11.34

Seandainya Kau Tahu

Senja itu gerimis turun, padahal ini sudah bulan keempat di tahun kabisat, seharusnya hujan sudah tidak lagi tampak disini. Aku berlari kecil untuk mencari tempat berteduh, maklum baru saja aku sembuh dari penyakit flu. Aku berteduh di depan kios bertuliskan Kios Buku & Kaset. Kiosnya tidak begitu luas tapi dari luar kaset dan buku yang ditawarkan tampak tertata rapi. Aku jadi tertarik untuk mengetahui ada apa saja didalam sana. Aku membuka pintu kios itu, tampak beberapa orang sedang memilih CD yang akan dibeli, yang lainnya sedang asyik mendengarkan CD yang sudah dibelinya, disisi lain ada beberapa orang yang sedang memilih buku sambil membolak-balik halaman buku itu. Aku menamati sekeliling, indah sekali penataan di kios itu, ada beberapa lukisan terpampang, beberapa ukiran khas jepara juga terpasang sehingga menambah indah ruangan itu. “Pasti pemiliknya punya cita rasa seni yang tinggi nih” pikirku. Aku melihat beberapa CD di suatu meja pemajang. “Ah..pasti seru nih, aku akan membelinya jika ada yang sreg” gumamku. Tiba-tiba tanpa kusadari lagu aku mendengar lagu yang tak asing bagiku.

I'll give you everything I am
And everything I want to be
I'll put it in your hands
If you could open up to me oh
Can't we ever get beyond this wall

'Cause all I want is just once
To see you in the light
But you hide behind
The color of the night

Tiba-tiba ingatanku ke masa itu, dua tahun yang lalu

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

“mas, mbak maaf angkotnya nggak bisa jalan lagi, nggak berani, banjirnya terlalu tinggi, turun disini aja ya” Kata sopir angkot itu. “wah..gimana dong bang, saya naik apa?” omelku. “mas, saya nggak berani, takut nanti angkot saya mogok” kata sopir itu lagi. “wah bang, masak saya harus turun disini sih, ini kan sudah malem” kataku. “maaf mas, ini uang angkotnya saya kembalikan saja” kata sopir itu. Mau tidak mau, suka tidak suka, aku akhirnya turun dari angkot itu sambil berlari ditempat yang teduh. Aku memilih menunggu hujan agak reda. Kalo saja tadi Erik tidak memintaku untuk lembur pasti aku sudah berada di depan TV kesayanganku, sambil minum kopi yang pasti. Tak henti-hentinya aku mengumpat dalam hati. Tanpa kusadari sudah 10 menit berlalu, tetap hujan belum ada tanda-tanda reda. “Aku harus menelpon rumah nih, meminta adikku Raja menjemputku” pikirku. Aku memang paling males bila harus mengendarai mobil sendiri, aku paling tidak tahan dengan kemacetan Jakarta. Aku lebih suka naik angkot dan tidur sampai tujuan. Kuambil telpon genggamku dan kuhubungi rumah. Ibuku sendiri yang mengangkat, aku minta menjemputku di dekat warnet “simbiosis” agar mudah menemukanku.

Huh..kutengok kanan kiri agar tidak jenuh. Ada seorang wanita disana, kupandangi sejenak wanita itu. “Manis juga” pikirku. Ada tanda kegelisahan dari raut wajahnya. Mungkin karena hari sudah semakin larut. Wanita itu memaka blazer dengan celana panjang, Aku belum pernah bertemu dengannya, walaupun setiap hari inilah ruteku. Kudekati wanita itu, “pulang kemana mbak?” kataku. Dia tampak kaget dengan sapaanku, sekilas dia memandangiku dengan pandangan curiga. Aku maklumlah ini Jakarta, pasti dipikirannya aku adalah orang jahat. “Hujannya nggak reda-reda ya mbak, saya juga sudah capek nunggu” kataku sambil menengadahkan tangan kananku kearah hujan. Wanita itu mengangguk. Dia memandangiku sekali lagi, akupun menoleh padanya, kuberi senyuman termanisku, diapun ikut tersenyum. “Sultan” kataku sambil mengayuhkan tangan kananku. “Rasti” jawabnya sambil menjabat tanganku. “Pulang kemana mbak?” kataku sekali lagi. “Tebet mas” katanya. “Wah sejalan dong” sahutku. “Tapi kok kita nggak pernah bareng ya” kataku sok tau. “Saya baru pindah ke Jakarta ko mas” sahutnya. “Terus mo naik apa mbak?” kataku. “Nunggu taksi lewat mas, tapi saya sudah nunggu dari tadi, nggak ada yang lewat” katanya. “Ya iyalah mbak, didepankan banjir, jadi harus lewat muter, kalo mbak nunggu taksi disini ya nggak ada yang lewat” terangku. Tampak wajahnya semakin kebingungan, aku jadi kasihan melihatnya. “Mbak ikut mobil saya saja daripada kemaleman disini” tawarku. Aku tidak tega melihat rona mukanya. Dia memandangiku lagi. “Saya orang baik-baik kok mbak” kataku meyakinkan. Dia menunduk, wajahnya semakin terlihat putus asa dan hampir saja menangis. Aku terdiam, dia juga terdiam. Lima menit kemudian mobilku datang. Adikku membunyikan klakson. Kubuka pintu belakang untuk mempersilahkan Rasti masuk, dia mengikuti saja apa yang aku ucapkan. Adikku malah bengong, dia belum tau apa yang terjadi karena tiba-tiba aku mempersilahkan Rasti masuk ke mobilku. “Ke tebet Ndut” kataku pada adikku. Aku memang suka memanggilnya dengan istilah gendut karena tubuhnya yang gendut itu. Mobilku mulai memasuki jalan tebet. “Yang mana mbak rumahnya?” kataku. Rasti yang dari tadi terdiam tampak kaget. “Lurus terus belok kiri, rumah paling ujung mas” katanya. Mobilku berhenti dirumah itu. Sepertinya rumah kos-kosan, Nampak dari bentuk bangunannya. “Makasih sekali ya mas” katanya. “Sama-sama mbak” kataku. Dia turun, memandangiku sekali lagi dan tersenyum. “Manis sekali” pikirku. Mobilku melaju, aku lihat dia masih berdiri di depan pagar sampai mobilku menghilang dari pandangannya. “Ah..kakak capek sekali Ndut, kakak tidur aja ya” kataku pada Raja. “Kakak curang, masak aku ditinggal tidur sih” jawab adikku. Entah kata apa lagi yang diucapkan adikku karena aku sudah terlelap.

Seminggu telah berlalu, aku sedang berada di gramedia, tempat favoritku kalo sedang tidak ada kerjaan. Aku suka sekali membaca komik, sudah puluhan komik memenuhi lemari kamarku. Kadang ibuku juga dibuat kesal olehku karena kegemaranku ini. Kata ibuku kamarku lebih mirip dinamakan gudang karena buku-bukuku itu. Tiba-tiba mataku tertuju pada seorang wanita. “Rasti” gumamku. “Halo mbak” sapaku. ‘Eh..mas Sultan” jawabnya. Rona mukanya kali ini berbeda dari waktu aku bertemu dengannya seminggu yang lalu. “Tambah indah saja dipandang” pikirku. Kali ini dia sangat ceria, tidak ada kesan takut lagi diwajahnya. Sungguh indah..”Mas Sultan nyari buku apa?” katanya. “nggak kok, lagi jalan-jalan aja” jawabku. “Mbak lagi cari buku apa?” tanyaku. “jangan panggil mbak dong mas, panggil Rasti aja, ini mo beliin temen buku software, buat kado ultahnya” jawabnya. “Sudah dapet?” tanyaku lagi. “Sudah, ini” katanya sambil menunjukkan keranjang ditangannya. Kulihat ada dua buku didalamnya. “mas aku mau ngucapin terima kasih lagi buat tumpangannya kemaren ya” katanya. “sama-sama rasti, nggak masalah, kita kan searah” jawabku. “Rasti sendirian?” tanyaku. jawabnya. “Iya” jawabnya. “Bareng aja yuk pulangnya” tawarku. “Wah, saya jadi ngerepotin terus nih” katanya. “Nggak kok” kataku sambil tersenyum. Kuantar Rasti pulang.

Hari-hari berikutnya, aku sering bersama Rasti saat aku pulang, karena secara kebetulan sering ketemu dihalte. Dan seperti biasa akupun selalu dijemput Raja ditempat biasa karena setiap sore akhir-akhir ini dijakarta bisa dipastikan selalu hujan. Suatu hari aku mendapat bonus dari bos, aku berencana untuk mentraktir Rasti dan Raja pulang kerja nanti. Mobilku sudah menunggu ditempat biasa, memang aku sudah menelpon Rasti dan Raja untuk menanyakan kesediaan mereka hari ini untuk aku traktir. Mobilku beranjak menuju bilangan kemang untuk mencari tempat yang asyik buat makan. Aku inget temanku pernah menyarankan aku makan disebuah kafe “Tamani Cafe”, katanya tempatnya enak, ada Wifinya pula. Kebetulan aku harus mencari bahan untuk presentasi besuk. Kami sudah sampai di kafe. Kafenya ternyata benar-benar ramai. Mungkin karena hari ini weekend. Ada live musicnya pula. Aku suka tempat makan yang ada live musicnya. Kami telah memesan makanan. Aku makan sambil browsing internet sembari mendengarkan live music. Nyaman sekali bisa berlama-lama disini. Raja dan Rasti asik ngobrol sambil sesekali membicarakan music yang sedang dinyanyikan. “Aku suka banget lagu ini” tiba-tiba Rasti berkata agak berteriak, tetapi untungnya suaranya kalah dengan band yang sedang tampil.

I can't go on running from the past
Love has torn away this mask
And now like clouds like rain I'm drowning and
I blame it all on you
I'm lost - God save me...

I'll give you everything I am
And everything I want to be
I'll put it in your hands
If you could open up to me oh
Can't we ever get beyond this wall

“Beberapa kali aku coba browsing di internet buat DL gratis ga pernah berhasil” kata Rasti. “Apa judulnya?” kataku “coba aku cariin diinternet”. “The colour of the night” katanya. Aku utak-atik laptopku untuk menemukan lagu kesukaan rasti, “ketemu” kataku. “coba di DL mas” katanya. Benar kata Rasti nggak semudah itu, apalagi internet disini nggak begitu mulus. “Ok deh, nanti aku coba dirumah ya” kataku.

Raja mengetuk pintu kamarku. “Kak, ini aku nemu lagu kesukaan Rasti di toko Giring” kata Raja. “coba kakak liat” kataku sambil mengamati CD itu. Benar ini CD itu, CD kesukaan Rasti. “Kak, aku menurut kakak, Rasti gimana?” katanya tiba-tiba. “Aneh juga pertanyaanya” pikirku. “Gimana maksudmu ndut?” kataku. “Ya menurut kakak, Sifat sama Fisiknya gimana?”. “Rasti itu cantik, pinter, enak diajak ngomong, lucu ma lugu” kataku. “Emangnya kenapa ndut” tanyaku. “Nggak papa, Kak, kalo aku naksir Rasti gimana?” kata Raja. Deg..Raja suka sama Rasti, Raja berumur 1 tahun lebih muda daripada Rasti sedangkan aku berumur 2 tahun lebih tua daripada Rasti. “Kamu suka sama Rasti, Ndut” kataku mengulangi. “Kayaknya iya” kata Raja. “Sepertinya besok aku akan memintanya untuk jadi pacarku kak” sambungnya. Deg…Raja nekat juga. “Kakak dikabari ya ndut” kataku. Entah kenapa aku berpikiran aneh setelah mendengar perkataan Raja itu. Ternyata selama ini tanpa sepengetahuanku Raja dan Rasti sering berkomunikasi sehingga menumbuhkan benih-benih cinta dihati mereka.

Keesokan harinya saat aku tiba dirumah kulihat Rasti berada dirumahku. Ada ibuku sedang berbincang dengannya. Aku yakin Raja pasti sudah menceritakan kalo dia sedang jatuh cinta dengan Rasti pada ibuku karena itulah kebiasaan kami, bercerita pada ibu. “Sultan, ini Rasti pacar adekmu” kata ibuku. “Pacar?” berarti Raja sudah “nembak” Rasti dan diterima Rasti. “Iya bu, kita sudah kenal kok” kataku. “iya bu, kami sudah kenal” Kata Rasti. “Raja dimana bu?” kataku pada ibu. “Dikamar, lagi mandi” kata ibuku. Aku masuk kekamar Raja “wah..selamat ya udah punya pacar baru, ngalahin kakak kamu ndut, kakak malah nggak punya pacar” kataku. “hehehe, makanya nyari dong, kakak kan juga ganteng” kata Raja. “la terus gimana jadwal keberangkatanmu ke Surabaya bulan depan? Mo pacaran jarak jauh?” tanyaku. “tunggu tanggal mainnya kak” katanya. Aku mengernyitkan dahi pertanda tidak mengerti perkataan Raja.

Dua bulan telah berlalu, Raja sudah pindah ke Surabaya. Rasti dan Raja akhirnya pacaran jarak jauh. Aku masih sering pulang bareng dengan Rasti, tapi kali ini aku membawa mobil sendiri karena aku takut bila hujan tidak ada lagi yang menjemputku. Tiba-tiba HPku berbunyi “Raja memanggil”. “Halo kak, apa kabar?” sapa Raja. “Baik ndut, kamu juga baek kan?” kataku. “Iya, kakak lagi dimana? sibuk nggak?” katanya. “lagi dirumah, nggak sibuk, napa ndut?” tanyaku.”Kak, minta tolong anter Rasti ke bandara dong” pintanya. “Rasti mo kemana?” tanyaku. “Ke Surabaya, dia dapat pekerjaan disini” katanya. “Hah..Rasti mau pindah” kataku. “iya, minta tolong ya kakak, makasih ya kak” kata Raja. “Iya” jawabku. Pikiranku mulai tidak enak dan banyak sekali perasaan yang berkecamuk didadaku. Entah apa namanya, aku juga bingung mendeskripkanya. Aku jemput Rasti di kosnya. Dia sudah siap berangkat. Aku lihat dia membawa tas besar. “kenapa nggak cerita kalo mau pindah?” kataku membuka percakapan. “iya mas, Raja nggak bolehin dulu sebelum fix, ini juga nanti pulang lagi ke Jakarta. Pamit sama ibu juga kan mas” katanya. “Wah kalo cinta memang seperti itu ya, butuh pengorbanan” godaku. “hahaha..soalnya dulu pernah punya cinta nggak kesampaian sih mas gara-gara egoku” katanya. “mas pernah punya cinta nggak kesampaian mas?” tanyanya. Kupandangi Rasti. Akupun menganggung sambil tersenyum kecut. “Rasti, seandainya kamu tau kalo cinta itu adalah cinta kepadamu. Sebenarnya aku mencintaimu dengan sangat” kataku dalam hati sambil menahan perih. Ingin sekali ku ungkapkan perasaan yang mengganggu perasaanku saat ini. Tapi entah kenapa aku tidak bisa mengucapkannya. Mungkin karena Rasti telah menjadi milik adikku. Seandainya kamu tau Rasti,…

------------------------------------------------------------------------------------------------------------Lagu itu masih saja mengalun. Kilasan wajah Raja dan Rasti tiba-tiba muncul “Sedang apa mereka disana?” pikirku. Pastinya mereka sedang menikmati kisah cinta mereka. “Hmmm…” desahku. Aku harus merelakan Rasti. Aku memang sudah merelakan Rasti, untuk Raja adikku. Dan sampai saat inipun tak ada satupun yang tau kalo hatiku ini pernah tertambat untuk Rasti, Pacar adikku. Aku mulai beranjak dari situ, berada diterpaan hujan. Dan aku tak peduli lagi,...

Hari saat aku bertemu dengannya, hujan turun rintik-rintik
Kemudian hari itu kembali lagi
Tapi ada yang tak ingin kulupa
Hari itu,..Waktu itu,…
Sampai kapanpun,…Ada yang tak ingin ku lupa,..

’Hanya Imajinasi Penulis’

0 komentar:

Seandainya Kau Tahu

Senja itu gerimis turun, padahal ini sudah bulan keempat di tahun kabisat, seharusnya hujan sudah tidak lagi tampak disini. Aku berlari kecil untuk mencari tempat berteduh, maklum baru saja aku sembuh dari penyakit flu. Aku berteduh di depan kios bertuliskan Kios Buku & Kaset. Kiosnya tidak begitu luas tapi dari luar kaset dan buku yang ditawarkan tampak tertata rapi. Aku jadi tertarik untuk mengetahui ada apa saja didalam sana. Aku membuka pintu kios itu, tampak beberapa orang sedang memilih CD yang akan dibeli, yang lainnya sedang asyik mendengarkan CD yang sudah dibelinya, disisi lain ada beberapa orang yang sedang memilih buku sambil membolak-balik halaman buku itu. Aku menamati sekeliling, indah sekali penataan di kios itu, ada beberapa lukisan terpampang, beberapa ukiran khas jepara juga terpasang sehingga menambah indah ruangan itu. “Pasti pemiliknya punya cita rasa seni yang tinggi nih” pikirku. Aku melihat beberapa CD di suatu meja pemajang. “Ah..pasti seru nih, aku akan membelinya jika ada yang sreg” gumamku. Tiba-tiba tanpa kusadari lagu aku mendengar lagu yang tak asing bagiku.

I'll give you everything I am
And everything I want to be
I'll put it in your hands
If you could open up to me oh
Can't we ever get beyond this wall

'Cause all I want is just once
To see you in the light
But you hide behind
The color of the night

Tiba-tiba ingatanku ke masa itu, dua tahun yang lalu

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

“mas, mbak maaf angkotnya nggak bisa jalan lagi, nggak berani, banjirnya terlalu tinggi, turun disini aja ya” Kata sopir angkot itu. “wah..gimana dong bang, saya naik apa?” omelku. “mas, saya nggak berani, takut nanti angkot saya mogok” kata sopir itu lagi. “wah bang, masak saya harus turun disini sih, ini kan sudah malem” kataku. “maaf mas, ini uang angkotnya saya kembalikan saja” kata sopir itu. Mau tidak mau, suka tidak suka, aku akhirnya turun dari angkot itu sambil berlari ditempat yang teduh. Aku memilih menunggu hujan agak reda. Kalo saja tadi Erik tidak memintaku untuk lembur pasti aku sudah berada di depan TV kesayanganku, sambil minum kopi yang pasti. Tak henti-hentinya aku mengumpat dalam hati. Tanpa kusadari sudah 10 menit berlalu, tetap hujan belum ada tanda-tanda reda. “Aku harus menelpon rumah nih, meminta adikku Raja menjemputku” pikirku. Aku memang paling males bila harus mengendarai mobil sendiri, aku paling tidak tahan dengan kemacetan Jakarta. Aku lebih suka naik angkot dan tidur sampai tujuan. Kuambil telpon genggamku dan kuhubungi rumah. Ibuku sendiri yang mengangkat, aku minta menjemputku di dekat warnet “simbiosis” agar mudah menemukanku.

Huh..kutengok kanan kiri agar tidak jenuh. Ada seorang wanita disana, kupandangi sejenak wanita itu. “Manis juga” pikirku. Ada tanda kegelisahan dari raut wajahnya. Mungkin karena hari sudah semakin larut. Wanita itu memaka blazer dengan celana panjang, Aku belum pernah bertemu dengannya, walaupun setiap hari inilah ruteku. Kudekati wanita itu, “pulang kemana mbak?” kataku. Dia tampak kaget dengan sapaanku, sekilas dia memandangiku dengan pandangan curiga. Aku maklumlah ini Jakarta, pasti dipikirannya aku adalah orang jahat. “Hujannya nggak reda-reda ya mbak, saya juga sudah capek nunggu” kataku sambil menengadahkan tangan kananku kearah hujan. Wanita itu mengangguk. Dia memandangiku sekali lagi, akupun menoleh padanya, kuberi senyuman termanisku, diapun ikut tersenyum. “Sultan” kataku sambil mengayuhkan tangan kananku. “Rasti” jawabnya sambil menjabat tanganku. “Pulang kemana mbak?” kataku sekali lagi. “Tebet mas” katanya. “Wah sejalan dong” sahutku. “Tapi kok kita nggak pernah bareng ya” kataku sok tau. “Saya baru pindah ke Jakarta ko mas” sahutnya. “Terus mo naik apa mbak?” kataku. “Nunggu taksi lewat mas, tapi saya sudah nunggu dari tadi, nggak ada yang lewat” katanya. “Ya iyalah mbak, didepankan banjir, jadi harus lewat muter, kalo mbak nunggu taksi disini ya nggak ada yang lewat” terangku. Tampak wajahnya semakin kebingungan, aku jadi kasihan melihatnya. “Mbak ikut mobil saya saja daripada kemaleman disini” tawarku. Aku tidak tega melihat rona mukanya. Dia memandangiku lagi. “Saya orang baik-baik kok mbak” kataku meyakinkan. Dia menunduk, wajahnya semakin terlihat putus asa dan hampir saja menangis. Aku terdiam, dia juga terdiam. Lima menit kemudian mobilku datang. Adikku membunyikan klakson. Kubuka pintu belakang untuk mempersilahkan Rasti masuk, dia mengikuti saja apa yang aku ucapkan. Adikku malah bengong, dia belum tau apa yang terjadi karena tiba-tiba aku mempersilahkan Rasti masuk ke mobilku. “Ke tebet Ndut” kataku pada adikku. Aku memang suka memanggilnya dengan istilah gendut karena tubuhnya yang gendut itu. Mobilku mulai memasuki jalan tebet. “Yang mana mbak rumahnya?” kataku. Rasti yang dari tadi terdiam tampak kaget. “Lurus terus belok kiri, rumah paling ujung mas” katanya. Mobilku berhenti dirumah itu. Sepertinya rumah kos-kosan, Nampak dari bentuk bangunannya. “Makasih sekali ya mas” katanya. “Sama-sama mbak” kataku. Dia turun, memandangiku sekali lagi dan tersenyum. “Manis sekali” pikirku. Mobilku melaju, aku lihat dia masih berdiri di depan pagar sampai mobilku menghilang dari pandangannya. “Ah..kakak capek sekali Ndut, kakak tidur aja ya” kataku pada Raja. “Kakak curang, masak aku ditinggal tidur sih” jawab adikku. Entah kata apa lagi yang diucapkan adikku karena aku sudah terlelap.

Seminggu telah berlalu, aku sedang berada di gramedia, tempat favoritku kalo sedang tidak ada kerjaan. Aku suka sekali membaca komik, sudah puluhan komik memenuhi lemari kamarku. Kadang ibuku juga dibuat kesal olehku karena kegemaranku ini. Kata ibuku kamarku lebih mirip dinamakan gudang karena buku-bukuku itu. Tiba-tiba mataku tertuju pada seorang wanita. “Rasti” gumamku. “Halo mbak” sapaku. ‘Eh..mas Sultan” jawabnya. Rona mukanya kali ini berbeda dari waktu aku bertemu dengannya seminggu yang lalu. “Tambah indah saja dipandang” pikirku. Kali ini dia sangat ceria, tidak ada kesan takut lagi diwajahnya. Sungguh indah..”Mas Sultan nyari buku apa?” katanya. “nggak kok, lagi jalan-jalan aja” jawabku. “Mbak lagi cari buku apa?” tanyaku. “jangan panggil mbak dong mas, panggil Rasti aja, ini mo beliin temen buku software, buat kado ultahnya” jawabnya. “Sudah dapet?” tanyaku lagi. “Sudah, ini” katanya sambil menunjukkan keranjang ditangannya. Kulihat ada dua buku didalamnya. “mas aku mau ngucapin terima kasih lagi buat tumpangannya kemaren ya” katanya. “sama-sama rasti, nggak masalah, kita kan searah” jawabku. “Rasti sendirian?” tanyaku. jawabnya. “Iya” jawabnya. “Bareng aja yuk pulangnya” tawarku. “Wah, saya jadi ngerepotin terus nih” katanya. “Nggak kok” kataku sambil tersenyum. Kuantar Rasti pulang.

Hari-hari berikutnya, aku sering bersama Rasti saat aku pulang, karena secara kebetulan sering ketemu dihalte. Dan seperti biasa akupun selalu dijemput Raja ditempat biasa karena setiap sore akhir-akhir ini dijakarta bisa dipastikan selalu hujan. Suatu hari aku mendapat bonus dari bos, aku berencana untuk mentraktir Rasti dan Raja pulang kerja nanti. Mobilku sudah menunggu ditempat biasa, memang aku sudah menelpon Rasti dan Raja untuk menanyakan kesediaan mereka hari ini untuk aku traktir. Mobilku beranjak menuju bilangan kemang untuk mencari tempat yang asyik buat makan. Aku inget temanku pernah menyarankan aku makan disebuah kafe “Tamani Cafe”, katanya tempatnya enak, ada Wifinya pula. Kebetulan aku harus mencari bahan untuk presentasi besuk. Kami sudah sampai di kafe. Kafenya ternyata benar-benar ramai. Mungkin karena hari ini weekend. Ada live musicnya pula. Aku suka tempat makan yang ada live musicnya. Kami telah memesan makanan. Aku makan sambil browsing internet sembari mendengarkan live music. Nyaman sekali bisa berlama-lama disini. Raja dan Rasti asik ngobrol sambil sesekali membicarakan music yang sedang dinyanyikan. “Aku suka banget lagu ini” tiba-tiba Rasti berkata agak berteriak, tetapi untungnya suaranya kalah dengan band yang sedang tampil.

I can't go on running from the past
Love has torn away this mask
And now like clouds like rain I'm drowning and
I blame it all on you
I'm lost - God save me...

I'll give you everything I am
And everything I want to be
I'll put it in your hands
If you could open up to me oh
Can't we ever get beyond this wall

“Beberapa kali aku coba browsing di internet buat DL gratis ga pernah berhasil” kata Rasti. “Apa judulnya?” kataku “coba aku cariin diinternet”. “The colour of the night” katanya. Aku utak-atik laptopku untuk menemukan lagu kesukaan rasti, “ketemu” kataku. “coba di DL mas” katanya. Benar kata Rasti nggak semudah itu, apalagi internet disini nggak begitu mulus. “Ok deh, nanti aku coba dirumah ya” kataku.

Raja mengetuk pintu kamarku. “Kak, ini aku nemu lagu kesukaan Rasti di toko Giring” kata Raja. “coba kakak liat” kataku sambil mengamati CD itu. Benar ini CD itu, CD kesukaan Rasti. “Kak, aku menurut kakak, Rasti gimana?” katanya tiba-tiba. “Aneh juga pertanyaanya” pikirku. “Gimana maksudmu ndut?” kataku. “Ya menurut kakak, Sifat sama Fisiknya gimana?”. “Rasti itu cantik, pinter, enak diajak ngomong, lucu ma lugu” kataku. “Emangnya kenapa ndut” tanyaku. “Nggak papa, Kak, kalo aku naksir Rasti gimana?” kata Raja. Deg..Raja suka sama Rasti, Raja berumur 1 tahun lebih muda daripada Rasti sedangkan aku berumur 2 tahun lebih tua daripada Rasti. “Kamu suka sama Rasti, Ndut” kataku mengulangi. “Kayaknya iya” kata Raja. “Sepertinya besok aku akan memintanya untuk jadi pacarku kak” sambungnya. Deg…Raja nekat juga. “Kakak dikabari ya ndut” kataku. Entah kenapa aku berpikiran aneh setelah mendengar perkataan Raja itu. Ternyata selama ini tanpa sepengetahuanku Raja dan Rasti sering berkomunikasi sehingga menumbuhkan benih-benih cinta dihati mereka.

Keesokan harinya saat aku tiba dirumah kulihat Rasti berada dirumahku. Ada ibuku sedang berbincang dengannya. Aku yakin Raja pasti sudah menceritakan kalo dia sedang jatuh cinta dengan Rasti pada ibuku karena itulah kebiasaan kami, bercerita pada ibu. “Sultan, ini Rasti pacar adekmu” kata ibuku. “Pacar?” berarti Raja sudah “nembak” Rasti dan diterima Rasti. “Iya bu, kita sudah kenal kok” kataku. “iya bu, kami sudah kenal” Kata Rasti. “Raja dimana bu?” kataku pada ibu. “Dikamar, lagi mandi” kata ibuku. Aku masuk kekamar Raja “wah..selamat ya udah punya pacar baru, ngalahin kakak kamu ndut, kakak malah nggak punya pacar” kataku. “hehehe, makanya nyari dong, kakak kan juga ganteng” kata Raja. “la terus gimana jadwal keberangkatanmu ke Surabaya bulan depan? Mo pacaran jarak jauh?” tanyaku. “tunggu tanggal mainnya kak” katanya. Aku mengernyitkan dahi pertanda tidak mengerti perkataan Raja.

Dua bulan telah berlalu, Raja sudah pindah ke Surabaya. Rasti dan Raja akhirnya pacaran jarak jauh. Aku masih sering pulang bareng dengan Rasti, tapi kali ini aku membawa mobil sendiri karena aku takut bila hujan tidak ada lagi yang menjemputku. Tiba-tiba HPku berbunyi “Raja memanggil”. “Halo kak, apa kabar?” sapa Raja. “Baik ndut, kamu juga baek kan?” kataku. “Iya, kakak lagi dimana? sibuk nggak?” katanya. “lagi dirumah, nggak sibuk, napa ndut?” tanyaku.”Kak, minta tolong anter Rasti ke bandara dong” pintanya. “Rasti mo kemana?” tanyaku. “Ke Surabaya, dia dapat pekerjaan disini” katanya. “Hah..Rasti mau pindah” kataku. “iya, minta tolong ya kakak, makasih ya kak” kata Raja. “Iya” jawabku. Pikiranku mulai tidak enak dan banyak sekali perasaan yang berkecamuk didadaku. Entah apa namanya, aku juga bingung mendeskripkanya. Aku jemput Rasti di kosnya. Dia sudah siap berangkat. Aku lihat dia membawa tas besar. “kenapa nggak cerita kalo mau pindah?” kataku membuka percakapan. “iya mas, Raja nggak bolehin dulu sebelum fix, ini juga nanti pulang lagi ke Jakarta. Pamit sama ibu juga kan mas” katanya. “Wah kalo cinta memang seperti itu ya, butuh pengorbanan” godaku. “hahaha..soalnya dulu pernah punya cinta nggak kesampaian sih mas gara-gara egoku” katanya. “mas pernah punya cinta nggak kesampaian mas?” tanyanya. Kupandangi Rasti. Akupun menganggung sambil tersenyum kecut. “Rasti, seandainya kamu tau kalo cinta itu adalah cinta kepadamu. Sebenarnya aku mencintaimu dengan sangat” kataku dalam hati sambil menahan perih. Ingin sekali ku ungkapkan perasaan yang mengganggu perasaanku saat ini. Tapi entah kenapa aku tidak bisa mengucapkannya. Mungkin karena Rasti telah menjadi milik adikku. Seandainya kamu tau Rasti,…

------------------------------------------------------------------------------------------------------------Lagu itu masih saja mengalun. Kilasan wajah Raja dan Rasti tiba-tiba muncul “Sedang apa mereka disana?” pikirku. Pastinya mereka sedang menikmati kisah cinta mereka. “Hmmm…” desahku. Aku harus merelakan Rasti. Aku memang sudah merelakan Rasti, untuk Raja adikku. Dan sampai saat inipun tak ada satupun yang tau kalo hatiku ini pernah tertambat untuk Rasti, Pacar adikku. Aku mulai beranjak dari situ, berada diterpaan hujan. Dan aku tak peduli lagi,...

Hari saat aku bertemu dengannya, hujan turun rintik-rintik
Kemudian hari itu kembali lagi
Tapi ada yang tak ingin kulupa
Hari itu,..Waktu itu,…
Sampai kapanpun,…Ada yang tak ingin ku lupa,..

’Hanya Imajinasi Penulis’

0 komentar: