17.05

Hujan Kali Ini Terasa Sunyi


Pernah pada suatu ketika di kala hujan sedang mengembara dibumi, payung pelangipun menampakkan wujudnya, kita sedang bersama berteduh disebuah taman ditengah kota yang sepi, kita duduk disebuah bangku panjang sambil menikmati rintihan angin yang datang menerpa. Tak pernah sebelumnya kau begitu terbelenggu dalam kesedihan itu. Sambil terpaku pada tiap tetes hujan kau memintaku sejenak memahami arti kehadiranmu. Aku hanya diam terpaku, sesaat setelahnya aku beranjak dalam hujan itu.

Aku tak ingin terhempas dalam kesalahan yang sama

Aku berlalu tanpa mampu menatap tangismu lagi karena ku sadari telah nodai sebentuk pengabdian itu.

Akupun tak mampu memaafkan diriku sendiri

Hujanpun menerpa wajahku, derasnya sangat menyakitkan sampai menuju ke ujung jantungku. Dan hujan kali ini terasa sunyi.

17.03

Bintang Kejora Di Tepi Pantai


Tak lekang dari ingatan saat sinar senja bertabur diantara awan yang beradu di atas langit. Kau tak jua beranjak dari tempatmu duduk di tepi sebuah pantai itu. Kau tatap kosong diantara setiap gelombang yang terbelah oleh perahu nelayan yang lekas pulang. Kau nikmati setiap helai belaian angin laut yang terburai diantara wajahmu serta celotehan burung gereja yang mengajakmu pulang.

Kenapa kau masih disini dan sendiri, Tuan?. Duduk mendekap erat kedua kakimu. Seakan kau tak peduli lagi, langit menjadi semakin hitam dan sepi mulai menghampirimu. Apakah yang kau tunggu, Tuan?.

Saat angkasa menjadi hitam lekat dan angin laut mulai menggigilkan tubuhmu, bintangkah yang kau inginkan muncul seperti cahaya kota yang terjauh. Dan kau inginkan sebuah bintang kejora yang bersinar paling indah datang padamu dengan senyuman aneh yang selalu kau rindukan.

Bukan hari ini bintang itu datang, Tuan. Tapi jangan pula kau jemu menunggunya di tempat biasa kau merindukannya. Karna bintang itu akan bersinar padamu tepat pada saatnya tiba nanti.

17.01

Saat Purnama Hampir Bulat


Saat jiwa bersuka hari ini, senandung hati kau lantunkan dari bibirmu. Kau nyanyikan lagu memori kita yang tak kau suguhkan kala hari itu. Sajak indah yang terurai dari huruf yang terangkai dalam ingatan. Kau isyaratkan saat pertama kali perjumpaan kita di tempat kunang-kunang kota berkumpul di taman mutiara. Kau bawa aku memutari kembali ingatan itu sayang. Dalam sebuah sudut tempat, kau ceritakan padaku kembali kala purnama hampir bulat. Dan sebuah isyarat kau desirkan padaku. Diantara setiap detik waktu yang mengembara, tlah kau suguhkan padaku setangkup sayang yang kau bungkus dengan kain putih yang kau letakkan dalam hatiku.

Setelah taun berganti, kau masih tetap berdiri disini, bersenandung dan bercerita kisah di taman mutiara saat purnama hampir bulat.

Terima kasih telah menjadi bagian hidupku kini sayang.

16.58

Untuk Pertama Kali


Bukan untuk yang pertama kalinya

Kau selipkan mawar putih tadi malam disela-sela mimpiku. Aku menangkap harumnya disela-sela lelapku. Kau ucapkan pula dalam desahmu tadi malam I Love You Honey. Aku menangkapnya dalam hatiku.

Bukan untuk yang pertama kalinya

Ku peluk hangatmu dalam memori bawah sadarku. Dan membawamu dalam imaji mimpiku. Dan kau pun menari riang diantara peluhmu bersama jiwa yang melayari seluruh kebahagiaan ini. Sesekali kau berhenti dan memegang tanganku untuk menikmati sajak yang mengalun itu bersamamu.

Bukan untuk yang pertama kalinya

Kau merobek seluruh hatiku dengan tulus cintamu dan selalu hidupkan sang surya dihatiku. Pagi ini pun setelah lima kali jam berdentang dan embun hadir di ujung pagi. Kau tinggalkan padaku kecupan selamat pagi. Dan masih ku rasa hangatnya sentuhanmu sampai kini.

Memang bukan untuk pertama kali, tapi selalu pertama kali untukku

16.55

Cinta Ini Membunuhku


Sudah lama tak ku dengar kabarmu. Angin tak mengirimkan sedikitpun cerita tentangmu. Hanya ingatan lalu yang terus membakar api amarahku padamu. Bahkan duri-duri yang tajam yang selalu terselip di saku bajumu untuk menikamku sekali lagi itupun masih menancap dalam-dalam.

Apa salahku, sayang?

Apa dosaku?


Selalu saja kau siapkan segala macam rencana untuk meremukredamkan dadaku. Tidakkah kau tau, aku selalu tahtakan kau dihatiku yang paling indah. Tahtanya dipenuhi dengan bunga harum yang bertebaran dan bertaburan kupu-kupu. Tak pernah terpikir olehku untuk menghilangkan tahtamu didalam imajinasiku sekalipun.

Apa salahku, sayang?

Apa dosaku?


Ada apa dengan hati ini, saat kau mulai menghujani hatiku dengan perih yang luar biasa dan air mata yang tak bisa lagi kubasuh, tahtamu tetap tak beranjak dari sini. Walaupun bunga harum itu telah kering dan kupu-kupu telah membawa jiwaku pergi, tetap saja tak sanggup ku pikirkan untuk membuangmu jauh dari anganku. Dan kusadari sepenuhnya bahwa aku telah terbunuh oleh cintamu.

13.40

Pada sebuah cerita


Pada sebuah cerita yang terukir di relung sanubari. Saat sajak-sajak pendek bertautan menjadi ungkapan hati yang sangat biasa. Hanya rangkaian huruf yang mengisaratkan tentang hati yang terdalam.

I Love U Honey

Saat syair diciptakan, hati yang terlukis seperti taman syurga yang indah, hijau menghiasi setiap lahan-lahan yang merekah. Lalu datang padaku sebuah semerbak wangi bunga jingga yang kau tanam diatas rumput liar itu. Saat itu, kau selipkan sebagiannya untukku. Untuk bidadarimu. Dan tak lupa ku katakan padamu sembari kusibakkan segenap hatiku

I Love U Too Honey

10.31

Garisan Waktu


Bagaimana jika hari terus beranjak dari setiap hempasan yang tak biasa, bibirku menggigiti kukuku. Dan ku dengar gigiku bergemeretak. Aku takut bila dalam setiap ketukan langkah yang tlah terseok-seok oleh waktu, aku terhempas dari tempatku berdiri dan hanya bisa memandangmu dengan tangis pilumu tanpaku mampu meraihmu dan meletakkan kepalamu didadaku.

”Kenapa kau menatap kosong kupu-kupu itu sayang?” ucapmu sambil membelai rambutku yang tertiup angin.

”Aku takut seperti mereka, indah tetapi sendirian” jawabku

Ku tak pahami bila setiap lonceng yang berdetangan itu selalu menginggatkanku pada sebuah takdir yang tergores dalam garisan tangan antara waktu dan kamu.

”Sayang, takkan kau biarkan dirimu terbunuh sepi dan janganlah menangisi ketakutanmu yang konyol” katamu.

”Aku hanya ingin selalu menatapmu, walau kau tak pernah tau” kataku dalam hati tanpa mampu ku ucapkan karena dadaku tlah sesak oleh ketakukan yang luar biasa.

Karena hidupku telah terukir dalam sebuah detak waktu dan akupun takut tak bisa menemanimu menggapai mimpi

14.56

Kepada Kau Yang Tercinta

Takkan habis kata-kataku untuk melukiskan auramu
Takkah habis bait-baitku melantunkan keindahanmu
Takkan habis anggan-angganku membayangkan pesonamu
Takkan habis jiwa-jiwaku mencumbui bayanganmu

Akankan kau terpikir makna sajakku
Yang hanya kiasan kosa yang terbuang
Mungkin tidak pernah kau mengerti
Bila setiap serpihan hurufku adalah dirimu

Hujan Kali Ini Terasa Sunyi


Pernah pada suatu ketika di kala hujan sedang mengembara dibumi, payung pelangipun menampakkan wujudnya, kita sedang bersama berteduh disebuah taman ditengah kota yang sepi, kita duduk disebuah bangku panjang sambil menikmati rintihan angin yang datang menerpa. Tak pernah sebelumnya kau begitu terbelenggu dalam kesedihan itu. Sambil terpaku pada tiap tetes hujan kau memintaku sejenak memahami arti kehadiranmu. Aku hanya diam terpaku, sesaat setelahnya aku beranjak dalam hujan itu.

Aku tak ingin terhempas dalam kesalahan yang sama

Aku berlalu tanpa mampu menatap tangismu lagi karena ku sadari telah nodai sebentuk pengabdian itu.

Akupun tak mampu memaafkan diriku sendiri

Hujanpun menerpa wajahku, derasnya sangat menyakitkan sampai menuju ke ujung jantungku. Dan hujan kali ini terasa sunyi.

Bintang Kejora Di Tepi Pantai


Tak lekang dari ingatan saat sinar senja bertabur diantara awan yang beradu di atas langit. Kau tak jua beranjak dari tempatmu duduk di tepi sebuah pantai itu. Kau tatap kosong diantara setiap gelombang yang terbelah oleh perahu nelayan yang lekas pulang. Kau nikmati setiap helai belaian angin laut yang terburai diantara wajahmu serta celotehan burung gereja yang mengajakmu pulang.

Kenapa kau masih disini dan sendiri, Tuan?. Duduk mendekap erat kedua kakimu. Seakan kau tak peduli lagi, langit menjadi semakin hitam dan sepi mulai menghampirimu. Apakah yang kau tunggu, Tuan?.

Saat angkasa menjadi hitam lekat dan angin laut mulai menggigilkan tubuhmu, bintangkah yang kau inginkan muncul seperti cahaya kota yang terjauh. Dan kau inginkan sebuah bintang kejora yang bersinar paling indah datang padamu dengan senyuman aneh yang selalu kau rindukan.

Bukan hari ini bintang itu datang, Tuan. Tapi jangan pula kau jemu menunggunya di tempat biasa kau merindukannya. Karna bintang itu akan bersinar padamu tepat pada saatnya tiba nanti.

Saat Purnama Hampir Bulat


Saat jiwa bersuka hari ini, senandung hati kau lantunkan dari bibirmu. Kau nyanyikan lagu memori kita yang tak kau suguhkan kala hari itu. Sajak indah yang terurai dari huruf yang terangkai dalam ingatan. Kau isyaratkan saat pertama kali perjumpaan kita di tempat kunang-kunang kota berkumpul di taman mutiara. Kau bawa aku memutari kembali ingatan itu sayang. Dalam sebuah sudut tempat, kau ceritakan padaku kembali kala purnama hampir bulat. Dan sebuah isyarat kau desirkan padaku. Diantara setiap detik waktu yang mengembara, tlah kau suguhkan padaku setangkup sayang yang kau bungkus dengan kain putih yang kau letakkan dalam hatiku.

Setelah taun berganti, kau masih tetap berdiri disini, bersenandung dan bercerita kisah di taman mutiara saat purnama hampir bulat.

Terima kasih telah menjadi bagian hidupku kini sayang.

Untuk Pertama Kali


Bukan untuk yang pertama kalinya

Kau selipkan mawar putih tadi malam disela-sela mimpiku. Aku menangkap harumnya disela-sela lelapku. Kau ucapkan pula dalam desahmu tadi malam I Love You Honey. Aku menangkapnya dalam hatiku.

Bukan untuk yang pertama kalinya

Ku peluk hangatmu dalam memori bawah sadarku. Dan membawamu dalam imaji mimpiku. Dan kau pun menari riang diantara peluhmu bersama jiwa yang melayari seluruh kebahagiaan ini. Sesekali kau berhenti dan memegang tanganku untuk menikmati sajak yang mengalun itu bersamamu.

Bukan untuk yang pertama kalinya

Kau merobek seluruh hatiku dengan tulus cintamu dan selalu hidupkan sang surya dihatiku. Pagi ini pun setelah lima kali jam berdentang dan embun hadir di ujung pagi. Kau tinggalkan padaku kecupan selamat pagi. Dan masih ku rasa hangatnya sentuhanmu sampai kini.

Memang bukan untuk pertama kali, tapi selalu pertama kali untukku

Cinta Ini Membunuhku


Sudah lama tak ku dengar kabarmu. Angin tak mengirimkan sedikitpun cerita tentangmu. Hanya ingatan lalu yang terus membakar api amarahku padamu. Bahkan duri-duri yang tajam yang selalu terselip di saku bajumu untuk menikamku sekali lagi itupun masih menancap dalam-dalam.

Apa salahku, sayang?

Apa dosaku?


Selalu saja kau siapkan segala macam rencana untuk meremukredamkan dadaku. Tidakkah kau tau, aku selalu tahtakan kau dihatiku yang paling indah. Tahtanya dipenuhi dengan bunga harum yang bertebaran dan bertaburan kupu-kupu. Tak pernah terpikir olehku untuk menghilangkan tahtamu didalam imajinasiku sekalipun.

Apa salahku, sayang?

Apa dosaku?


Ada apa dengan hati ini, saat kau mulai menghujani hatiku dengan perih yang luar biasa dan air mata yang tak bisa lagi kubasuh, tahtamu tetap tak beranjak dari sini. Walaupun bunga harum itu telah kering dan kupu-kupu telah membawa jiwaku pergi, tetap saja tak sanggup ku pikirkan untuk membuangmu jauh dari anganku. Dan kusadari sepenuhnya bahwa aku telah terbunuh oleh cintamu.

Pada sebuah cerita


Pada sebuah cerita yang terukir di relung sanubari. Saat sajak-sajak pendek bertautan menjadi ungkapan hati yang sangat biasa. Hanya rangkaian huruf yang mengisaratkan tentang hati yang terdalam.

I Love U Honey

Saat syair diciptakan, hati yang terlukis seperti taman syurga yang indah, hijau menghiasi setiap lahan-lahan yang merekah. Lalu datang padaku sebuah semerbak wangi bunga jingga yang kau tanam diatas rumput liar itu. Saat itu, kau selipkan sebagiannya untukku. Untuk bidadarimu. Dan tak lupa ku katakan padamu sembari kusibakkan segenap hatiku

I Love U Too Honey

Garisan Waktu


Bagaimana jika hari terus beranjak dari setiap hempasan yang tak biasa, bibirku menggigiti kukuku. Dan ku dengar gigiku bergemeretak. Aku takut bila dalam setiap ketukan langkah yang tlah terseok-seok oleh waktu, aku terhempas dari tempatku berdiri dan hanya bisa memandangmu dengan tangis pilumu tanpaku mampu meraihmu dan meletakkan kepalamu didadaku.

”Kenapa kau menatap kosong kupu-kupu itu sayang?” ucapmu sambil membelai rambutku yang tertiup angin.

”Aku takut seperti mereka, indah tetapi sendirian” jawabku

Ku tak pahami bila setiap lonceng yang berdetangan itu selalu menginggatkanku pada sebuah takdir yang tergores dalam garisan tangan antara waktu dan kamu.

”Sayang, takkan kau biarkan dirimu terbunuh sepi dan janganlah menangisi ketakutanmu yang konyol” katamu.

”Aku hanya ingin selalu menatapmu, walau kau tak pernah tau” kataku dalam hati tanpa mampu ku ucapkan karena dadaku tlah sesak oleh ketakukan yang luar biasa.

Karena hidupku telah terukir dalam sebuah detak waktu dan akupun takut tak bisa menemanimu menggapai mimpi

Kepada Kau Yang Tercinta

Takkan habis kata-kataku untuk melukiskan auramu
Takkah habis bait-baitku melantunkan keindahanmu
Takkan habis anggan-angganku membayangkan pesonamu
Takkan habis jiwa-jiwaku mencumbui bayanganmu

Akankan kau terpikir makna sajakku
Yang hanya kiasan kosa yang terbuang
Mungkin tidak pernah kau mengerti
Bila setiap serpihan hurufku adalah dirimu