16.57

Disini Sepi Tanpamu


Sebuah malam berkabut dibulan ini, aku merindukanmu
Kota kunang-kunang telah membujukmu singgah
Dan aku hanya sendiri di taman bintang menunggumu
Sembari membawa gambarmu dibawah langit hitam
Walau dingin mengoyak tubuhkupun aku tak lagi bergeming
Dua belas kali lonceng malam telah berdentang
Tak jua akan kutinggalkan bangku itu

Cepatlah kembali sayang
Dan tidurlah dipangkuanku

14.09

Saat Ku Mengingatmu


Saat ku melintasi lorong sepi di kota itu sekejab kuteringat saat itu, kala lonceng di pohon cemara tengah kota telah berdeting tujuh kali di tempat aku berdiri menunggumu. Suasana yang kurasa masih sama saat kau datang dengan sayap putihmu, kemudian kita akan bersenang-senang di atas angkasa sambil menghidupkan bintang sehingga berkelip bagai lampu hiasan yang menerangi kita. Kau tak lupa pula mensyairkan kata-kata yang selalu kutanyakan maknanya. Kau hidupkan malam di atas awan dengan pemandangan sempurna dan aku hanya duduk manis sambil melihatmu membangkitkan semua pesona itu tanpa tau maksudmu.

Genap malam bulan purnama ini baru ku mengerti arti sebenarnya seluruh keajaiban yang kau kiaskan padaku dulu.

Dan bila saat ini, kaulah yang berada tepat ditempat aku berdiri, tepat di tempat aku merangkai kembali kisah itu, mungkinkah akan terbesit rasa yang sama padamu?

Ku harap tidak

15.03

Sepagi Itukah


Aku sedang berdiri di pasir putih pada sebuah semenanjung utara. Pagi itu, kala fajar belum genap menyingsingkan sinarnya. Tersamar dari sayup mataku sosok dirimu yang kian menghilang. Jauh berbiduk di pelabuhan seberang selatan. Kala ku sampaikan kepada deburan ombak untuk mengirim pesan padamu. Tak pernah sekalipun deru ombak mengabarkan kembali padaku. Mungkin kau telah lupa bagaimana mentari menghangati hati kita yang sedang bercinta, tapi dia tak pernah lupa membisikkan sesuatu padaku, tentangmu.

sepagi itukah kita berjumpa?
atau
sepagi itukah kita berpisah?


entahlah…setiap kali ku buka bola mataku dari alam bawah sadarku selalu kau yang pertama terpikir olehku, sepagi itu…

16.31

Kisah Sebuah Senja


Pancaran senja menerobos dari balik bilik tua diujung suatu kota. Menaburkan kesenyapan yang menyusupi seluruh aura. Bahkan suara jangkrik yang melantunkan lagunya pun tak sampai membangunkan suasana keramaian disana. Sayup-sayup ku dengar dari jauh kau teriakkan namaku, memanggilku untuk bergegas menujumu. Tapi ku terlalu malas untuk benar-benar memicingkan telingaku agar aku yakin kaulah yang menyebut namaku. Sudah lebih dari sewindu selalu ku dengar suara lirih itu memenuhi angkasa. Tapi tak pernah ku temui wujudmu meskipun dalam bayangan.

Senja yang mana yang akan membawamu kembali?

Ku bertanya kepada ratusan burung yang selalu melintasi samudra, tapi tak sekalipun mereka melihatmu mengayuhkan perahu merapat ke kotaku.

Senja manapun takkan membawamu kembali lagi

Disini Sepi Tanpamu


Sebuah malam berkabut dibulan ini, aku merindukanmu
Kota kunang-kunang telah membujukmu singgah
Dan aku hanya sendiri di taman bintang menunggumu
Sembari membawa gambarmu dibawah langit hitam
Walau dingin mengoyak tubuhkupun aku tak lagi bergeming
Dua belas kali lonceng malam telah berdentang
Tak jua akan kutinggalkan bangku itu

Cepatlah kembali sayang
Dan tidurlah dipangkuanku

Saat Ku Mengingatmu


Saat ku melintasi lorong sepi di kota itu sekejab kuteringat saat itu, kala lonceng di pohon cemara tengah kota telah berdeting tujuh kali di tempat aku berdiri menunggumu. Suasana yang kurasa masih sama saat kau datang dengan sayap putihmu, kemudian kita akan bersenang-senang di atas angkasa sambil menghidupkan bintang sehingga berkelip bagai lampu hiasan yang menerangi kita. Kau tak lupa pula mensyairkan kata-kata yang selalu kutanyakan maknanya. Kau hidupkan malam di atas awan dengan pemandangan sempurna dan aku hanya duduk manis sambil melihatmu membangkitkan semua pesona itu tanpa tau maksudmu.

Genap malam bulan purnama ini baru ku mengerti arti sebenarnya seluruh keajaiban yang kau kiaskan padaku dulu.

Dan bila saat ini, kaulah yang berada tepat ditempat aku berdiri, tepat di tempat aku merangkai kembali kisah itu, mungkinkah akan terbesit rasa yang sama padamu?

Ku harap tidak

Sepagi Itukah


Aku sedang berdiri di pasir putih pada sebuah semenanjung utara. Pagi itu, kala fajar belum genap menyingsingkan sinarnya. Tersamar dari sayup mataku sosok dirimu yang kian menghilang. Jauh berbiduk di pelabuhan seberang selatan. Kala ku sampaikan kepada deburan ombak untuk mengirim pesan padamu. Tak pernah sekalipun deru ombak mengabarkan kembali padaku. Mungkin kau telah lupa bagaimana mentari menghangati hati kita yang sedang bercinta, tapi dia tak pernah lupa membisikkan sesuatu padaku, tentangmu.

sepagi itukah kita berjumpa?
atau
sepagi itukah kita berpisah?


entahlah…setiap kali ku buka bola mataku dari alam bawah sadarku selalu kau yang pertama terpikir olehku, sepagi itu…

Kisah Sebuah Senja


Pancaran senja menerobos dari balik bilik tua diujung suatu kota. Menaburkan kesenyapan yang menyusupi seluruh aura. Bahkan suara jangkrik yang melantunkan lagunya pun tak sampai membangunkan suasana keramaian disana. Sayup-sayup ku dengar dari jauh kau teriakkan namaku, memanggilku untuk bergegas menujumu. Tapi ku terlalu malas untuk benar-benar memicingkan telingaku agar aku yakin kaulah yang menyebut namaku. Sudah lebih dari sewindu selalu ku dengar suara lirih itu memenuhi angkasa. Tapi tak pernah ku temui wujudmu meskipun dalam bayangan.

Senja yang mana yang akan membawamu kembali?

Ku bertanya kepada ratusan burung yang selalu melintasi samudra, tapi tak sekalipun mereka melihatmu mengayuhkan perahu merapat ke kotaku.

Senja manapun takkan membawamu kembali lagi