Embun yang menetesi fajar dengan sempurna
Mengambarkan pesona marun sang mentari
Saat beranjak dari hari yang tlah berlalu
Menebarkan segala peluh yang terhirup
Hari yang berputar menyapu waktu
Kembali menjajaki kisah yang terungkap
Dalam kutipan setangkai nuansa hati
Yang tak kunjung terbuka dengan aura
Kemana sang pujangga tlah beranjak
Mengali sejuta kata yang tersembunyi
Di suatu serpihan yang termiliki
Dalam goresan sejarah yang mewakili
SaYa HaNYaLaH SeoRaNG BiDaDaRi YaNG iNGiN MeMBeRi NaPaS PaDa SeTiaP KeHiDuPaN...BuKaN HaNYa SeKeDaR MiSTeRi...TaPi KePaKaN SaYaPKu BeNaR aKaN MeMBaWaMu TeRBaNG LeBiH TiNGGi...
-CeRiTaKu TeNTaNG-
-JuST Me-
- HaPSaRi WiRaSTuTi SuSeTiaNiNGTYaS
- SaYa HaNYaLaH SeoRaNG BiDaDaRi YaNG iNGiN MeMBeRi NaPaS PaDa SeTiaP KeHiDuPaN...BuKaN HaNYa SeKeDaR MiSTeRi...TaPi KePaKaN SaYaPKu BeNaR aKaN MeMBaWaMu TeRBaNG LeBiH TiNGGi...
NaPaS BiDaDaRi LoVeR
Label: PoeM
Sejenak setetes hujan masih saja menghukumi bumi
Angin pun terasa mengoceh menerpa serumpun dedaunan
Menerbangkan helai demi helai daun yang telah meranggas
Rumput yang mengering ikut serta menarikan tarian hujan
Cawan-cawan yang tertelunggup memantulkan kembali tetesan
Hujan belum reda saat sang dewi menelungkupkan cawan
Sayapnya yang menggantikan cawan itu agar air tidak menetes ke bumi
Huhhh…sungguh dingin menerpa diri, saat hujan mengaliri raga
Bertahan mendustai segenggam keharusan yang menghantui
Mencoba dan terus mencoba menggelayut diantara badai
Sampai pada titah pencipta menghempasnya jatuh
Sungguh oh pencipta ruh…napas belum dihembuskan
Sayappun masih mengelantung membebani jasad
Mimpi sejenak yang terlintaspun belum terlukiskan
Haruskah larian ini dihentikan??
Saat bumi belum menemukan sesosok penjaga
Sesaat kemudian tangisan itu terhenti
Kembali sang surya mengintip dari sisa mega
Mengusap sayang rintik-rintik hujan
Tersenyum membentuk lengkungan indah sang pelangi
Dan sang dewipun masih tertunduk menghujat sepi
Berucap kembali kepada pemberi jasad
Bila detik memang telah berhenti memutar hari
Bila penjaga bumi adalah bukan yang ditemui
Saatnya untuk menerima pahatan rusuk yang menanti
Takdir diri akan terpenuhi dengan putaran yang terhenti
Karena terus berjalan adalah keharusan yang tlah terpatri
Bukan untuk menegok kembali kisah yang telah
Label: PoeM
Mentari menatap gugusan awan dengan ragu
Merasa tlah gagu menembus sang bayu
Sajak hati teringat akan sesuatu
Yang tak pernah terbesit dalam perasaanku
Entah mengapa ku kembali ke masa itu
Saat selusin tanda tanya menyerbu kalbu
Dan tlah kau beri aku sejuta ragu yang menyatu
Dalam sebuah waktu yang berlalu
Kuceritakan kembali sebuah haru biru
Akan sesosok diri yang tlah menunggu
Bertalu memberi gelagat cinta yang semu
Seorang pria dingin di lorong masa lalu
Terinspirasi dari : pria tanpa senyum di masa lalu
Label: PoeM
Hujan petir terus rintik tak berhenti
Seolah menghukum siapa saja dibumi
Angin malampun seolah tak tertinggal
Menyapu dinginnya bumi dengan lambaian
Sayapkupun menjadi beku
Tak bisa menapaki langit
Yang penuh akan kumpulan awan
Merangkak memaksa hujan pergi
Roh berjasad ini masih menatapnya
Linangan hujan yang terdengar parau
Memohon mentari esok menari
Sehingga bisa membawanya pergi
Terinspirasi dari : “secepat apa kau ingin aku berlari?”
Label: PoeM
Angin adalah badai yang mengoyak kalbu, merobek seluruh jiwa dan menyayat kepingan hati, mendustai batin yang tersuguhkan, menerbangkan setiap deretan mimpi, mengalurkan kekonyolan kisah yang salah di sisa hati, mencoba untuk kembali berhembus semilir namun ruh terlanjur luluh lantak dan benteng telah dibangun untuk menahan hembusannya
Laut adalah jasad yang mengunci seluruh pintu dan merantai diri dalam ketulusan yang tergenggam dengan sebuah kesetiaan yang berlebihan, menjaga setiap detak napas untuk merangkul sebuah cerita yang terkisah dalam babak episode yang sudah terbaca kelanjutannya, gelombang hempasannya menenggelamkan semua yang tersisa, meringkus setiap ingatan untuk jangan pernah mencoba
Kabut adalah jasad yang menitah hati untuk menyuguhkan seluruh kehidupan dalam rangkaian keikhlasan ruh, merangkaki hidup dengan kepekaan indera, menunggui sebuah kepastian yang tak biasa, mencoba membuka kunci dan rantai yang membelenggu, mengobati setiap goresan yang terpahat, menapaki kisah kehidupan dalam setiap petikan ayat, mencoba memasuki babak episode sebuah kisah tanpa scenario sesungguhnya
Embun adalah jasad yang menyuguhkan petuah kehidupan dalam setiap bait cerita, telinga yang menajamkan kisah serta melambaikan kehadiran disetiap senja, celotehan akan kehidupan selalu membuat kami terbahak, cerita yang tersimpan rapi selalu terucap pasti dari setiap kerlingan, menyeringaikan setiap detik masa lalu bagai kekonyolan semata yang tak ingin lagi diraba
Senja adalah jasad yang melindungi jiwa dari sentuhan angin, mendesak angin untuk berhenti berhembus semilir dan menemani diri dalam setiap detak hembusan angin, menahan ruh agar berlari menepi dan berhenti berkisah mengenai angin, membisiki kalbu untuk selalu bertahan dalam setiap hempasan, menyatakan kehadiran dari setiap sapaan
Bintang adalah jasad yang menyampaikan selusin nasihat untuk selalu menjaga sebuah ketulusan dan kesetiaan yang terjanji, menorehkan komitmen terhadap suatu perjalanan kisah untuk tidak berbicara mengenai hati, menyapa setiap hari dengan kisah terbaru dari setiap detak waktu serta bermimpi bersama menunjuk sebuah bintang dilangit suatu kota
Bunda adalah jasad yang menjaga diri agar tidak tergores sayatan angin, tanpa sengaja menyuguhkan kebenaran yang memutuskan genggaman dalam lembaran kisah melalui celotehan sang angin, menemani setiap detik masa lalu untuk tetap berdiri dalam terpaan badai sang angin
Gunung Es adalah jasad yang tiba-tiba mengetuki pintu hati untuk mencoba menjalani episode cerita dengan kisah yang tak tertuju, menyuguhkan kisah diri yang memicingkan keheranan yang sangat, mengeruk kebenaran diri melalui kata yang tidak pernah terucap, mengalirkan sejuta tanda tanya dalam hati yang mungkin tak terjawab, mengayuh suatu episode tanpa prolog, epilog dan dialog
Hujan adalah jasad yang muncul karena titah sang pujangga untuk menyirami hati yang terluka dan menjaga kalbu agar tetap utuh dalam dekapan kisah lalu, menorehkan suatu pesona yang menyingkapi sebuah rahasia, pelabuhan seluruh celotehan dan keresahan hati, menapaki setiap waktu untuk menghadirkan kekuatan ruh, membesitkan sesuatu yang bersembunyi karena keadaan yang tak mungkin untuk terucapkan
Sultan adalah penjaga ruh yang tersembunyi yang mencabik penantian yang tak diketahui, memaksa diri berhasrat menemukannya seperti yang tertulis dalam semburat awang-awang, Entahlah…
”Sekedar Imajinasi Penulis”
Label: SHoRT SToRy
Memandang ruang jauh di ujung senja
Cakrawala membelah langit dengan sempurna
Senyuman mega menarik diri
Mengikuti seluruh pusaran gemulai sang surya
Kutipan angkasa menggiring waktu
Berjalan perlahan memaknai lagu sendu
Malam telah berlari menuruni bumi
Menggugah bulan dan bintang bersanding merdu
Disudut jendela tersungging rindu
Menatap sang langit sembari mengerutu
Mengorek dengusan keresahan diri
Rangkaian tanya kepada hati
Lambaian mimpi sudahkah terganti…
Terinspirasi dari : Have no idea (again)
Label: PoeM
Serumpun bintang tertatih turun
Mencoba menyentak keheningan
Yang tersusun saat awan berarak
Menutup angkasa yang bergelora
Saat titah turun kebumi
Sang punggawa telah menyertakan berita
Menuntun setiap helai doa
Mencapai sang pencipta jiwa
Entah mengapa malam itu
Hati tergerak untuk mengauli kisah
Terbungkam dalam goresan hati
Tertutup akan janji untuk pergi
Hati ini serasa terbahak
Menyadari dinginnya sang pendaki
Tak terkira pernah termiliki
Bukan sempurna tetapi mempesona
Label: PoeM
Gulungan langit membentuk gugusan
Semburat putih melukis angkasa
Angin beranjak menerbangkan mega
Menutup nuansa biru kelabu
Suasana gejolak teryakini
Yang tak mungkin kembali memaki diri
Hanya untuk kekonyolan jiwa sepi
Dan penyesalan yang ternodai
Hmm…Sungguh tak nyata degupan waktu
Desiran berlari mengarungi sejarah
Terhempas potongan demi potongan ingatan
Kembali merampas hati yang tersisa
Terinspirasi dari : Have no idea
Label: PoeM
Kemana Sang Pujangga Kan Beranjak
Mengambarkan pesona marun sang mentari
Saat beranjak dari hari yang tlah berlalu
Menebarkan segala peluh yang terhirup
Hari yang berputar menyapu waktu
Kembali menjajaki kisah yang terungkap
Dalam kutipan setangkai nuansa hati
Yang tak kunjung terbuka dengan aura
Kemana sang pujangga tlah beranjak
Mengali sejuta kata yang tersembunyi
Di suatu serpihan yang termiliki
Dalam goresan sejarah yang mewakili
Melonggok Segenggam Hati
Angin pun terasa mengoceh menerpa serumpun dedaunan
Menerbangkan helai demi helai daun yang telah meranggas
Rumput yang mengering ikut serta menarikan tarian hujan
Cawan-cawan yang tertelunggup memantulkan kembali tetesan
Hujan belum reda saat sang dewi menelungkupkan cawan
Sayapnya yang menggantikan cawan itu agar air tidak menetes ke bumi
Huhhh…sungguh dingin menerpa diri, saat hujan mengaliri raga
Bertahan mendustai segenggam keharusan yang menghantui
Mencoba dan terus mencoba menggelayut diantara badai
Sampai pada titah pencipta menghempasnya jatuh
Sungguh oh pencipta ruh…napas belum dihembuskan
Sayappun masih mengelantung membebani jasad
Mimpi sejenak yang terlintaspun belum terlukiskan
Haruskah larian ini dihentikan??
Saat bumi belum menemukan sesosok penjaga
Sesaat kemudian tangisan itu terhenti
Kembali sang surya mengintip dari sisa mega
Mengusap sayang rintik-rintik hujan
Tersenyum membentuk lengkungan indah sang pelangi
Dan sang dewipun masih tertunduk menghujat sepi
Berucap kembali kepada pemberi jasad
Bila detik memang telah berhenti memutar hari
Bila penjaga bumi adalah bukan yang ditemui
Saatnya untuk menerima pahatan rusuk yang menanti
Takdir diri akan terpenuhi dengan putaran yang terhenti
Karena terus berjalan adalah keharusan yang tlah terpatri
Bukan untuk menegok kembali kisah yang telah
Pria Dingin Di Lorong Masa Lalu
Merasa tlah gagu menembus sang bayu
Sajak hati teringat akan sesuatu
Yang tak pernah terbesit dalam perasaanku
Entah mengapa ku kembali ke masa itu
Saat selusin tanda tanya menyerbu kalbu
Dan tlah kau beri aku sejuta ragu yang menyatu
Dalam sebuah waktu yang berlalu
Kuceritakan kembali sebuah haru biru
Akan sesosok diri yang tlah menunggu
Bertalu memberi gelagat cinta yang semu
Seorang pria dingin di lorong masa lalu
Terinspirasi dari : pria tanpa senyum di masa lalu
Mentari Esok Kan Menari
Seolah menghukum siapa saja dibumi
Angin malampun seolah tak tertinggal
Menyapu dinginnya bumi dengan lambaian
Sayapkupun menjadi beku
Tak bisa menapaki langit
Yang penuh akan kumpulan awan
Merangkak memaksa hujan pergi
Roh berjasad ini masih menatapnya
Linangan hujan yang terdengar parau
Memohon mentari esok menari
Sehingga bisa membawanya pergi
Terinspirasi dari : “secepat apa kau ingin aku berlari?”
(Mereka) Hadir Dalam sebuah Episode Kehidupanku
Laut adalah jasad yang mengunci seluruh pintu dan merantai diri dalam ketulusan yang tergenggam dengan sebuah kesetiaan yang berlebihan, menjaga setiap detak napas untuk merangkul sebuah cerita yang terkisah dalam babak episode yang sudah terbaca kelanjutannya, gelombang hempasannya menenggelamkan semua yang tersisa, meringkus setiap ingatan untuk jangan pernah mencoba
Kabut adalah jasad yang menitah hati untuk menyuguhkan seluruh kehidupan dalam rangkaian keikhlasan ruh, merangkaki hidup dengan kepekaan indera, menunggui sebuah kepastian yang tak biasa, mencoba membuka kunci dan rantai yang membelenggu, mengobati setiap goresan yang terpahat, menapaki kisah kehidupan dalam setiap petikan ayat, mencoba memasuki babak episode sebuah kisah tanpa scenario sesungguhnya
Embun adalah jasad yang menyuguhkan petuah kehidupan dalam setiap bait cerita, telinga yang menajamkan kisah serta melambaikan kehadiran disetiap senja, celotehan akan kehidupan selalu membuat kami terbahak, cerita yang tersimpan rapi selalu terucap pasti dari setiap kerlingan, menyeringaikan setiap detik masa lalu bagai kekonyolan semata yang tak ingin lagi diraba
Senja adalah jasad yang melindungi jiwa dari sentuhan angin, mendesak angin untuk berhenti berhembus semilir dan menemani diri dalam setiap detak hembusan angin, menahan ruh agar berlari menepi dan berhenti berkisah mengenai angin, membisiki kalbu untuk selalu bertahan dalam setiap hempasan, menyatakan kehadiran dari setiap sapaan
Bintang adalah jasad yang menyampaikan selusin nasihat untuk selalu menjaga sebuah ketulusan dan kesetiaan yang terjanji, menorehkan komitmen terhadap suatu perjalanan kisah untuk tidak berbicara mengenai hati, menyapa setiap hari dengan kisah terbaru dari setiap detak waktu serta bermimpi bersama menunjuk sebuah bintang dilangit suatu kota
Bunda adalah jasad yang menjaga diri agar tidak tergores sayatan angin, tanpa sengaja menyuguhkan kebenaran yang memutuskan genggaman dalam lembaran kisah melalui celotehan sang angin, menemani setiap detik masa lalu untuk tetap berdiri dalam terpaan badai sang angin
Gunung Es adalah jasad yang tiba-tiba mengetuki pintu hati untuk mencoba menjalani episode cerita dengan kisah yang tak tertuju, menyuguhkan kisah diri yang memicingkan keheranan yang sangat, mengeruk kebenaran diri melalui kata yang tidak pernah terucap, mengalirkan sejuta tanda tanya dalam hati yang mungkin tak terjawab, mengayuh suatu episode tanpa prolog, epilog dan dialog
Hujan adalah jasad yang muncul karena titah sang pujangga untuk menyirami hati yang terluka dan menjaga kalbu agar tetap utuh dalam dekapan kisah lalu, menorehkan suatu pesona yang menyingkapi sebuah rahasia, pelabuhan seluruh celotehan dan keresahan hati, menapaki setiap waktu untuk menghadirkan kekuatan ruh, membesitkan sesuatu yang bersembunyi karena keadaan yang tak mungkin untuk terucapkan
Sultan adalah penjaga ruh yang tersembunyi yang mencabik penantian yang tak diketahui, memaksa diri berhasrat menemukannya seperti yang tertulis dalam semburat awang-awang, Entahlah…
”Sekedar Imajinasi Penulis”
Lambaian Mimpi Sudahkan Terganti
Cakrawala membelah langit dengan sempurna
Senyuman mega menarik diri
Mengikuti seluruh pusaran gemulai sang surya
Kutipan angkasa menggiring waktu
Berjalan perlahan memaknai lagu sendu
Malam telah berlari menuruni bumi
Menggugah bulan dan bintang bersanding merdu
Disudut jendela tersungging rindu
Menatap sang langit sembari mengerutu
Mengorek dengusan keresahan diri
Rangkaian tanya kepada hati
Lambaian mimpi sudahkah terganti…
Terinspirasi dari : Have no idea (again)
Terbanglah Tinggi Di Puncak Es Itu
Mencoba menyentak keheningan
Yang tersusun saat awan berarak
Menutup angkasa yang bergelora
Saat titah turun kebumi
Sang punggawa telah menyertakan berita
Menuntun setiap helai doa
Mencapai sang pencipta jiwa
Entah mengapa malam itu
Hati tergerak untuk mengauli kisah
Terbungkam dalam goresan hati
Tertutup akan janji untuk pergi
Hati ini serasa terbahak
Menyadari dinginnya sang pendaki
Tak terkira pernah termiliki
Bukan sempurna tetapi mempesona
Kembali Merampas Hati Yang Tersisa
Semburat putih melukis angkasa
Angin beranjak menerbangkan mega
Menutup nuansa biru kelabu
Suasana gejolak teryakini
Yang tak mungkin kembali memaki diri
Hanya untuk kekonyolan jiwa sepi
Dan penyesalan yang ternodai
Hmm…Sungguh tak nyata degupan waktu
Desiran berlari mengarungi sejarah
Terhempas potongan demi potongan ingatan
Kembali merampas hati yang tersisa
Terinspirasi dari : Have no idea