11.44

Syurga untuk Cinta

“De,..”. Aku terkejut mendengar sapaan itu. Aku menoleh ke asal suara. Hanya satu orang yang memanggilku dengan nama itu. Dia adalah seorang sahabatku, namanya Geza Farizi Setyawan, aku memanggilnya dengan nama ”Gie”. Aku sendiri bernama Dinasty Pravita. Teman-temanku memanggilku dengan nama asty. Dan hanya Gie yang memanggilku dengan nama ”De”. Begitu juga dengan Gie, teman-teman memanggilnya Fari tetapi aku memanggilnya dengan ”Gie”. Nama panggilan kami tersebut adalah inisial dari nama kami, lebih singkat dan sederhana, itulah alasan kami memakai panggilan itu.

Sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Sudah 6 tahun kami tidak bersua. Dia melanjutkan kuliahnya di Malaysia. Itulah impiannya. Sebelumnya dia memang ingin melanjutkan sekolah ke luar negeri. Suatu kali dia pernah berkata kepadaku ”Ayo kita lanjutkan sekolah bareng di Malaysia, biar aku nggak usah capek-capek belajar, kan ada kamu” katanya. ”Berarti dibayarin kamu dong Gie” candaku. ”Ye, emangnya murah kuliah di luar negri” jawabnya. ”Kalo mo dibantu ya modal dong, Gie” kataku. Dan kitapun tertawa bersama. Itu percakapanku 7 tahun lalu, saat kami kelas 3 SMU. Dia memilih sekolah di Malaysia dengan alasan lebih dekat dengan Indonesia, dan agak murah dibanding di negara lain. ”De,..aku diterima kuliah di Malaysia” begitu SMS-nya suatu hari. ”Makasih ya De, sudah di kursusin privat setiap hari” Sambungnya. ”Wah, selamat Gie, impianmu terkabul” balasku. Aku memilih untuk bersekolah di Indonesia saja, aku diterima di universitas negeri di suatu kota di tengah jawa, lebih murah sehingga tidak memberatkan orang tuaku. Kasihan mereka, orang tuaku hanya PNS biasa yang tidak mungkin membiayaiku sekolah di luar negeri walaupun sebenarnya aku mampu. Beda dengan Gie, dia anak pasangan dosen, sehingga orang tuanya sadar ilmu dan ingin menyekolahkan anaknya di sekolah yang lebih baik. Dan semenjak keberangkatannya ke Malaysia, kami hanya berinteraksi melalui email dan SMS saja. Aku jarang membuka email, kadang ada beberapa message-nya di inbox aku. Dan aku baru buka beberapa minggu kemudian. Sudah beberapa bulan ini tidak ada message dalam inbox-ku maupun SMS darinya. Aku hanya berpikir mungkin dia sedang sibuk kuliah. Di beberapa emailnya dia bercerita mengenai kuliahnya yang semakin berat. Dan entahlah waktu itupun aku juga merasakan kuliahku pun semakin butuh konsentrasi.

Dan setelah empat tahun, aku lulus dengan nilai yang lumayan. Dan aku sudah bekerja sebagai project marketing officer di sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Aku kembali lagi ke kotaku setelah lulus kuliah. Itu memang keinginanku. Dan alhamdulillah terkabul. Sebagai marketing officer, aku harus berkunjung dibeberapa daerah untuk melihat perkembangan daerah tersebut, sebagai bagian dari pangsa pasarku. Aku bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan marketing, sebenarnya aku punya manajer tetapi akulah pelaksana sesungguhnya. Hampir seluruh kota telah aku kunjungi. Seneng juga bisa selalu jalan-jalan. Dan itulah impianku ”keliling Indonesia gratis”.

Gie dan aku sama-sama suka menulis. Dulu lama suka bertukar ide bahkan kami telah membuat satu cerpen bersama. Ide kami datang setelah kita sama-sama nonton film ”Ada Apa Dengan Cinta”. Aku masih menyimpan filenya, dan sekarang sudah menghiasi tulisanku di blog. Baru satu tahun ini aku membuka blog karena keinginanku menerbitkan tulisanku. Aku suka sekali menulis, aku gunakan waktuku menulis untuk mengurangi kejenuhanku bekerja. Lumayan bisa menambah temen dari banyaknya frekuensi aku menulis. Andai saja Gie tau kalo aku suka menulis, pasti dia akan memberiku semangat lebih. Sudah beberapa tulisanku aku kirim ke-inbox-nya, tetapi setiap kali mengirim email dia tidak pernah memberi komentar tentang tulisanku. Dia memang pernah berkata padaku kalau dia hanya membuka email yang dikirimkan khusus padanya, bukan pada banyak orang. Memang email yang aku kirimkan padanya itu aku tujukan pula untuk beberapa orang. Baru ku sadari sekarang itulah alasan dia tidak pernah memberikan komentar mengenai tulisanku.

Suatu kali aku menerima email darinya. Dia menceritakan bahwa dia sedang jatuh cinta kepada wanita malaysia bernama Fatima. Teman satu kampusnya tetapi beda angkatan, Fatima satu tingkat dibawahnya sekaligus anak pemilik flat tempat dia tinggal. Dan kemungkinan dia akan menikah dengannya tahun ini. Dalam tulisannya dia sangat mencintai wanita itu. Aku sangat bahagia ketika mendengar ceritanya itu. Akhirnya Gie menemukan tambatan hatinya. Selama 9 tahun kami bersahabat jarang aku mendengar dia sedang jatuh cinta. Setahuku wanita dalam kehidupannya hanyalah ibunya, adiknya, aku dan seorang wanita cinta pertamanya bernama ”Fitri Dewandari”. Itulah wanita yang ada di kehidupannya. Dulu teman-temanku sering mengira kami adalah sepasang kekasih. Kami hanya tertawa bila ada teman yang bertanya. Aku dan Gie pacaran?? Nggak banget deh. Memang aneh bila seorang pria dan seorang wanita bersahabat sedekat itu, tapi bagi kami semua itu tidak ada yang aneh. Karena kami bisa menjaga persahabatan ini selama 9 tahun, dan hanya bersahabat saja tidak lebih. Di email itu pula pula Gie bercerita dia sedang melanjutkan S2-nya disana. Dia juga telah menjadi assisten dosen disana sambil meneruskan kuliahnya.

Aku sedang berada di sebuah tempat yang jadi tempat favoritku sekarang. Inilah tempat tujuanku bila aku sedang tidak ada pekerjaan. Ada sebuah tempat bersantai didaerah selatan jakarta, disitu ada sebuah tempat makan dengan pemandangan yang indah. Dulu aku dan Gie sering ke sini bila kami ada waktu, sekedar makan sambil bercerita tentang semuanya. Dan saat ini tiba-tiba Gie ada disini. Tiba-tiba dia menyapaku. Aku masih kaget. ”Aku tau kamu disini De, kamu memang tidak pernah berubah selalu melakukan hal yang sama setiap waktu, kamu masih semelankolis dulu” Lanjutnya. Aku tersenyum. ”Gie, kamu ada di Indonesia? kapan datang. Kok nggak kasih kabar sih?” tanyaku. ”Baru kemarin aku dateng De, aku memutuskan untuk pindah ke Indonesia” Katanya. Aku tambah kaget dengan kata-katanya itu. ”Apa kamu nggak salah Gie?” kataku. ”Bukannya disana kamu sudah jadi assisten dosen, tunggulah sampai S2mu selesai. Pasti kamu akan jadi dosen disana” kataku. ”Aku sudah mengajukan tesisku De, tinggal beberapa bulan lagi aku selesai” katanya. ”Aku akan banyak tinggal di Indonesia, aku ditawari jadi assisten dosen di UI dan aku memilih untuk bekerja disitu” jelasnya. ”Lho, kenapa Gie? Kenapa memilih kembali? Bukannya kamu akan menikah tahun ini dengan Fatima?, bukannya lebih enak bila kalian tinggal di Malaysia kalo kalian menikah nantinya?” tanyaku lagi. ”Aku sudah selesai dengan Fatima, De” jawabnya. ”Hah,..”. Aku melongo mendengar penuturannya. ”Selesai” batinku. ”Bukannya email itu dikirim 8 bulan yang lalu” pikirku lagi. ”Kenapa Gie?” tanyaku. ”Aku memilih untuk membuat komitmen, De, bukan hanya cinta tapi sebuah komitmen juga” katanya. ”Komitmen apa?” kataku. ”Komitmen untuk hidup bersama denganmu De” katanya. ”Hah,..” aku melonggo lagi. Aku belum mengerti tentang apa yang dikatakannya. ”Maksudmu?” tanyaku. ”Ya, De, aku ingin membuat komitmen hidup bersama denganmu, menikah denganmu De” katanya. Aku masih bingung mencerna kata-katanya. Lebih membingungkan daripada teori auditing yang pernah aku terima dikampus. ”Sebentar Gie, aku kok agak kaget denger ceritamu ya. Coba kamu ceritakan dari awal” Kataku. ”De, waktu di Malaysia aku memang jatuh cinta pada Fatima, tetapi aku sangat tidak nyaman dengan perasaanku ini. Aku tidak nyaman jalan berdua dengan wanita yang aku cintai, De” ”Aku tidak bisa menghindarkan diriku dari pikiran-pikiran kotor yang merusak diriku, De” Katanya. ”Aku belum bisa menikahinya, De. Dia masih adik kelasku, orang tuanya juga menginginkan dia lulus dulu. Berarti itu setahun lagi. Aku tidak bisa hidup begitu terus. Aku takut dosa. Akhirnya aku putuskan untuk selesai dan pindah ke Indonesia” Katanya. ”Aku selalu berdoa tiap malam, De, agar Allah jadikan aku ridho terhadap apa-apa yang Allah tetapkan padaku dan jadikan barokah apa-apa yang telah Allah takdirkan padaku, sehingga aku tidak ingin menyegerakan apa-apa yang Allah tunda dan menunda apa-apa yang Allah segerakan”. “De, aku sangat ingin mendapat keridhoan Allah, aku berusaha mencari seseorang yang sama denganku, karena secara psikologis, seseorang akan merasa tenang dan nyaman jika berdampingan dengan orang yang sama dengannya, baik dalam perasaan, pandangan hidup dan sebagainya sehingga Allah akan bisa hadir secara penuh dalam hatinya. Mereka saling mencintai bukan atas nama diri mereka, melainkan atas nama Allah dan hanya untuk Allah”. “Kamu yang selalu terpikir dalam benakku, De”. “De, semua yang ada dalam diri kita itu hampir sama” Jelasnya. “Tapi Gie” kataku. “De, cinta bukan atas nama Allah itu hanya nafsu tetapi komitmen itu adalah harga diri” Potongnya. “Biarkan cinta kita tumbuh seiring dengan keinginan kita untuk mencari keridhoan Allah, bukan hanya cinta karena nafsu saja tetapi cinta karena Allah” Katanya. Air mataku menetes, hatiku luluh dengan ucapannya. Gie telah berubah. Bukan Gie sahabatku yang dulu, tetapi sekarang Gie datang tepat didepanku sebagai seorang manusia yang sedang meniti hidup di jalan Allah. “Ya Allah terima kasih Engkau telah berikan jodoh padaku seperti doaku selama ini. Dan inilah suami yang aku inginkan, suami yang mencintai dan merindukan hidup dijalan-Mu dan menginginkan seluruh hidupnya dipenuhi oleh ridho-Mu” Ucapku dalam hati.

“Bila cahaya pencipta telah menuruni hati

Sinarnya akan mencairkan kerumitan jiwa

Bukan sekedar cinta yang memenuhi sukma

Tetapi keinginan penuh untuk mencapai syurga”

‘Sekedar imajinasi penulis’

0 komentar:

Syurga untuk Cinta

“De,..”. Aku terkejut mendengar sapaan itu. Aku menoleh ke asal suara. Hanya satu orang yang memanggilku dengan nama itu. Dia adalah seorang sahabatku, namanya Geza Farizi Setyawan, aku memanggilnya dengan nama ”Gie”. Aku sendiri bernama Dinasty Pravita. Teman-temanku memanggilku dengan nama asty. Dan hanya Gie yang memanggilku dengan nama ”De”. Begitu juga dengan Gie, teman-teman memanggilnya Fari tetapi aku memanggilnya dengan ”Gie”. Nama panggilan kami tersebut adalah inisial dari nama kami, lebih singkat dan sederhana, itulah alasan kami memakai panggilan itu.

Sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Sudah 6 tahun kami tidak bersua. Dia melanjutkan kuliahnya di Malaysia. Itulah impiannya. Sebelumnya dia memang ingin melanjutkan sekolah ke luar negeri. Suatu kali dia pernah berkata kepadaku ”Ayo kita lanjutkan sekolah bareng di Malaysia, biar aku nggak usah capek-capek belajar, kan ada kamu” katanya. ”Berarti dibayarin kamu dong Gie” candaku. ”Ye, emangnya murah kuliah di luar negri” jawabnya. ”Kalo mo dibantu ya modal dong, Gie” kataku. Dan kitapun tertawa bersama. Itu percakapanku 7 tahun lalu, saat kami kelas 3 SMU. Dia memilih sekolah di Malaysia dengan alasan lebih dekat dengan Indonesia, dan agak murah dibanding di negara lain. ”De,..aku diterima kuliah di Malaysia” begitu SMS-nya suatu hari. ”Makasih ya De, sudah di kursusin privat setiap hari” Sambungnya. ”Wah, selamat Gie, impianmu terkabul” balasku. Aku memilih untuk bersekolah di Indonesia saja, aku diterima di universitas negeri di suatu kota di tengah jawa, lebih murah sehingga tidak memberatkan orang tuaku. Kasihan mereka, orang tuaku hanya PNS biasa yang tidak mungkin membiayaiku sekolah di luar negeri walaupun sebenarnya aku mampu. Beda dengan Gie, dia anak pasangan dosen, sehingga orang tuanya sadar ilmu dan ingin menyekolahkan anaknya di sekolah yang lebih baik. Dan semenjak keberangkatannya ke Malaysia, kami hanya berinteraksi melalui email dan SMS saja. Aku jarang membuka email, kadang ada beberapa message-nya di inbox aku. Dan aku baru buka beberapa minggu kemudian. Sudah beberapa bulan ini tidak ada message dalam inbox-ku maupun SMS darinya. Aku hanya berpikir mungkin dia sedang sibuk kuliah. Di beberapa emailnya dia bercerita mengenai kuliahnya yang semakin berat. Dan entahlah waktu itupun aku juga merasakan kuliahku pun semakin butuh konsentrasi.

Dan setelah empat tahun, aku lulus dengan nilai yang lumayan. Dan aku sudah bekerja sebagai project marketing officer di sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Aku kembali lagi ke kotaku setelah lulus kuliah. Itu memang keinginanku. Dan alhamdulillah terkabul. Sebagai marketing officer, aku harus berkunjung dibeberapa daerah untuk melihat perkembangan daerah tersebut, sebagai bagian dari pangsa pasarku. Aku bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan marketing, sebenarnya aku punya manajer tetapi akulah pelaksana sesungguhnya. Hampir seluruh kota telah aku kunjungi. Seneng juga bisa selalu jalan-jalan. Dan itulah impianku ”keliling Indonesia gratis”.

Gie dan aku sama-sama suka menulis. Dulu lama suka bertukar ide bahkan kami telah membuat satu cerpen bersama. Ide kami datang setelah kita sama-sama nonton film ”Ada Apa Dengan Cinta”. Aku masih menyimpan filenya, dan sekarang sudah menghiasi tulisanku di blog. Baru satu tahun ini aku membuka blog karena keinginanku menerbitkan tulisanku. Aku suka sekali menulis, aku gunakan waktuku menulis untuk mengurangi kejenuhanku bekerja. Lumayan bisa menambah temen dari banyaknya frekuensi aku menulis. Andai saja Gie tau kalo aku suka menulis, pasti dia akan memberiku semangat lebih. Sudah beberapa tulisanku aku kirim ke-inbox-nya, tetapi setiap kali mengirim email dia tidak pernah memberi komentar tentang tulisanku. Dia memang pernah berkata padaku kalau dia hanya membuka email yang dikirimkan khusus padanya, bukan pada banyak orang. Memang email yang aku kirimkan padanya itu aku tujukan pula untuk beberapa orang. Baru ku sadari sekarang itulah alasan dia tidak pernah memberikan komentar mengenai tulisanku.

Suatu kali aku menerima email darinya. Dia menceritakan bahwa dia sedang jatuh cinta kepada wanita malaysia bernama Fatima. Teman satu kampusnya tetapi beda angkatan, Fatima satu tingkat dibawahnya sekaligus anak pemilik flat tempat dia tinggal. Dan kemungkinan dia akan menikah dengannya tahun ini. Dalam tulisannya dia sangat mencintai wanita itu. Aku sangat bahagia ketika mendengar ceritanya itu. Akhirnya Gie menemukan tambatan hatinya. Selama 9 tahun kami bersahabat jarang aku mendengar dia sedang jatuh cinta. Setahuku wanita dalam kehidupannya hanyalah ibunya, adiknya, aku dan seorang wanita cinta pertamanya bernama ”Fitri Dewandari”. Itulah wanita yang ada di kehidupannya. Dulu teman-temanku sering mengira kami adalah sepasang kekasih. Kami hanya tertawa bila ada teman yang bertanya. Aku dan Gie pacaran?? Nggak banget deh. Memang aneh bila seorang pria dan seorang wanita bersahabat sedekat itu, tapi bagi kami semua itu tidak ada yang aneh. Karena kami bisa menjaga persahabatan ini selama 9 tahun, dan hanya bersahabat saja tidak lebih. Di email itu pula pula Gie bercerita dia sedang melanjutkan S2-nya disana. Dia juga telah menjadi assisten dosen disana sambil meneruskan kuliahnya.

Aku sedang berada di sebuah tempat yang jadi tempat favoritku sekarang. Inilah tempat tujuanku bila aku sedang tidak ada pekerjaan. Ada sebuah tempat bersantai didaerah selatan jakarta, disitu ada sebuah tempat makan dengan pemandangan yang indah. Dulu aku dan Gie sering ke sini bila kami ada waktu, sekedar makan sambil bercerita tentang semuanya. Dan saat ini tiba-tiba Gie ada disini. Tiba-tiba dia menyapaku. Aku masih kaget. ”Aku tau kamu disini De, kamu memang tidak pernah berubah selalu melakukan hal yang sama setiap waktu, kamu masih semelankolis dulu” Lanjutnya. Aku tersenyum. ”Gie, kamu ada di Indonesia? kapan datang. Kok nggak kasih kabar sih?” tanyaku. ”Baru kemarin aku dateng De, aku memutuskan untuk pindah ke Indonesia” Katanya. Aku tambah kaget dengan kata-katanya itu. ”Apa kamu nggak salah Gie?” kataku. ”Bukannya disana kamu sudah jadi assisten dosen, tunggulah sampai S2mu selesai. Pasti kamu akan jadi dosen disana” kataku. ”Aku sudah mengajukan tesisku De, tinggal beberapa bulan lagi aku selesai” katanya. ”Aku akan banyak tinggal di Indonesia, aku ditawari jadi assisten dosen di UI dan aku memilih untuk bekerja disitu” jelasnya. ”Lho, kenapa Gie? Kenapa memilih kembali? Bukannya kamu akan menikah tahun ini dengan Fatima?, bukannya lebih enak bila kalian tinggal di Malaysia kalo kalian menikah nantinya?” tanyaku lagi. ”Aku sudah selesai dengan Fatima, De” jawabnya. ”Hah,..”. Aku melongo mendengar penuturannya. ”Selesai” batinku. ”Bukannya email itu dikirim 8 bulan yang lalu” pikirku lagi. ”Kenapa Gie?” tanyaku. ”Aku memilih untuk membuat komitmen, De, bukan hanya cinta tapi sebuah komitmen juga” katanya. ”Komitmen apa?” kataku. ”Komitmen untuk hidup bersama denganmu De” katanya. ”Hah,..” aku melonggo lagi. Aku belum mengerti tentang apa yang dikatakannya. ”Maksudmu?” tanyaku. ”Ya, De, aku ingin membuat komitmen hidup bersama denganmu, menikah denganmu De” katanya. Aku masih bingung mencerna kata-katanya. Lebih membingungkan daripada teori auditing yang pernah aku terima dikampus. ”Sebentar Gie, aku kok agak kaget denger ceritamu ya. Coba kamu ceritakan dari awal” Kataku. ”De, waktu di Malaysia aku memang jatuh cinta pada Fatima, tetapi aku sangat tidak nyaman dengan perasaanku ini. Aku tidak nyaman jalan berdua dengan wanita yang aku cintai, De” ”Aku tidak bisa menghindarkan diriku dari pikiran-pikiran kotor yang merusak diriku, De” Katanya. ”Aku belum bisa menikahinya, De. Dia masih adik kelasku, orang tuanya juga menginginkan dia lulus dulu. Berarti itu setahun lagi. Aku tidak bisa hidup begitu terus. Aku takut dosa. Akhirnya aku putuskan untuk selesai dan pindah ke Indonesia” Katanya. ”Aku selalu berdoa tiap malam, De, agar Allah jadikan aku ridho terhadap apa-apa yang Allah tetapkan padaku dan jadikan barokah apa-apa yang telah Allah takdirkan padaku, sehingga aku tidak ingin menyegerakan apa-apa yang Allah tunda dan menunda apa-apa yang Allah segerakan”. “De, aku sangat ingin mendapat keridhoan Allah, aku berusaha mencari seseorang yang sama denganku, karena secara psikologis, seseorang akan merasa tenang dan nyaman jika berdampingan dengan orang yang sama dengannya, baik dalam perasaan, pandangan hidup dan sebagainya sehingga Allah akan bisa hadir secara penuh dalam hatinya. Mereka saling mencintai bukan atas nama diri mereka, melainkan atas nama Allah dan hanya untuk Allah”. “Kamu yang selalu terpikir dalam benakku, De”. “De, semua yang ada dalam diri kita itu hampir sama” Jelasnya. “Tapi Gie” kataku. “De, cinta bukan atas nama Allah itu hanya nafsu tetapi komitmen itu adalah harga diri” Potongnya. “Biarkan cinta kita tumbuh seiring dengan keinginan kita untuk mencari keridhoan Allah, bukan hanya cinta karena nafsu saja tetapi cinta karena Allah” Katanya. Air mataku menetes, hatiku luluh dengan ucapannya. Gie telah berubah. Bukan Gie sahabatku yang dulu, tetapi sekarang Gie datang tepat didepanku sebagai seorang manusia yang sedang meniti hidup di jalan Allah. “Ya Allah terima kasih Engkau telah berikan jodoh padaku seperti doaku selama ini. Dan inilah suami yang aku inginkan, suami yang mencintai dan merindukan hidup dijalan-Mu dan menginginkan seluruh hidupnya dipenuhi oleh ridho-Mu” Ucapku dalam hati.

“Bila cahaya pencipta telah menuruni hati

Sinarnya akan mencairkan kerumitan jiwa

Bukan sekedar cinta yang memenuhi sukma

Tetapi keinginan penuh untuk mencapai syurga”

‘Sekedar imajinasi penulis’

0 komentar: