk mendapatkannya. Berkorban waktu, berkorban uang bahkan berkorban kebebasan. Hanya berkorban tanpa menentang. Sebagian lainnya menganggap cinta itu adalah perjuangan. Perjuangan untuk mendapatkan hatinya, perjuangan untuk meyakinkan bahwa kitalah yang pantas mendampinginya, bahkan perjuangan untuk menjadikannya pasangan seumur hidup kita.

Cinta seperti apa yang kamu punya?

Cinta itu tidak untuk dinodai, tidak untuk diduakan walau hanya dalam hati semata dan tidak untuk menyakiti diri sendiri. Cinta bukan untuk ditangisi, bukan untuk bersedih dan bukan untuk disesali. Cinta itu bukan kebohongan dan bukan untuk didustai. Cinta itu bukan keterpaksaan. Cinta itu bukan sesuatu yang harus disesali karena cinta itu memilih dan dipilih. Cinta adalah perjuangan untuk menunjukkan kesungguhan dan keikhlasan bukan hanya sekedar menunggu dan menyakiti diri sendiri.

Hmm...Semua yang menjadi pilihan cinta kita, seperti apakah cinta yang kita punyai sekarang, JANGAN pernah MENYALAHKAN mengapa cinta itu terpilih. Cinta terpilih bukan karena SIAPAPUN dan APAPUN. Cinta itu TIDAK untuk MENYAKITI maupun MENDZOLIMI tetapi untuk mendapatkan ridho Allah.

Terinspirasi dari makna kisah plato dan sepotong gandum : Pilihlah cinta dan jangan menengok ke belakang lagi walaupun cinta yang dipilih bukan yang terbaik

--
Regards,
Hapsari Wirastuti Susetianingtyas

Walau Habis Terang

Lirik Lagu Walau Habis Terang - Peterpan

Ku terbiasa tersenyum tenang
walau aargh…
hatiku menangis

Kaulah cerita
tertulis dengan pasti
selamanya dalam pikiranku

Lupakan semua
tinggalkan ini
Ku kan tenang
dan kau kan pergi

Berjalanlah walau habis terang
Ambil cahaya cinta kuterangi jalanmu

Di antara beribu lainnya
kau tetap..
kau tetap..
kau tetap..
benderang
O.. oo

MuSiKNYa eNaK BuaT DiDeNGeRiN KaLo LaGI BT

Hello

Lirik Hello-Lionel Richie

Ive been alone with you
Inside my mind
And in my dreams Ive kissed your lips
A thousand times
I sometimes see you
Pass outside my door

Hello!
Is it me youre looking for?
I can see it in your eyes
I can see it in your smile
Youre all Ive ever wanted
And my arms are open wide
Because you know just what to say
And you know just what to do
And I want to tell you so much
I love you

I long to see the sunlight in your hair
And tell you time and time again
How much I care
Sometimes I feel my heart will overflow
Hello!
Ive just got to let you know
Because I wonder where you are
And I wonder what you do
Are you somewhere feeling lonely?
Or is someone loving you?
Tell me how to win your heart
For I havent got a clue
But let me start by saying I love you

Hello!
Is it me youre looking for?
Becuase I wonder where you are
And I wonder what you do
Are you somewhere feeling lonely?
Or is someone loving you?
Tell me how to win your heart
For I havent got a clue
But let me start by saying I love you

"ouR MeMoRieS SoNG"

Malaikat Juga Tahu

Lirik Lagu Dewi Lestari - Malaikat Juga Tahu

Lelahmu jadi lelahku juga
Bahagiamu bahagiaku juga
Berbagi takdir kita selalu
Kecuali tiap kau jatuh hati

Kali ini hampir habis dayaku
Membuktikan padamu ada cinta yang nyata
Setia hadir setiap hari
Tak tega biarkan kau sendiri

Meski seringkali kau malah asyik sendiri
Karena kau tak lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya

Hampamu tak kan hilang semalam
Oleh pacar impian
Tetapi kesempatan untukku yang mungkin tak sempurna
Tapi siap untuk diuji
Kupercaya diri
Cintaku yang sejati

Namun tak kau lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya

Kau selalu meminta terus kutemani
Engkau selalu bercanda andai wajahku diganti
Relakan ku pergi
Karna tak sanggup sendiri

Namun tak kau lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu Aku kan jadi juaranya

Lirik Lagu Dewi Lestari - Malaikat Juga Tahu

Kau Sahabatku Terbaik di Dunia

“Halo, selamat pagi,Veni ya?”sapa seseorang diseberang sana. “Dari mana ini?” kataku. “Ini Veni ya, apa kabar sayang” katanyanya lagi. “Maaf, sepertinya salah sambung” jawabku. Langsung saja aku matikan telponku, aku benar-benar sibuk saat ini, tidak ada waktu untuk melayani orang iseng macam itu. Sekali lagi telponku berdering. Aku biarkan telpon itu terus menyanyikan lagu thank you-nya Dido. Sejurus kemudian nada SMS masuk berdering. Nomor telpon itu lagi. “Ven, kok dimatiin si telpna kan belum selesai ngobrol, jgn takut aku temen lamamu” begitu bunyi SMS itu. “Teman lama, sapa lagi ya” pikirku. Lagu Dido berbunyi lagi. “Yah,..ini orang niat banget sih” gerutuku lagi. Terpaksa aku mengangkat telpon itu demi untuk menghilangkan rasa penasaranku akan “temen lama” itu. “Ya” kataku. “Gitu dong telponnya diangkat” suara dari seberang. “Anda siapa ya? Temenku apa?” tanyaku. “Wah,..kamu bener-bener nggak ingat siapa aku ya” katanya. “Bukan begitu, tapi suara anda benar-benar asing bagi saya” kataku. “Bener nih nggak ingat?” katanya. “Maaf saya sedang sibuk, nanti aja telponnya” jawabku. “Bentar dong, jangan ngambek, aku bantu kamu mengingat deh” katanya. “Terserah” kataku ketus. “Inget nggak kita pernah kehujanan dari bekasi ke pasar minggu?” tanyanya. “Nggak” jawabku. “Inget lagu ini nggak ‘i want to thank you for giving me the best day in my life’” katanya. Aku terperanjat. “Cepiiiiiiiii” kataku. “Hehehe, waduh kamu parah banget, sampai nggak ingat aku” katanya. “kamu kemana aja, dasar orang aneh, nggak ngasih kabar tiba-tiba main ngilang aja” kataku. “Aku masih disini kok dibalik bayangmu” katanya. “Bodoh” kataku. ”Udah berapa lama sih kita nggak ketemu?” tanyaku. ”Wah udah lama Vin, sory ya aku ngilang begitu aja” katanya. ”Ah...kamu memang nggak asik” kataku. ”Kadang aku memang nggak asik tapi yang penting aku bisa menghargai persahabatan kita” katanya. ”Maksudmu?” kataku. ”Eh...Nggak-nggak, nggak apa-apa kok” katanya. ”Kamu kok jadi nggak bisa jujur lagi sih sama aku, aku marah lho” candaku. ”Yee,..masak digituin sih” balasnya. ”Kamu memang nggak bisa ilang jeleknya” Kataku. ”BTW, kenapa dulu kamu tiba-tiba ilang?”tanyaku penasaran. ”Nggak ah” katanya. ”Nggak apa maksudmu?” tanyaku. ”Aku nggak mau jawab” katanya. ”Napa?” tanyaku. ”Gak papa”jawabnya. ”Pasti ada alasan untuk melakukan suatu tindakan kan, Cep?” kataku. ”Lagian kita kemana-mana bareng, eh tiba-tiba aku ke kosmu kamu dah pindah, HP udah ganti nomer, kayak orang stres aja kamu” kataku. ”Hehehe” jawabnya. ”Kok cuma ketawa sih” kataku. ”Beri aku alasan dong, kalo nggak aku nggak mau angkat telpon kamu lagi” kataku lagi. ”Janji jangan marah ya” katanya. ”Ok, sebodoh apapun alasan kamu aku nggak akan marah deh” kataku. ”Serius lho, janji lho” katanya. ”Iya, janji deh, ada apa sih?” tanyaku. ”Sebenarnya Vin kenapa aku pergi, itu karena aku menghindarimu, karena aku sadari sebenarnya sayangku padamu sudah melenceng dari tujuan persahabatan kita, dan kamu pernah bilang ’jangan pernah berbicara hati, karena itulah tujuan kita ada disini’, aku takut bila kamu membenciku karena kamupun telah berkata ’jangan pernah menodai persahabat kita dengan hal-hal yang konyol’. Aku memilih untuk tetap menjaga persahabatan kita, walaupun dengan cara seperti ini. Dan kenapa aku ada disini sekarang, itu karena aku ingin mendampingi kamu pas acara pernikahanmu nanti” Katanya. ”Aku tau kamu akan menikah dan aku ingin ada untukmu sebagai sahabatmu, kamu nggak perlu taukan, Vin, dari mana aku tau kamu akan menikah?” sambungnya. ”Dasar Cepi stupid” sahutku panjang. Sudah cukup aku tau alasannya kenapa aku tetap memilihnya sebagai seorang sahabat sampai saat ini.

’Malaikatpun tau kamu sahabat terbaik di dunia’

Aku Tau Kau Hanya Cemburu

Aku sadar
Saat Amarahmu terbakar kala ku sulut
Dengan lantunkan indah kisah lalu
Ku berkeras untuk menuturkannya
Dan menyingkirkan perasaanmu


Aku sadar

Saat kau salahkan diriku
Atas perihmu dengan segala keegoisanku
Yang tak pernah peduli

Hanya ada satu namaku dihatimu


Aku sadar
Saat kau sangkakan aku dengan tebakanmu
Ku tau kau tak benar-benar menduga
Karena kau tau kaulah labuhan hatiku

Dan kaulah tempatku kembali


Aku sadar
Kau hanya cemburu,..Ku coba mengerti,..

You just want to tell me how much You Love Me…

Semoga Engkau Ridhoi

Ya Allah,..
Sujudku memohon jalan-Mu menuju persinggahan
Engkau tandakan dalam lantunan ayat-Mu
Ku sandarkan sejumput harapan pada angan
Ku lukiskan rasa dalam hatiku satu

Ya Allah,..
Kumintakan ampunan-Mu atas amarahku
Yang selalu menyalahkan pertanda-Mu
Kali ini ku merasakan getarmu direlung hatiku
Kau tlah bukakan kabut hitam dihatiku

Ya Allah,..
Sujudku telah aku serahkan
Dan bila tanda-Mu bukan kehendakku
Ku tlah yakinkan ini garisan
Untuk menuntunku agar lebih dekat dengan-Mu
Serta ikhlaskan dan tuluskan niatku
Semoga Engkau ridhoi,..Amien,..

Ilusi Waktu

Saat rembulan tersenyum di ujung langit
Kurasakan malam mulai menarikan puisi

Dalam gemerlap indahnya bintang

Seakan menambah kesunyian alunan pena

Kusangkakan pada malam yang terkelip
Yang membawaku ke alam mimpi
Ilusi waktu yang tergambar dalam siluet
Tiba-tiba menyadarkanku kepada
Jiwa yang melayang dan beranjak mati

Dan Lagu itu Bercerita Tentang Kita

Saat ketukan not telah dimainkan
Ku tergugah melirihkan syairnya
Dengan dengungan pelan dibibirku
Juga lantunan halus dalam hatiku

Kau bisikkan lagu itu padaku

Saat malam mulai bercerita tentang cinta
Dan langit mulai memanjakan kerlipnya
Lalu kita ceritakan lagu itu
Pada malam dan langitnya
Dan lagu itu bercerita tentang kita

Siluet Kilauan Orange di Senja Ini

Kutenggok sepanjang senja ini dengan binar
Cerah menampakkan bulatan terang dihadapanku

Indah menerawangkan anggan dan mengelitik hati

Melamunkan pesona nurani yang tersirat


Matahariku,..hadir dihadapanku

Dengan sosoknya yang sederhana

Sesederhana pancaran cahaya didepanku

Hanya siluet kilauan orange disenja ini

Takdir Cinta

Malam ini semilir sepoi-sepoi angin menerpa wajahku. Aku berdiri di sebuah halte bis, memandangi setiap orang yang hilir mudik dihadapanku. Dingin memang angin malam ini, tetapi aku tidak peduli karena aku akan bertemu dengan seseorang yang selama ini memang ingin aku temui. Aku melihatnya disebuah surat kabar. Dia seorang penulis namanya Nania Yustisiana. Fotonya terpampang disebuah majalah ibu kota yang iseng aku beli ketika aku sedang makan siang di sebuah fast food. Saat itu aku langsung terpana dengan sebuah foto, diatasnya adalah sebuah hasil karyanya sebuah cerpen yang menceritakan tentang sebuah kisah percintaan lewat dunia maya. Aku tertarik untuk membaca ceritanya, karena foto itu. Entahlah,..ada apa dengan aku ini, belum pernah kurasakan sebelumnya, yang pasti foto itu terlihat sangat menarik bagiku. Dibagian akhir tulisannya ada alamat emailnya. Iseng saja pikiranku saat itu, aku ingin mengenalnya dan hal pertama yang aku lakukan setelah kembali ke kantor adalah mengirimkan email sederhana kepadanya

Selamat siang mbak,..

Saya baru saja membaca tulisan anda di majalah friend,..
Tulisan mbak bagus,..
Terus berkarya mbak,..
Salam kenal

Aku tidak berharap dia membalas emailku, tetapi ternyata di luar dugaanku, 5 menit kemudian sebuah email masuk

Terima kasih telah membaca tulisan saya,..

Salam kenal kembali

Itulah awal mula aku mengenalnya. Kami mulai berbalas email, chating bahkan aku mulai berani menelponnya. Dia wanita yang sangat mandiri, tegas, smart, lucu dan enak diajak ngobrol, sangat sempurna bagiku sehingga ketika dia berkata dia akan pergi ke kotaku aku berniat untuk menemuinya. Dia akan berada di kotaku selama 3 hari, dia akan menghadiri suatu pertemuan penulis di sebuah mall terkenal di kotaku. Dan inilah hari itu..

Aku masih saja berdiri disini. Aku melongok ke atas sambil mencari sesuatu yang aku juga tidak tahu, indah sekali malam ini, bulan bersinar dengan sempurna. Sesempurna pertemuanku dengannya nanti. Aku mendesah panjang, kutenangkan hatiku yang resah, kupejamkan mataku sebentar. Detak jantung ini mulai tak beraturan, sungguh benar-benar meresahkan. Segala pikiran berkecamuk diotakku hilir mudik tidak teratur yang membuat perasaanku menjadi tak tenang. Aku bahkan tidak berani membayangkan seperti apa pertemuan kami nanti. Ku longok jam ditanganku, ¾ jam lagi waktu pertemuan itu tiba. Fuh,.. Ya Allah tenangkanlah hatiku. Kuayuhkan tanganku untuk mencegat taksi yang melintas dihadapanku. “Plaza Semanggi, Pak” kataku kepada sopir itu. Diapun mengangguk, mulai menjalankan argo taksinya dan melaju sedang. Ku lihat dari balik jendela taksi kulihat gedung-gedung diluar bertaburan lampu. “Masih ada juga yang bekerja” pikirku. Taksi perlahan-lahan berhenti, macet, yah..begitulah kira-kira. Detak jantungku semakin tak beraturan bukan karena kemacetan itu tetapi karena 10 menit lagi aku akan sampai ditempat itu. Aku mulai resah, tanganku dingin sekali, perutku jadi terasa sakit. Benar-benar menyiksaku sekali. Kulihat gedung plaza itu mulai tampak didepan mataku. Aku tidak bisa berpikir jernih. “Ya Allah, tenangkanlah hatiku” doaku. Semakin mendekat dan mendekat. Akhirnya sopir taksi itu menghentikan laju mobilnya. “Sudah sampai, Pak” katanya. Aku kaget, aku sedang sibuk menenangkan diri sehingga tanpa kusadari taksi sudah berhenti. Aku berikan selembar uang 50 ribuan kepada pengemudi taksi itu. Aku langsung keluar dari taksi itu. “Pak, kembaliannya” kata sopir taksi itu. “Udah ambil saja, Pak” kataku. Aku memasuki plaza itu, kuraih Hp-ku dan mulai menghubunginya. “Halo” sapa dari seberang. “Halo, aku dah nyampe, kamu dimana?” kataku. “Sebentar lagi aku nyampe, tunggu sebentar” katanya. “Ok, aku tunggu didepan Bank Swastika ya” kataku. “Ok” jawabnya. Aku memutuskan untuk jalan-jalan dulu sambil menenangkan hatiku.

Kulihat sekali lagi jam ditanganku, sudah 10 menit aku menunggunya. Pasti dia sudah datang, aku harus ke tempat kita janjian, didepan Bank Swastika. Saat aku sedang berjalan menuju kesana, aku melihatnya sedang menuju kearahku. “Nani” aku memanggilnya. Diapun menoleh kearahku. Tampak padaku senyumnya, kuulurkan tanganku. “Sani” ucapku. “Oh,..ini ya mas Sani” katanya. Aku tersenyum. “Ayo kita cari tempat buat ngobrol” ucapku. Aku berusaha setenang mungkin. Kamipun menemukan tempat yang cocok untuk berbicara. Ditempat paling tinggi gedung itu, di tempat yang paling romantis disini. Ada alunan musik yang mengiringi percakapan kami. Ada lilin yang menerangi meja kami. Ada angin berhembus semilir. Ada bulan yang memancarkan pesonanya. Hatiku bergetar hebat, tak pernah berani kupandang wajahnya. Bukan tak ingin, sungguh aku ingin sekali memandangnya, tapi aku yakin bila itu ku lakukan, aku akan terlihat seperti orang bodoh yang kehilangan kendali. Dan aku tak ingin bertingkah seperti itu dihadapannya. Aku tau yang aku lakukan akan membuatnya merasa tidak diperhatikan. Tetapi itulah yang bisa aku lakukan.

Jam semakin larut, sudah pukul 10 malam. “Ayo kita pulang, Mas, sudah malam” katanya. “Aku masih ingin disini” kataku. “Kapan-kapan kita bertemu lagi saja” katanya. Akupun menurutinya. Kami menuruni gedung itu. “Kayaknya besuk kamu ulang tahun ya Mas” katanya. “Iya” jawabku. Dia diam dan kamipun menaiki lift tanpa berbicara. “Aku antar kamu pulang” kataku. “Iya, Mas” jawabnya. Aku melambaikan tanganku pada taksi yang melintas didepanku. “Monas, Pak” kataku. Dia terkejut dan memandangiku. “Kenapa kita ke monas, Mas?” katanya. “Aku masih pengen ngobrol sama kamu, lagian besok kan libur” katanya. “Nggak ah, pulang aja” katanya. “Kenapa sih? Besuk aku ultah lho” kataku. “Emangnya kenapa? Aku kamu suruh jadi seseorang yang mengucapkan pertama kali selamat gitu” candanya. “Hehehe,..iya” kataku sekenanya. Aku terdiam sambil memandang keluar jendela. “Hmm” aku menghela napas yang ternyata tertangkap olehnya. “Napa, Mas?” katanya. “Eh,..ga papa” kataku. Pikiranku masih sama, masih kacau balau tak beraturan. “Tuh monasnya dah keliatan” katanya. Aku menoleh kearahnya. Lalu mataku tertuju pada wajahnya. Cantik sekali diterangi lampu jalanan yang sedang kami lewati, diantara remang-remang cahaya, dia terlihat sama mempesonanya. Dia menoleh kearahku. Aku pura-pura melihat luar jendela. Kamipun telah memasuki areal monas. Memang disini selalu ramai disaat weekend seperti ini, ada yang main futsal, ada hanya jalan-jalan, ada yang sedang duduk-duduk, ada yang sedang lari-lari. Kamipun memilih untuk duduk disebuah bangku yang kosong. Kami mulai bercerita tentang diri kami, apa yang kami lakukan, serta beberapa kesukaan kami. Sambil sesekali kumeliriknya karena sampai saat inipun aku belum berani memandangi wajahnya. Aneh,..aku memang aneh, untuk memandanginya saja aku tidak mampu.

Jam menunjukkan pukul 23.55, saat kulihat dia menarik tangannya untuk melihat jam. “Kurang 5 menit lagi, Mas” katanya. “He em” sahutku. Udara malam ini mulai dingin sekali, menusuk-nusuk tulang. Kulihat dia agak kedinginan. Dia tutup resleting jaketnya. “Dingin ya” kataku. “Iya” jawabnya. “Sayangnya hari ini aku tidak membawa jaket, kalo bawa pasti kamu nggak sedingin ini” kataku. “Ah,..nggak papa, jaketku juga sudah hangat kok” katanya. “Selamat ulang tahun, Mas” katanya. Aku tersentak kaget. “Eh udah jam 12 ya, makasih ya, Nan” kataku. “Asyik,..Aku jadi orang yang pertama” katanya girang. Aku mengangguk. “Udah pulang yuk, Mas” katanya. “Aku ngantuk banget” lanjutnya. Aku menoleh kearahnya. Wajahnya sudah kepayahan menahan kantuk. Aku sebenarnya nggak tega melihat wajahnya, tetapi aku benar-benar ingin mengatakan sesuatu padanya malam ini. Sesuatu yang mungkin tidak pernah terpikirkan olehnya sebelumnya. “Nan, aku mau ngomong sesuatu” kataku. “Emangnya dari tadi kita nggak ngomong ya” candanya. “Ini serius, Nan” kataku. “Iya deh,..ngomong aja” katanya. Aku bingung harus mulai dari mana untuk mengawali pembicaraan penting ini. Sebenarnya akupun juga tidak berani mengatakannya. Tapi ini harus aku lakukan karena aku tidak ingin selalu tersiksa seperti ini. Inilah kesempatanku, kalau tidak sekarang kapan lagi. “Nan, jawab yang jujur ya” kataku membuka pembicaraan. “Iya” katanya. “Nan, mau nggak kamu jadi kado terindahku hari ini? Mau nggak kamu jadi istriku?” kataku. Entahlah tiba-tiba saja aku mengucapkan kata itu dan mempunyai keberanian untuk mengucapkannya. Seperti dugaanku Nani sangat terkejut, wajahnya terlihat memandangiku dengan aneh. Dia terdiam, lama sekali dia terdiam. “Nan, kamu marah ya?” kataku. Dia masih terdiam. “Nan, ngomong dong” kataku. Dia menoleh kearahku. “Mas, aku kira selama ini kamu menganggap aku sebagai adik, aku benar-benar terkejut kamu berkata seperti itu” katanya. Tubuhku lemas seketika mendengar apa yang dia katakan. Aku tau dia akan mengatakan seperti itu, karena selama ini aku memang tidak pernah menunjukkan padanya mengenai rasaku ini. Aku tertunduk dan berpikir. Tiba-tiba ada keberanian dalam diriku untuk mencoba meyakinkannya tentang rasaku ini. Ya,..Aku harus menyakinkannya. “Nan, kamu percaya takdir nggak?” kataku. “Percaya” katanya. “Maukah kamu menjalani dulu takdir kita ini” kataku. “Kita coba jalani dulu, Nan” kataku. “Aku tau, Nan, Kamu juga sayang sama aku” kataku. Terbesit keraguan di wajah Nani. Aku menatapnya, kulihat matanya, sembari mengatakan “Nan, jika takdir sudah dilukiskan maka kita tidak bisa menolak, apakah takdir itu kita berjodoh atau kita tidak berjodoh, tetapi takdir kita hari ini adalah kita dipertemukan dan aku diberi kesempatan untuk meminta hatimu. Apakah nanti kamu menerimaku atau tidak itupun takdir untukku. Nan, hidup ini sudah ada yang mengatur. Kita telah terpilih secara acak untuk berkenalan, bertemu dan mungkin berjodoh, Nan. Jalanilah semua ini dulu, Nan. Karena aku percaya pasti ada alasan kenapa kita sampai dipertemukan dan kenapa hari ini harus terjadi. Aku tau, Nan, kamu, aku dan kita punya rasa sayang yang sama. Sekali lagi Nan, maukah kau menjalani takdir ini bersamaku?” kataku. Dia memandangiku, tersenyum dan mengangguk walaupun aku tau ada galau dihatinya yang meragukan pernyataan dan perkataanku. Hari ini memang indah bukan karena hari ini ulang tahunku tetapi aku mendapat kado terindah yaitu Nania Yustisiana. Terima kasih Ya Allah,..

Hello, is it me you looking for?
I can see it in your eyes, I can see it in your smile
You’re all I’ve ever wanted and my arms are open wide
Cause you know just what to say and you know just what to do
And I want to tell you so much, I LOVE U,..
(Hello, Lionel Richie)

“Sekedar imajinasi penulis”

Bintang itu Matahariku

Bintang tak seharusnya berkilauan sendiri dilangit
Harus ada gugusan yang menyertainya
Tapi harus tetap kau tunjuk satu diantaranya
Dialah yang paling berkilau untuk hatimu


Dan bagiku bintang itu adalah MATAHARIKU
Kilaunya membuatku tak bisa berhenti berangan
Bahwa setiap hari aku akan selalu memandanginya
Sembari memberikan senyum terindahku
Agar hangatnya bisa kurasakan merasuki jiwaku

Lagu Cinta Untukmu

Aku mendengar detaknya
Shiphony yang mengalunkan lagu
Jauh dalam lubuk hatiku
Mengalun pelan dengan nada

Lagu ini benar sempurna
Mensyairkan sejuta pesona jiwa
Merdu memenuhi desiran kalbu
Mendendangkan seruni merah jambu

Inilah lagu cinta itu
Melagu saat ku memandangmu
Seiring detak jantungku
Yang terpana melihatmu

Sebuah Ruang Rindu

Aku mencari,..

Didalam ingatanku
Dilubuk hatiku
Dijejak langkahku
Didetak nadiku
Dihembusan napasku
Dialiran darahku
Disepanjang waktu


Dan kutemukan,..
Jiwa yang menyapa
Dalam sebuah ruang rindu
Lalu,..kuserukan gaungnya


Dilengkungan pelangi
Dikerlipan bintang
Dipijaran surya
Digemerlap bulan
Digugusan mega
Dipenghujung lautan
Diluasnya angkasa
Diseluruh penjuru semesta


Hingga detaknya
Mendekap keajaibanmu


“MiSS u MuCH”

Ku Tau Pertandamu Cinta

Semesta berbisik padaku suatu hari

Saat ku pasung hati disudut mega

Mereka menerbangkanku ke angkasa

Dan menunjukkan jarinya ke arahmu


Bintang itu sangat gemerlap

Menerangi dengan kilauan nyata

Mereka tlah membawaku memandangimu

Sembari mengatupkan hatiku


Aku pun terpana,..

Tanpa mampu mensyairkan kata

Tapi ku tau pertandamu cinta

Kilaumu itu,..

Hanya untuk membuatku

Jatuh cinta padamu,..

Aku dan Kau yang Sempurna

Aku adalah mentari yang menyapa hari
Kau adalah tetesan embun yang menyejukkan pagi
Aku adalah matahari yang menghiasi cakrawala
Kau adalah warna keemasan yang menyelimutinya
Aku adalah bulan yang menemani malam
Kau adalah bulatan yang membuatnya purnama
Aku adalah hujan yang menyirami bumi
Kau adalah gemercik air yang mengalunkan lagu
Aku adalah pelangi yang mewarnai angkasa
Kau adalah lengkungan warna sprektum cahaya
Aku adalah senja yang mengarak sang surya turun
Kau adalah lembayung yang membatasi cakrawala di ujung laut
Aku adalah bintang kejora yang terkelip diangkasa
Kau adalah sinar yang menyorotkan bias nur
Aku adalah kelopak yang membentuk indahnya bunga
Kau adalah harum yang memekarkan kuntum
Aku adalah peri yang ingin mengapai angkasa
Kau adalah sayap yang menerbangkanku lebih tinggi
Aku adalah jasad yang membentuk tubuh
Kau adalah ruh yang menggerakkan raga

Dalam sejuta makna aku dan kau
Aku adalah manusia yang sangat biasa
Dan kau adalah sosok yang selalu terpikir
Bahwa aku adalah kau yang sempurna,..

Kabar untukmu Cinta

Hari yang hadir adalah pagi yang elok

Saat suara merdumu menyapa batinku

Ku terpaku dalam angan yang menyeru

Untukku pagi ini hangati jiwamu

Cintamu yang sesempurna kilauan embun

Menyergap sekujur hatiku disini

Untuk selalu mengganggu harimu

Menemani langkah kecilmu sepanjang waktu


Ku kabarkan padamu cinta,..

Dalam pesona sejuta lengkungan pelangi

Yang mewarnai hari selepas hujan menguyur

Hanya engkaulah yang paling berwarna

Dan paling mempesona,..

Ukiran Sajak dalam Sebuah Nama

Sepenggal matahari siratkan jiwa raga kepada bumi

Ketika bidadari rangkaikan sajak setia dihati

Lautan cinta yang menggulung takdir

Sematkan makna dalam sebuah nama


Diukirnya sajak dalam satu nafas

Semaikan warna romansa jiwa

Nyata dalam goresan pena

Terbangkan sukma dalam syurga cinta


“TeRiMaKaSiH CiNTa,..”

Setiap Awal Huruf yang Terpikir

Aku sadari bila malam semakin melejit

Nampak padaku setiap lelehan wajahmu

Indahnya setiap desiran yang tersirat

Tertumpah pada setiap detakan relungku

Yang menginginkanmu satu dalam jiwaku

Oleh tepukan cinta yang memanggil hatiku

Pada sebuah pertemuan yang tertakdir

Entahlah sangat menggetarkan kehidupan

Rangkaian siluet yang merajukkan asa

Tanpa keraguan yang memenuhi kalbu

Ingin yang bukan sekedar ilusi

Walaupun tampak sebagai suatu yang sederhana

Antara sepasang jiwa yang mencari hati

Nikmatkan bingkai rasa dalam setiap sudut sukma

Goreskan takdir yang terpilih dengan acak

Gusti,..beri kami ridho dan barokah

Oleh sebuah pilihan yang teryakini

Napas kehidupan yang akan kami susun

Oleh setiap awal huruf yang terpikir”

Cinta Dunia Maya

Hari ini masih sama seperti hari sebelumnya. Jam 8 komputerku menyala, aku sign in kedua IM-ku yang selama ini aku gunakan untuk chat dengan temanku. Kulihat beberapa orang temanku sudah ada yang online. “Pagi” layar monitorku berkelip. “Pagi juga” kataku. Sudah beberapa bulan ini aku bercakap-cakap dengannya. Namanya Dhanis “Dhanis_manis” begitu nama IM-nya. “Narsis banget” itulah pikirku pertama kali saat mulai meng-add dia. Dia mengenalku dari beberapa email yang aku kirimkan ke dunia maya. Tertarik dengan namaku “Dyah Anggun Aulia Prasasti” yang kata orang tuaku berarti “Keanggunan wanita yang ditulis ulama diprasastinya”. “Dalem banget artinya” begitu ucapnya saat aku tanya kenapa tertarik dengan namaku. Dhanis adalah lulusan universitas negeri di Jakarta, dia bekerja sebagai internal auditor di perusahaan swasta di Jakarta. Saat awal kita ngobrol, dia suka sekali menebak mengenai aku. “Sok tau banget nih orang” pikirku saat itu. “Kamu orangnya teratur ya, teliti dan selalu melakukan hal yang sama setiap harinya” begitu katanya. Itulah Dhanis yang selalu memposisikan sesuatu dari segi psikologi, karena mungkin aku adalah seorang psikolog yang bekerja sebagai SDM di perusahaan swasta di Jakarta. “Kamu emangnya sapa sih?” kataku. “Aku suka membaca karakter orang” begitu katanya. “Ah kamu salah mendeskripsikan aku” kataku sekenanya. Walau aku akui semua yang dikatakannya itu benar. “Kamu itu jaim banget sih” katanya. “Nggak juga, kamu sukanya nebak gitu, takut ketahuan semuanya” kataku sekenanya. Itulah beberapa percakapanku diawal perkenalan kami. Dan beberapa bulan kemudian masih sama, kami masih suka menyapa dengan frekuensi yang tidak teratur. Kami hanya bercerita mengenai hal-hal umum saja, bahkan bukan sesuatu yang bersifat pribadi. Setauku dia berumur sama denganku, bekerja dan tinggal satu kota denganku. Benar-benar sangat umum. Mulai dari pekerjaan, kegiatan yang sering dilakukan dan segala sesuatu yang aku yakin orang lain juga tahu. IM-ku yang satu ini seperti jadi media private chatku dengannya, karena hanya dia yang chat denganku menggunakan salah satu IM-ku ini.

“Dy, no HP kamu berapa?” tanyanya suatu hari. “Napa emangnya?” tanyaku. “Aku pengen dengar suaramu” jawabnya. “Halah,..kok pake pengen dengar suaraku segala” candaku. “Ya,..iyalah kita kan udah lama chat buat memastikan saja kalo aku bener-bener chat dengan wanita” katanya. “Dan untuk memastikan padamu juga kalo aku bener-bener pria” sambungnya. “Kamu itu bisa aja” kataku. “Kasih dong, nanti aku telpon deh” katanya. “Beri aku no HP kamu dulu” kataku. “081223456789, telpon aja kalo nggak percaya” katanya. “Iya, nanti aku telpon kamu ya” kataku. “Lha terus no HP kamu?” tanyanya. “Tunggu aku telpon kamu aja ya” jawabku sekenanya. “Bener lho Dy” katanya. ”Iya” kataku enteng. Aku dan Dhanis mempunyai banyak perbedaan, sepertinya dalam percakapan kami tidak satupun ada yang sama. Tapi entah kenapa aku lebih nyambung ngobrol dengannya daripada dengan temanku yang lainnya. Suatu hari aku menepati janjiku. Aku meng-SMS Dhanis saat ulang tahunnya. Itu sudah 2 bulan setelah mendapatkan no HP nya. Dhanis langsung menelponku. “Makasih ya Dy” katanya. Suaranya berat, tegas dan sepertinya dewasa sekali. Bener-bener seperti dugaanku sebelumnya.

“Dy, kita copy darat yuk” katanya. “Halah, kamu itu aneh-aneh aja sih” kataku. “Aku ingin memastikan bahwa PIC yang aku kirim padamu benar dan PIC yang aku kirim padaku benar” katanya. “Kayaknya pernah denger deh” kataku. “Emang” katanya. “Ketemuan dimana?” kataku. “Terserah kamu” jawabnya. “Dimana ya, oiya, di café temanku aja, aku sering kesana, tempatnya enak banget” kataku. “Selain itu lebih aman bagiku untuk copy darat dengan orang yang tak pernah aku temui sebelumnya” pikirku. “Boleh, didaerah mana?” tanyanya. “Daerah Blok M” kataku. “Ok deh, besuk sabtu gimana? Sekitar jam 11” katanya. “Bagaimana cara tau itu kamu dan itu aku?” kataku. “Kan kita sudah tau PIC masing-masing” jawabnya. “Bisa saja PIC menipu kan” kataku. “Liat aja deh” jawabnya. “Ok deh, aku tunggu ya” kataku.

Sabtu ditempat yang ditentukan. Aku memang berniat datang lebih awal, untuk sekedar berbincang sebentar dengan temanku Surya pemilik café ini, aku tahu sabtu adalah waktu tersibuknya karena inilah waktu terbaik untuk ber-weekend ria. Aku memesan Capucino panas kesukaanku, Surya sampai hafal dengan menu favoriteku itu. Aku bawa buku kesukaanku pula untuk aku baca sampai tuntas sambil menunggu Dhanis. Jam sudah menunjukkan pukul 11.30, Dhanis belum juga tampak batang hidungnya. “Mungkin dia kena macet” pikirku, di Jakarta tidak ada jam tidak macet walau hari sabtu sekalipun. Aku mencoba menghubunginya. Tidak diangkat, sekali lagi, tetap tidak diangkat. Aku mencoba SMS Dhanis. “Dhanis ada dimana?” ketikku di HP. Tidak ada jawaban. “Mungkin Dhanis masih dijalan” pikirku. Aku mencoba bersabar untuk menunggunya. Jam telah menunjukkan pukul 13.00, aku masih di café itu, menunggu Dhanis. Aku coba telpon lagi, tidak diangkat, sekali lagi, tidak diangkat juga. “Sudah habis kesabaranku” gumamku. Aku merasa dipermainkan Dhanis. Kali ini aku benar-benar marah. Aku mengirimkan sebuah SMS padanya “Maaf Dhanis, Kalo anda sedang sibuk jangan pernah sekali lagi membuat janji dengan orang lain dan jangan pernah menemui saya lagi” ketikku dalam SMS itu. Aku meninggalkan café itu dengan perasaan kecewa. Orang yang aku percaya selama ini mempunyai kualitas kepribadian seperti ini. Disepanjang jalan aku mengerutu tidak ada habisnya. Saat malam tibapun, Dhanis juga tidak memberikan kabar. Entah dimana anak itu ternyata aku salah menilai orang. Dimana nyalinya, seharusnya itu bukan sikap pria. Sesibuk apapun seharusnya dia mempunyai waktu untuk hanya sekedar memberi aku kabar dimana dia sekarang. Apakah terlalu sulit hanya untuk menelepon atau menuliskan SMS. Akupun sudah menyiapkan kata-kata untuk menumpahkan amarahku besok pagi padanya.

Keesokan harinya, dia masih saja offline, sampai akhir haripun tetap offline. Begitupula hari selanjutnya dan selanjutnya, sampai seminggu kemudian, tetap saja dia tidak tampak. Aku malas bila harus meng-SMS atau menelponnya lagi. “Nggak penting deh” pikirku. Ini sudah hari ketujuh dia menghilang. Dan aku sudah sedikit melupakan kejadian itu. Suatu sore tiba-tiba telponku berdering dari nomer yang tidak aku kenal. “Halo” kataku. “Dy” jawaban dari seberang. Aku merasa mengenal suaranya. Ya,..itu suara Dhanis. Belum sempat aku bicara, dia sudah melanjutkan kata-katanya. “Aku berada di depan kantormu, aku ingin menemuimu, please temui aku” katanya. Belum sempat aku berbicara, telponnya sudah ditutup. Aku coba telpon kembali untuk mengatakan “Aku takkan pernah mau menemuimu lagi” tetapi telpon diseberang mengatakan “nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif atau diluar jangkauan, silahkan meninggalkan pesan”, pertanda HP-nya dimatikan. “Maunya apa sih tuh orang” pikirku. Aku segera beranjak keluar kantor. Aku mencari sosok Dhanis, aku masih punya sisa ingatan mengenai sosoknya dari PIC yang dikirimkannya padaku. Aku coba mencari sosok yang belum aku kenal sebelumnya itu diantara sosok-sosok temanku yang sedang menyiapkan diri pulang ke rumah. “Kamu Dyah ya” suara itu mengagetkanku. Aku menoleh ke arah suara tepat dibelakangku. “Dhanis” kataku. Persis seperti sosok yang digambarkannya selama ini. Dia memandangiku, begitupula aku. “Dy, ijinkan aku berbicara sebentar padamu” katanya. “Apa yang ingin kamu bicarakan lagi Dhan” kataku. “Aku tau kamu marah besar padaku Dy, tapi dengarlah penjelasanku dulu” katanya. “Sudahlah aku tidak ingin mendengar segala alasanmu lagi” kataku. Aku beranjak dari tempatku berdiri, tetapi tangannya meraih lenganku. “Please Dy, dengerin aku dulu” katanya. “Lepaskan tanganmu” kataku. “Aku akan melepaskan tanganku setelah kamu mau aku ajak bicara. Aku tak peduli walaupun kamu berteriak sekalipun” katanya. “Apa sih maumu” kataku. “Kamu akan tau Dy” jawabnya. “Ayo kita ke café temanmu itu seperti janji kita bertemu seminggu yang lalu” katanya. “Kita bicara disini saja” kataku. “Dy, please, jika kamu berikan waktu walaupun untuk yang terakhir sekalipun, aku terima Dy, tapi tolong dengerin penjelasan aku dulu” katanya. “Ok, aku beri kamu waktu untuk yang terakhir kali” kataku.

Dia memacu motornya ke café Surya. Diperjalanan dia tidak mengatakan sepatah katapun begitu pula aku. Tiba-tiba aku merasakan amarah kembali yang sangat dari diriku kepadanya. “Aku harus mengendalikan ini” pikirku. Kami tiba di café Surya, 45 menit kemudian, suasananya agak lengang kali ini. Aku memesan Capucino kesukaanku sedangkan dia memesan soft drink. “Apa yang ingin kamu jelaskan” kataku mengawali pembicaraan. “Dy, aku ingin bercerita padamu, tetapi jangan pernah memotong perkataanku dulu, kamu punya waktu berbicara setelah aku selesai menjelaskan kepadamu” katanya. “Kenapa orang ini selalu berbicara sistematis” pikirku. Dhanis selalu berbicara dengan alur, dari semenjak saat kita pertama kali bertemu di dunia maya sampai saat kami bertemu nyata. Mungkin karena pekerjaannya sebagai auditor yang selalu menggunakan alur untuk menarik kesimpulan. “Terserah rule-mu lah Dhan” kataku sekenanya. “Dy, aku tau kamu marah, tapi please dengarkan aku dengan seksama, setelah itu kamu bebas melakukan apapun terhadap diriku” katanya. “ya,..ya,..terserah maumu lah” kataku.

Dhanis mulai bercerita. “Dy, sebenarnya seminggu yang lalu saat kita buat janji disini, aku sudah berada disini ½ jam sebelum kamu datang” katanya memulai. “Aku melihatmu masuk ke café dan berbincang sebentar dengan temanmu itu” sambungnya. “Kamu memesan Capucino panas saat itu, sambil menungguku, kamu membaca buku”. “Buku berwarna merah tapi tidak jelas buku apa yang kamu baca”. “Kamu duduk di meja no. 5, memakai baju biru dengan celana jeans biru” katanya. “Jam 11.30 kamu mulai menelpon dan meng-SMS-ku tapi aku tidak berani mengangkat” “Kamu memesan kembali capucino dingin setelah itu, kamu selesai membaca bukumu jam 12.15” katanya. “Jam 12.30 kamu pergi ke toilet, sambil berbincang sebentar kearah pelayan yang menjaga pintu itu. Kamu memperlihatkan sesuatu padanya. Aku rasa kamu berbicara padanya untuk menyuruhku menunggu bila aku datang, aku tau kamu menunjukkan PIC-ku padanya” katanya. “Kamu kembali lagi kemejamu jam 12.45, kamu menelponku lagi dan meng-SMS aku lagi sebelum meninggalkan café ini” jelasnya. “Jam 13.00 kamu meninggalkan café ini” katanya. Penjelasannya sangat lugas sekali, benar itulah yang aku lakukan saat itu, sampai sedetail itu dia memperhatikan aku. “Terus kena..” kataku tetapi terlanjur dipotong olehnya. “Dy, please kamu jangan bicara dulu” katanya. “Aku tau kamu ingin menanyakan kenapa aku tidak menemuimu kan?” katanya. “Dy, sewaktu melihatmu datang dan duduk dimeja itu, aku berharap segera menemuimu. Aku duduk di meja no. 10, ditempat kita saat ini Dy, tampak jelas dari sini meja no.5 itu” terangnya. Memang tampak jelas sekali, tetapi dari meja no. 5 tidak begitu jelas untuk melihat kearah meja no. 10 karena harus menengok. “Aku memandangimu, kamu cantik Dy, sempurna” katanya. “Lebih dari yang aku duga sebelumnya, benar-benar lebih dari dugaanku sebelumnya” katanya. “Aku terlalu pengecut Dy, hanya untuk menemuimu saja aku tidak berani. Aku takut kamu kecewa melihatku. Kamu liat sekarang kan, aku hanya orang biasa-biasa saja” sambungnya. “Aku takut untuk menemuimu dan kuputuskan saat itu untuk tidak bertemu denganmu dulu. Ternyata setelah melihatmu aku tidak siap bertemu denganmu” katanya. “Aku berencana akan memberi kabar padamu sore harinya” jelasnya. “Tapi saat aku melihatmu pulang dan membaca SMS-mu, aku jadi mengurungkan niatku itu dan aku benar-benar menyesal, kenapa aku tidak menemuimu saja dengan segala konsekuensinya. Aku melihat kamu benar-benar marah sekali Dy” sambungnya. “Aku pulang dengan keadaan sangat menyesal. Aku sangat ingin meminta maaf padamu tapi aku tau kamu masih sangat marah” sambungnya.”Maafkan aku ya Dy’ katanya. “Aku pikir harus menunggu waktu dulu sampai kamu agak melupakannya, bahkan aku berpikir untuk tidak menghubungimu lagi bila memang harus seperti itu” sambungnya. “Tapi 3 hari setelah itu, aku search namamu di google, aku menemukan namamu lolos seleksi penerimaan karyawan di Yogyakarta. Dan aku tau kamu akan menerimanya kesempatan itu kan” katanya. “Aku berpikir dan terus berpikir Dy, aku tidak bisa berhenti memikirkanmu. Akhirnya aku putuskan untuk menemuimu lagi” sambungnya. “Dy, taukah kamu kalo sebenarnya menyukaimu” katanya. “Tinggallah disini saja Dy” katanya. “Aku meminta padamu” katanya sambil menundukkan muka. “Dy, aku benar-benar meminta maaf padamu, maafkan semua kesalahanku ya” katanya. Wajahnya tampak menyesal sekali. “Aku sudah selesai bicara, Dy” katanya.

Aku pandangi matanya, amarahku berangsur-angsur menghilang. Aku dengarkan setiap kata demi kata yang diucapkannya tadi. “Dy, bicaralah” katanya. “Dhan, kamu itu seperti Dhanis yang aku dugakan selama ini. Inilah Dhanis yang selama ini hanya aku ajak berbicara di chat. Sosok kamu inilah yang selama ini aku pikirkaan mengenai Dhanis didunia nyata. Tidak ada yang salah dengan yang aku pikirkan” kataku. “Kamu orang yang sederhana, sistematis, teratur, suka bicara apa yang kamu pikirkan dan secara fisikpun tidak melenceng dari dugaanku selama ini” kataku. “Aku tidak pernah berpikir mengenai seperti apa fisikmu, Dhan, hanya saja aku kecewa dengan sikapmu” sambungku. “Seharusnya walau bagaimanapun kamu harus menemui aku dulu waktu itu, karena kamu telah berjanji menemuiku, ingat Dhan menunggu itu menjenuhkan” kataku. “Saat itu sebenarnya aku ingin mengatakan padamu aku telah lolos seleksi yang pernah aku ceritakan padamu sebelumnya, aku ingin bilang padamu bagaimana sebaiknya, apakah aku harus pergi atau tetap tinggal” kataku. “Dan setelah kejadian itu, aku putuskan untuk pergi saja, aku tidak mau bila aku saja yang menyukaimu Dhan” kataku. Ada sinar kekagetan sekaligus kebahagiaan dari wajah Dhanis setelah mendengar ucapanku barusan. “Tapi setelah aku mendengar penjelasanmu tadi , aku akan mengubah tujuanku. Aku akan tetap disini Dhan” kataku. “Aku sudah selesai bicara, Dhan” kataku. “Dy, kamu juga suka aku?” tanyanya. Wajahnya sangat sumringah sekali. Aku mengangguk. “Kenapa aku tidak menemuimu saja minggu lalu?” katanya. Aku tersenyum. “Dhan, aku pikir kamu tidak akan pernah tau perasaanku bahwa sesungguhnya aku menyukaimu” begitu ucapku dalam hati.

“Kala bunga mengembangkan sekali lagi mekarnya

Tampak padanya sebuah aroma mewangi yang terbias

Tatkala hujan berhenti menjadi lengkungan pelangi

Sewarna hati yang sedang mengembangkan sayap cinta”

“Sekedar imajinasi penulis”

Sajak Surau Hati (Sekali Lagi)

Mekar lagi sebuah siluet lengkungan pelangi

Menapaki sejumlah huruf yang tersirat dari hati

Dalam bukit kembang yang merangkaikan wangi

Tersemaikan dalam serutan imajinasi yang berhenti

Sosoknya serahkan kisah yang nyata

Tergambar dari seraut pancaran cahaya

Sederhana dengan semua karunia ilahi

Begitu sempurna untuk tak terindikasi

Kali ini hati terketuk dalam surau-Nya

Sapaan yang mewakili bukan duniawi

Seputih nurani yang berjalan karena-Nya

Bukan lagi hanya karena raga yang terisi

Kali ini terakhir hati menggetarkan kasih

Untuk menyandarkan kisah bersama kepada-Nya

Semoga Sang Ilahi ridhokan besitan terakhir yang singgah

Sehingga surau dari hati kami tidak terbuka lagi

and even if I'm there, all I see is you because you're near me”

Syurga untuk Cinta

“De,..”. Aku terkejut mendengar sapaan itu. Aku menoleh ke asal suara. Hanya satu orang yang memanggilku dengan nama itu. Dia adalah seorang sahabatku, namanya Geza Farizi Setyawan, aku memanggilnya dengan nama ”Gie”. Aku sendiri bernama Dinasty Pravita. Teman-temanku memanggilku dengan nama asty. Dan hanya Gie yang memanggilku dengan nama ”De”. Begitu juga dengan Gie, teman-teman memanggilnya Fari tetapi aku memanggilnya dengan ”Gie”. Nama panggilan kami tersebut adalah inisial dari nama kami, lebih singkat dan sederhana, itulah alasan kami memakai panggilan itu.

Sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Sudah 6 tahun kami tidak bersua. Dia melanjutkan kuliahnya di Malaysia. Itulah impiannya. Sebelumnya dia memang ingin melanjutkan sekolah ke luar negeri. Suatu kali dia pernah berkata kepadaku ”Ayo kita lanjutkan sekolah bareng di Malaysia, biar aku nggak usah capek-capek belajar, kan ada kamu” katanya. ”Berarti dibayarin kamu dong Gie” candaku. ”Ye, emangnya murah kuliah di luar negri” jawabnya. ”Kalo mo dibantu ya modal dong, Gie” kataku. Dan kitapun tertawa bersama. Itu percakapanku 7 tahun lalu, saat kami kelas 3 SMU. Dia memilih sekolah di Malaysia dengan alasan lebih dekat dengan Indonesia, dan agak murah dibanding di negara lain. ”De,..aku diterima kuliah di Malaysia” begitu SMS-nya suatu hari. ”Makasih ya De, sudah di kursusin privat setiap hari” Sambungnya. ”Wah, selamat Gie, impianmu terkabul” balasku. Aku memilih untuk bersekolah di Indonesia saja, aku diterima di universitas negeri di suatu kota di tengah jawa, lebih murah sehingga tidak memberatkan orang tuaku. Kasihan mereka, orang tuaku hanya PNS biasa yang tidak mungkin membiayaiku sekolah di luar negeri walaupun sebenarnya aku mampu. Beda dengan Gie, dia anak pasangan dosen, sehingga orang tuanya sadar ilmu dan ingin menyekolahkan anaknya di sekolah yang lebih baik. Dan semenjak keberangkatannya ke Malaysia, kami hanya berinteraksi melalui email dan SMS saja. Aku jarang membuka email, kadang ada beberapa message-nya di inbox aku. Dan aku baru buka beberapa minggu kemudian. Sudah beberapa bulan ini tidak ada message dalam inbox-ku maupun SMS darinya. Aku hanya berpikir mungkin dia sedang sibuk kuliah. Di beberapa emailnya dia bercerita mengenai kuliahnya yang semakin berat. Dan entahlah waktu itupun aku juga merasakan kuliahku pun semakin butuh konsentrasi.

Dan setelah empat tahun, aku lulus dengan nilai yang lumayan. Dan aku sudah bekerja sebagai project marketing officer di sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Aku kembali lagi ke kotaku setelah lulus kuliah. Itu memang keinginanku. Dan alhamdulillah terkabul. Sebagai marketing officer, aku harus berkunjung dibeberapa daerah untuk melihat perkembangan daerah tersebut, sebagai bagian dari pangsa pasarku. Aku bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan marketing, sebenarnya aku punya manajer tetapi akulah pelaksana sesungguhnya. Hampir seluruh kota telah aku kunjungi. Seneng juga bisa selalu jalan-jalan. Dan itulah impianku ”keliling Indonesia gratis”.

Gie dan aku sama-sama suka menulis. Dulu lama suka bertukar ide bahkan kami telah membuat satu cerpen bersama. Ide kami datang setelah kita sama-sama nonton film ”Ada Apa Dengan Cinta”. Aku masih menyimpan filenya, dan sekarang sudah menghiasi tulisanku di blog. Baru satu tahun ini aku membuka blog karena keinginanku menerbitkan tulisanku. Aku suka sekali menulis, aku gunakan waktuku menulis untuk mengurangi kejenuhanku bekerja. Lumayan bisa menambah temen dari banyaknya frekuensi aku menulis. Andai saja Gie tau kalo aku suka menulis, pasti dia akan memberiku semangat lebih. Sudah beberapa tulisanku aku kirim ke-inbox-nya, tetapi setiap kali mengirim email dia tidak pernah memberi komentar tentang tulisanku. Dia memang pernah berkata padaku kalau dia hanya membuka email yang dikirimkan khusus padanya, bukan pada banyak orang. Memang email yang aku kirimkan padanya itu aku tujukan pula untuk beberapa orang. Baru ku sadari sekarang itulah alasan dia tidak pernah memberikan komentar mengenai tulisanku.

Suatu kali aku menerima email darinya. Dia menceritakan bahwa dia sedang jatuh cinta kepada wanita malaysia bernama Fatima. Teman satu kampusnya tetapi beda angkatan, Fatima satu tingkat dibawahnya sekaligus anak pemilik flat tempat dia tinggal. Dan kemungkinan dia akan menikah dengannya tahun ini. Dalam tulisannya dia sangat mencintai wanita itu. Aku sangat bahagia ketika mendengar ceritanya itu. Akhirnya Gie menemukan tambatan hatinya. Selama 9 tahun kami bersahabat jarang aku mendengar dia sedang jatuh cinta. Setahuku wanita dalam kehidupannya hanyalah ibunya, adiknya, aku dan seorang wanita cinta pertamanya bernama ”Fitri Dewandari”. Itulah wanita yang ada di kehidupannya. Dulu teman-temanku sering mengira kami adalah sepasang kekasih. Kami hanya tertawa bila ada teman yang bertanya. Aku dan Gie pacaran?? Nggak banget deh. Memang aneh bila seorang pria dan seorang wanita bersahabat sedekat itu, tapi bagi kami semua itu tidak ada yang aneh. Karena kami bisa menjaga persahabatan ini selama 9 tahun, dan hanya bersahabat saja tidak lebih. Di email itu pula pula Gie bercerita dia sedang melanjutkan S2-nya disana. Dia juga telah menjadi assisten dosen disana sambil meneruskan kuliahnya.

Aku sedang berada di sebuah tempat yang jadi tempat favoritku sekarang. Inilah tempat tujuanku bila aku sedang tidak ada pekerjaan. Ada sebuah tempat bersantai didaerah selatan jakarta, disitu ada sebuah tempat makan dengan pemandangan yang indah. Dulu aku dan Gie sering ke sini bila kami ada waktu, sekedar makan sambil bercerita tentang semuanya. Dan saat ini tiba-tiba Gie ada disini. Tiba-tiba dia menyapaku. Aku masih kaget. ”Aku tau kamu disini De, kamu memang tidak pernah berubah selalu melakukan hal yang sama setiap waktu, kamu masih semelankolis dulu” Lanjutnya. Aku tersenyum. ”Gie, kamu ada di Indonesia? kapan datang. Kok nggak kasih kabar sih?” tanyaku. ”Baru kemarin aku dateng De, aku memutuskan untuk pindah ke Indonesia” Katanya. Aku tambah kaget dengan kata-katanya itu. ”Apa kamu nggak salah Gie?” kataku. ”Bukannya disana kamu sudah jadi assisten dosen, tunggulah sampai S2mu selesai. Pasti kamu akan jadi dosen disana” kataku. ”Aku sudah mengajukan tesisku De, tinggal beberapa bulan lagi aku selesai” katanya. ”Aku akan banyak tinggal di Indonesia, aku ditawari jadi assisten dosen di UI dan aku memilih untuk bekerja disitu” jelasnya. ”Lho, kenapa Gie? Kenapa memilih kembali? Bukannya kamu akan menikah tahun ini dengan Fatima?, bukannya lebih enak bila kalian tinggal di Malaysia kalo kalian menikah nantinya?” tanyaku lagi. ”Aku sudah selesai dengan Fatima, De” jawabnya. ”Hah,..”. Aku melongo mendengar penuturannya. ”Selesai” batinku. ”Bukannya email itu dikirim 8 bulan yang lalu” pikirku lagi. ”Kenapa Gie?” tanyaku. ”Aku memilih untuk membuat komitmen, De, bukan hanya cinta tapi sebuah komitmen juga” katanya. ”Komitmen apa?” kataku. ”Komitmen untuk hidup bersama denganmu De” katanya. ”Hah,..” aku melonggo lagi. Aku belum mengerti tentang apa yang dikatakannya. ”Maksudmu?” tanyaku. ”Ya, De, aku ingin membuat komitmen hidup bersama denganmu, menikah denganmu De” katanya. Aku masih bingung mencerna kata-katanya. Lebih membingungkan daripada teori auditing yang pernah aku terima dikampus. ”Sebentar Gie, aku kok agak kaget denger ceritamu ya. Coba kamu ceritakan dari awal” Kataku. ”De, waktu di Malaysia aku memang jatuh cinta pada Fatima, tetapi aku sangat tidak nyaman dengan perasaanku ini. Aku tidak nyaman jalan berdua dengan wanita yang aku cintai, De” ”Aku tidak bisa menghindarkan diriku dari pikiran-pikiran kotor yang merusak diriku, De” Katanya. ”Aku belum bisa menikahinya, De. Dia masih adik kelasku, orang tuanya juga menginginkan dia lulus dulu. Berarti itu setahun lagi. Aku tidak bisa hidup begitu terus. Aku takut dosa. Akhirnya aku putuskan untuk selesai dan pindah ke Indonesia” Katanya. ”Aku selalu berdoa tiap malam, De, agar Allah jadikan aku ridho terhadap apa-apa yang Allah tetapkan padaku dan jadikan barokah apa-apa yang telah Allah takdirkan padaku, sehingga aku tidak ingin menyegerakan apa-apa yang Allah tunda dan menunda apa-apa yang Allah segerakan”. “De, aku sangat ingin mendapat keridhoan Allah, aku berusaha mencari seseorang yang sama denganku, karena secara psikologis, seseorang akan merasa tenang dan nyaman jika berdampingan dengan orang yang sama dengannya, baik dalam perasaan, pandangan hidup dan sebagainya sehingga Allah akan bisa hadir secara penuh dalam hatinya. Mereka saling mencintai bukan atas nama diri mereka, melainkan atas nama Allah dan hanya untuk Allah”. “Kamu yang selalu terpikir dalam benakku, De”. “De, semua yang ada dalam diri kita itu hampir sama” Jelasnya. “Tapi Gie” kataku. “De, cinta bukan atas nama Allah itu hanya nafsu tetapi komitmen itu adalah harga diri” Potongnya. “Biarkan cinta kita tumbuh seiring dengan keinginan kita untuk mencari keridhoan Allah, bukan hanya cinta karena nafsu saja tetapi cinta karena Allah” Katanya. Air mataku menetes, hatiku luluh dengan ucapannya. Gie telah berubah. Bukan Gie sahabatku yang dulu, tetapi sekarang Gie datang tepat didepanku sebagai seorang manusia yang sedang meniti hidup di jalan Allah. “Ya Allah terima kasih Engkau telah berikan jodoh padaku seperti doaku selama ini. Dan inilah suami yang aku inginkan, suami yang mencintai dan merindukan hidup dijalan-Mu dan menginginkan seluruh hidupnya dipenuhi oleh ridho-Mu” Ucapku dalam hati.

“Bila cahaya pencipta telah menuruni hati

Sinarnya akan mencairkan kerumitan jiwa

Bukan sekedar cinta yang memenuhi sukma

Tetapi keinginan penuh untuk mencapai syurga”

‘Sekedar imajinasi penulis’

Ketika Cinta Itu

Ketika cinta itu indah

Mereka mencoba merasakannya

Ketika cinta itu semangat

Mereka mencoba mengobarkannya

Ketika cinta itu pengorbanan

Mereka mencoba memperjuangkannya

Ketika cinta itu penantian

Mereka mencoba menunggunya

Ketika cinta itu isyarat

Mereka mencoba mengartikannya

Ketika cinta itu pintu

Mereka mencoba mengetuknya

Ketika cinta itu menyapa

Mereka mencoba membalasnya

Ketika cinta itu perjalanan

Mereka mencoba menjajakinya

Ketika cinta itu kehidupan

Mereka mencoba menempuhinya

Ketika cinta itu kisah

Mereka mencoba bercerita

Ketika cinta itu nyanyian

Mereka mencoba menyenandungkannya

Ketika cinta itu puisi

Mereka mencoba menyairkannya

Ketika cinta itu sandiwara

Mereka mencoba memainkannya

Ketika cinta itu ungkapan

Mereka coba menyatakannya

Ketika cinta itu semu

Mereka mencoba membuat menjadi nyata

Ketika cinta itu khayalan

Mereka mencoba memimpikannya

Ketika cinta itu impian

Mereka mencoba meraihnya

Ketika cinta itu harapan

Mereka mencoba mewujudkannya

Ketika cinta itu cahaya

Mereka mencoba menyinarkannya

Ketika cinta itu benih

Mereka mencoba memekarkannya

Ketika cinta itu awan

Mereka mencoba menaunginya

Ketika cinta itu angin

Mereka mencoba menghembuskannya

Ketika cinta itu embun

Mereka mencoba menyegarkannya

Ketika cinta itu hujan

Mereka mencoba mengguyurkannya

Ketika cinta itu mentari

Mereka coba menghangatinya

Ketika cinta itu bintang

Mereka mencoba menyinarinya

Ketika cinta itu patung

Mereka mencoba memahatnya

Ketika cinta itu jasad

Mereka mencoba menjadi ruhnya

Ketika cinta itu sayap

Mereka mencoba menerbangkannya

Ketika cinta itu samudra

Mereka mencoba mengarunginya

Ketika cinta itu ruang

Mereka mencoba mengisinya

Ketika cinta itu komitmen

Mereka mencoba menjaganya

Ketika cinta itu batasan

Mereka mencoba melewatinya

Ketika cinta itu hampa

Mereka mencoba memenuhinya

Ketika cinta itu mengekang

Mereka mencoba mempertahankan

Ketika cinta itu jarak

Mereka mencoba mendekatkannya

Ketika cinta itu waktu

Mereka mencoba memanfaatkannya

Ketika cinta itu beku

Mereka mencoba mencairkannya

Ketika cinta itu layu

Mereka mencoba menyiraminya

Ketika cinta itu kegelapan

Mereka mencoba meneranginya

Ketika cinta itu misteri

Mereka mencoba menyelidikinya

Ketika cinta itu patah

Mereka mencoba menyambungkannya

Ketika cinta itu luka

Mereka mencoba menyembuhkannya

Ketika cinta itu airmata

Mereka mencoba mengusapnya

Ketika cinta itu masa lalu

Mereka mencoba mengenangnya

Ketika cinta itu hilang

Mereka mencoba mengikhlaskannya

Ketika cinta itu pilihan

Mereka mencoba memilihnya

Ketika cinta itu C I N T A

Mereka mencoba menerjemahkan serta melalui tanpa dapat menghindarinya